Sabtu, 30 Agustus 2008

ZAKAT & PEMBERDAYAAN UMMAT

Zakat adalah ibadah wajib yang termasuk rukun Islam. Perintah wajibnya termaktub secara tegas dalam Alquran Surat At Taubah: 103, yang menjelaskan bahwa zakat itu diambil dari harta aghniya’ (orang yang mampu) sebagai pembersih dan penyuci harta mereka.
Kata khudz yang berarti ambillah menyiratkan sebuah tindakan proaktif, bukan pasif menunggu. Ini membutuhkan sebuah kerja professional karena berkaitan dengan pengelolaan dana umat. Itulah sebabnya badan atau Lembaga Amil Zakat menjadi sangat berperan. Secara ideal zakat harus mampu menjadi solusi bagi masalah umat, khususnya masalah ekonomi.
Zakat memiliki potensi untuk itu. Potensi zakat nasional mencapai 19,3 triliun (Studi Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah dan Ford Foundation, 2004). Versi lain, seperti yang pernah diungkap Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, mencapai Rp 17 triliun. Jelas kedua data itu menggambarkan betapa besarnya potensi zakat. Kendati demikian, realitasnya masih jauh api dari panggang.
Dana umat yang berhasil dihimpun melalui badan dan Lembaga Amil Zakat tidak lebih dari lima persen. Sisanya belum jelas terhimpun dan tersalur melalui apa. Secara umum, ada dua alasan mengapa potensi zakat yang besar demikian belum optimal. Pertama, pemahaman seputar zakat belum lengkap. Ada sebagian masyarakat yang hanya mengetahui zakat itu sekadar zakat fitrah, yang besarnya hanya 2,5 kg beras atau senilai lima belas ribu rupiah. Ada juga yang memahami zakat itu hanya dibayarkan sepanjang Ramadhan sehingga dibatasi waktu satu bulan Ramadhan.
Pemahaman itu jelas membuat potensi zakat tidak terhimpun optimal. Bila hanya zakat fitrah, bagaimana mungkin potensinya mencapai triliunan rupiah? Begitu juga bila masa pembayarannya hanya pada Ramadhan, tentu membatasi para muzakki. Padahal, rezeki setiap orang tidak terbatas Ramadhan.Kedua, kebiasaan masyarakat memberikan zakat langsung kepada mustahik tanpa melalui badan atau lembaga amil zakat. Kebiasaan ini sah-sah saja selama tepat sasaran.
Tetapi, model distribusi gaya ini tetap menyisakan sejumlah kekurangan. Secara psikologis, mustahik akan merasa inferior, khususnya bila bertemu pemberi zakat. Belum lagi tentang keakuratan data dan kesinambungan program. Tentu sulit bila dilakukan oleh individu atau kelompok yang tidak memiliki kompetensi dalam pengelolaan dana zakat. Ini menjadi nilai lebih bagi badan atau lembaga amil zakat profesional. Mereka lebih mampu menjaga psikologis mustahik, memiliki data yang akurat, serta adanya perencanaan dan kesinambungan program.
Distribusi merata atau prioritasInilah salah satu pertanyaan yang sering muncul. Contoh, bila terkumpul dana zakat Rp 5 juta dan ada 50 mustahik di sebuah wilayah. Mana yang lebih baik, mendistribusikan dana itu secara merata kepada 50 orang mustahik, masing-masing 100 ribu, atau fokus pada 2-3 orang mustahik yang dinilai prioritas dan layak diberi dana untuk memberdayakan mereka? Semisal untuk modal usaha?
Tanpa mencoba menafikan satu dengan lainnya, tentu (semestinya) kita pilih yang dapat secara signifikan memberdayakan mustahik meskipun yang menerima sedikit. Artinya, ada prioritas. Tentu membutuhkan seleksi yang jelas prosedurnya agar tidak menimbulkan fitnah. Di sinilah keberadaan lembaga amil zakat yang profesional menemukan korelasi positifnya, menjadi sebuah kebutuhan. Bisa kita bayangkan bila yang mengurus pendistribusian dana tadi lembaga yang tidak profesional. Tentu fitnah akan bertebaran.
Sekadar perbandingan, pada zaman Rasulullah dan para sahabat, zakat diberikan kepada mustahik sampai mencukupi kebutuhan primernya sehingga mereka berdaya. Idealnya, pendistribusian yang merata, tapi memberdayakan. Akan tetapi, kondisi aktual kita berbicara lain. Mengingat jumlah orang miskin dan layak jadi mustahik sangatlah banyak, tidak sebanding dengan jumlah dana zakat yang siap didistribusikan sehingga membutuhkan waktu untuk proses pengentasannya.
Ubah mindsetAda hal yang terkadang kita lupakan dalam konteks pemberdayaan umat, mengubah mindset . Mengubah cara berpikir dari negatif menjadi positif. Dari mindset miskin menjadi mindset kaya.
Menurut hemat saya, kemiskinan yang paling mendasar adalah miskin pola pikir dan mental. Harta dan kekayaan sangat mungkin didapat bila pola pikir kita tidak miskin. Pengemis kini menjadi salah satu profesi yang menggiurkan. Meski harus menjual harga diri, secara nyata mengemis mendatangkan banyak penghasilan. Bahkan, di sebuah daerah di Jawa Timur terdapat sebuah kampung pengemis yang terdapat rumah-rumah yang bagus dan layak.
Dari mana didapat? Ternyata hasil mengemis. Pernah dalam suatu kesempatan saya mengorek informasi dari seorang pengemis cilik yang mengaku seluruh anggota keluarganya pengemis. Menurutnya, penghasilan total keluarganya yang berjumlah lima orang dari mengemis lebih dari Rp 70 ribu per hari.
Itu jumlah yang tidak sedikit. Mentalitas ala pengemis yang lebih berpikir cari gampangnya saja jelas merupakan masalah pelik yang dihadapi bangsa kita. Oleh sebab itu, bicara tentang pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh siapa pun, termasuk lembaga amil zakat, haruslah mampu mengubah mindset miskin tadi. Bila mindset tersebut tidak berubah, mustahil membuat para mustahik berdaya.
Yang ada hanya membuat mereka menikmati hidup sebagai mustahik. Selamanya menerima, bahkan meminta-minta. Padahal, Rasulullah bersabda: ”Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah”.Potensi zakat nasional di atas kertas sangatlah besar. Bila realitasnya masih belum mampu membuat umat ini berdaya, berarti ada yang salah.
Badan atau lembaga amil zakat yang ada memiliki PR superberat, yaitu menjadikan zakat sebagai solusi problematika umat. Memperbaiki kinerja, membangun, dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap LAZ menjadi bagian dari agenda besar tersebut. Ini bukan hanya menjadi tanggung jawab badan atau lembaga amil zakat. Sinergi dari pemerintah dan masyarakat jelas dibutuhkan.

oleh ; Wahyu Novyan
Alumnus Ilmu Komunikasi FISIP Unair
( dipublikasikan di Hr.Republika, 9 Agustus 2008 )

Kamis, 28 Agustus 2008

PINTU-PINTU MASUKNYA SYETAN

Hati manusia bagaikan benteng sedangkan syetan adalah musuh yang senantiasa mengintai untuk menguasai benteng tersebut. Kita tidak bisa menjaga benteng kalau tidak melindungi atau menjaga/menutup pintu-pintu masuknya syetan ke dalam hati.

Hati manusia bagaikan benteng sedangkan syetan adalah musuh yang senantiasa mengintai untuk menguasai benteng tersebut. Kita tidak bisa menjaga benteng kalau tidak melindungi atau menjaga/menutup pintu-pintu masuknya syetan ke dalam hati. Kalau kita ingin memiliki kemampuan untuk menjaga pintu agar tidak diserbu syetan, kita harus mengetahui pintu-pintu mana saja yang dijadikan syetan sebagai jalan untuk menguasai benteng tsb. Melindungi hati dari gangguan syetan adalah wajib oleh karena itu mengetahui pintu masuknya syetan itu merupakan syarat untuk melindungi hati kita maka kita diwajibkan untuk mengetahui pintu-pintu mana saja yang dijadikan jalan untuk menguasi hati manusia.

Pintu tempat masuknya syetan adalah semua sifat kemanusiaan manusia yang tidak baik. Berarti pintu yang akan dimasuki syetan sebenrnya sangat banyak, Namun kita akan membahas pintu-pintu utama yang dijadikan prioritas oleh syetan untuk masuk menguasai manusia. Di antara pintu-pintu besar yang akan dimasuki syetan itu adalah:

1. Marah

Marah adalah kalahnya tentara akal oleh tentara syetan. Bila manusia marah maka syetan bisa mempermainkannya seperti anak-anak mempermainkan kelereng atau bola. Orang marah adalah orang yang sangat lemah di hadapan syetan.

2. Hasad

Manusia bila hasud dan tamak menginginkan sesuatu dar orang lain maka ia akan menjadi buta. Rasulullah bersabda:” Cintamu terhadap sesuatu bisa menjadikanmu buta dan tuli” Mata yang bisa mengenali pintu masuknya syetan akan menjadi buta bila ditutupi oleh sifat hasad dan ketamakan sehingga tidak melihat. Saat itulah syetan mendapatkan kesempatan untuk masuk ke hati manusia sehingga orang itu mengejar untuk menuruti syahwatnya walaupun jahat.

3. Perut kenyang

Rasa kenyang menguatkan syahwat yang menjadi senjata syetan. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Iblis pernah menampakkan diri di hadapan Nabi Yahya bin Zakariyya a.s. Beliau melihat pada syetan beberapa belenggu dan gantungan pemberat untuk segala sesuatu seraya bertanya. Wahai iblis belenggu dan pemberat apa ini? Syetan menjawab: Ini adalah syahwat yang aku gunakan untuk menggoda anak cucu Adam.Yahya bertanya: Apa hubungannya pemberat ini dengan manusia ? Syetan menjawab: Bila kamu kenyang maka aku beri pemberat sehingga engkau enggan untuk sholat dan dzikir. Yahya bertanya lagi: Apa lainnya? Tidak ada! Jawab syetan. Kemudian Nabi Yahya berkata:
Demi Allah aku tidak akan mengenyangkan perutku dengan makanan selamanya.
Iblis berkata. Demi Allah saya tidak akan memberi nasehat pada orang muslim selamanya.
Kebanyakan makan mengakibatkan munculnya enam hal tercela:
・ Menghilangkan rasa takut kepada Allah dari hatinya.
・ Menghilangkan rasa kasih sayang kepada makhluk lain karena ia mengira bahwa semua makhluk sama kenyangnya dengan dirinya.
・ Mengganggu ketaatan kepada Allah
・ Bila mendengarkan ucapan hikmah ia tidak mendapatkan kelembutan
・ Bila ia bicara tentang ilmu maka pembicaraannya tidak bisa menembus hati manusia.
・ Akan terkena banyak penyakit jasmani dan rohani

4. Cinta perhiasan dan perabotan rumah tangga

Bila syetan melihat hati orang yang sangat mencintai perhiasan dan perabotan rumah tangga maka iblis bertelur dan beranak dan menggodanya untuk terus berusaha melengkapi dan membaguskan semua perabotan rumahnya, menghiasi temboknya, langit-langitnya dst. Akibatnya umurnya habis disibukkan dengan perabotan rumah tangga dan melupakan dzikir kepada Allah.

5. Tergesa-gesa dan tidak melakukan receck

Rasulullah pernah bersabda: Tergesa-gesa termasuk perbuatan syetan dan hati-hati adalah dari Allah SWT. Allah berfirman: ”Manusia diciptakan tergesa-gesa” dalam ayat lain dditegaskan: “Sesungguhnya manusia itu sangat tergesa-gesa. Mengapa kita edilarang tergesa-gesa? Semua perbuatan harus dilakukan dengan pengetahuan dan penglihatan mata hati. Penglihatan hata hati membutuhkan perenungan dan ketenangan. Sedangkan tergesa-gesa menghalangi itu semua. Ketika manusia tergesa-gesa dalam melakukan kewajiban maka syetan menebarkan kejahatannya dalam diri manusia tanpa disadari.

6. Mencintai harta

Kecintaan terhadap uang dan semua bentuk harta akan menjadi alat hebat bagi syetan. Bila orang memiliki kecintaan kuat terhadap harta maka hatinya akan kosong. Kalau dia mendapatkan uang sebanyak satu juta di jalan maka akan muncul dari harta itu sepuluh syahwat dan setiap syahwat membutuhkan satu juta. Demikianlah orang yang punya harta akan merasa kurang dan menginginkan tambahan lebih banyak lagi.

7. Ta’assub bermadzhab dan meremehkan kelompok lain.

Orang yang ta’assub dan memiliki anggapan bahwa kelompok lain salah sangat berbahaya. Orang yang demikian akan banyak mencaci maki orang lain.
Meremehkan dan mencaci maki termasuk sifat binatang buas. Bila syetan menghiasi pada manusia bahwa taassub itu seakan-akan baik dan hak dalam diri orang itu maka ia semakin senang untuk menyalahkan orang lain dan menjelekkannya.

8. Kikir dan takut miskin.

Sifat kikir ini mencegah seseorang untuk memberikan infaq atau sedekah dan selalu menyeru untuk menumpuk harta kekayaan dan siksa yang pedih adalah janji orang yang menumpuk harta kekayaan tanpa memberikan haknya kepada fakir miskin. Khaitsamah bin Abdur Rahman pernah berkata: Sesungguhnya syaitan berkata: Anak cucu Adam tidak akan mengalahkanku dalama tiga hal perintahku: Aku perintahkan untuk mengambil harta dengan tanpa hak, menginfakkannya dengan tanpa hak dan menghalanginya dar hak kewajibannya (zakat).

Sufyan berkata: Syetan tidak mempunyai senjata sehebat senjata rasa takutnya manusia dari kemiskinan. Apabila ia menerima sifat ini maka ia mengambil harta tanpa hak dan menghalanginya dari kewajiban zakatnya.

9. Memikirkan Dzat Allah

Orang yang memikirkan dzat Allah tidak akan sampai kepada apa yang diinginkannya ia akan tersesat karena akal manusia tidak akan sampai kesana. Ketika memikirkan dzat Allah ia akan terpeleset pada kesyirikan.

10. Suudzon terhadap orang Islam ghibah.

Allah berfirman dalam Surat Al Hujuroot 12 sbb.:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Rasulullah pernah bersabda: Jauhillah tempat-tempat yang bisa memunculkan prasangka buruk.

Kalau ada orang yang selalu suudzdzon dan selalu mencari cela orang lain maka sebenarnya ia adalah orang yang batinnya rusak. Orang mukmin senantiasa mencari maaf dan ampunan atetpi orang munafik selalu mencari cela orang lain.

Itulah sebagian pintu-pintu masuknya syetan untuk menguasai benteng hatinya.
Kalau kita teliti secara mendetail kita pasti tidak akan mempu menghitus semua pintu masuknya syetan ke dalam hati manusia

Sekarang bagiamana solusi dari hal ini? Apakah cukup dengan zikrullah dan mengucapkan “Laa haula wa laa quwwata illa billah”? ketahuilah bahwa upaya untuk membentengi hati dari masuknya serbuan syetaan adalah dengan menutup semua pintu masuknya syetan dengan membersihkan hati kita dari sifat-sifat tercela yang disebutkan di atas. Bila kita bisa memutuskan akar semua sifat tercela maka syetan mendapatkan berbagai halangan untuk memasukinya ia tidak bisa menembus ke dalam karena zikrullah. Namun perlu diketahui bahwa zikir tidak akan kokh di hati selagi hati belum dipenuhi dengan ketakwaan dan dijauhkan dari sifat-sifat tercela. Bila orang yang hatinya mamsih diliputi oleh akhlak tercela maka zikrullah hanyalah omongan jiwa yang tidak menguasai hati dan tidak akan mampu menolak kehadiran syetan. Oleh sebab itu Allah berfirman:

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. ( Al A’raaf 201)

Perumpamaan syetan adalah bagaikan anjing lapar yang mendekati anda. Bila anda tidak memiliki roti atau daging pasti ia akan meninggalkanmu walaupun Cuma menghardiknya dengan ucapan kaita. Tapi bila di tangan kita ada daging maka ia tidak akan pergi dari kita walaupun kita sudah berteriak ia ingin merebut daging dari kita. Demikian juga hati bila tidak memiliki makanan syetan akan pergi hanya dengan dzikrullah. Syahwat bila menguasi hati maka ia akan mengusir dzikrullah dari hati ke pinggirnya saja dan tidak bisa merasuk dalam relung hati. Sedangkan orang-orang muttaqin yang terlepas dari hawa nafsu dan sifat-sifat tercela maka ia akan dimasuki syetan bukan karena syahwat tapi karena kelalaian daari dzikrullah apabila ia kembali berdzikir maka syetan langsusng. Inilah yang ditegaskan firman Allah dalam ayat sebelumnya:

Artinya: Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. ( Al A’roof ayat 200)

Dalam ayat lain disebutkan:

Artinya: Apabila kamu membaca Al Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Sesungguhnya syaitan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah. (An Nahl 98-100)

Mengapa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Bila Umar ra. Melewati suatu lereng maka syetan mengambil lereng selain yang dilewati Umar.”? Karena Umar memiliki hati yang bersih dari sifat-sifat tercela sehingga syetan tidak bisa mendekat. Kendatipun hati berusaha menjauhkan diri dari syetan dengan dzikrullah tapi mustahil syetan akan menjauh dari kita bila kita belum membersihkan diri dari tempat yang disukai syetan yaitu syahwat, seperti orang yang meminum obat sebelum melindungi dir dari penyakit dan perut masih disibukkan dengan makanan yang kerasa dicerna. Taqwa adalah perlindungan hati dari syahwat dan nafsu apabila zikrullah masuk kedalam hati yang kosong dari zikir maka syetan mendesak mamsuk seperti masuknya penyakit bersamaan dengan dimakannya obat dalam perut yang masih kosong.
Allab SWT berfirman :

Artinya: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. (Qoof 37)

Oleh Dr.H. Achmad Satori

Leadership of Muhammad

Dalam wacana dan spiritualitas Islam, Nabi Muhammad SAW memiliki kedudukan yang begitu signifikan. Dia menempati posisi barzakh (penengah) antara Allah SWT dengan alam semesta, terutama umat manusia. Sehubungan dengan Allah SWT, dialah sosok tokoh yang sedemikian kontemplatif, sedemikian akrab dengan-Nya.
Sementara berkaitan dengan umat manusia, dia mementaskan peran yang amat kombatif dan konstruktif demi tergelarnya kehidupan yang bersih serta berperadaban.

Di keheningan jiwa Nabi Muhammad SAW, terbuntal nilai-nilai transendental yang tak terbantahkan oleh kalangan spiritualis mana pun. Sedangkan pada manifestasi hidupnya yang wadag di tengah kehidupan horizontal, dia tidak pernah lelah menyembulkan perilaku-perilaku humanis-altruistik: cinta, kasih sayang, penghormatan, keadilan, kejujuran, dan amanah adalah segepok permata yang mengganduli sekujur hidupnya, mulai awal hingga ujung umurnya. Dia, sebagaimana diungkap Frithjof Schuon, adalah perwujudan kedamaian, kemurahan hati, dan kekuatan.

Dialah equilibrium yang final: keberpihakannya pada hukum-hukum Allah SWT tidak membuatnya keras hati dan kasar terhadap sesama, tapi sepenuhnya dibungkus oleh jiwa besarnya yang di kalangan sahabat-sahabatnya sendiri pun bahkan dinilai terlampau manusiawi. Dialah manusia langit sekaligus manusia bumi: sesosok personifikasi yang secara maksimal mewadahi kepentingan-kepentingan dunia dan akhirat umat manusia.

Dengan demikian, memperingati hari kelahirannya (mawlid) secara ideal berarti berupaya memungut kembali jejak-jejak teladan yang telah banyak tertimbun oleh busa-busa sejarah dan lipatan-lipatan angkara murka. Mengenang hari kelahirannya juga berarti berjerih payah memasuki kedalaman diri yang suci untuk kemudian keluar dengan pengejawantahan hidup yang baru, mulia, dan bestari.

Dari Penguasa ke Pemimpin

Di tengah berlangsungnya sistem sosial yang carut-marut di negeri ini dalam tempo yang cukup lama, memperingati Maulid Nabi Muhammad dalam pengertian yang luas secara substansial dan penuh kesungguhan betul-betul merupakan suatu tuntutan moral yang tak terelakkan. Setidaknya kalau bangsa ini memiliki kesadaran dan kesiapan untuk tidak terus memasuki jurang malapetaka yang semakin hari semakin kelam.

Bukan tanpa alasan, bangsa yang dulu dibangun Nabi Muhammad semula adalah satuan kafilah-kafilah yang jauh lebih brengsek dan biadab dibandingkan bangsa Indonesia hari ini.
Dengan demikian, bukanlah merupakan hal yang mustahil bahwa dengan meneladani esensi dan pola-pola kepemimpinan Nabi Muhammad yang penuh kearifan serta ketulusan, bangsa Indonesia akan segera sanggup keluar dari rentetan episode kemurungan yang diciptakan sendiri.

Dalam konteks ini, tentu saja yang kali pertama ditagih dan dituntut untuk mengimplementasikan pola-pola dan sistem kepemimpinan Nabi Muhammad adalah para penguasa di negeri ini, mulai pucuk yang teratas hingga yang terbawah, mulai presiden hingga kepala rumah tangga. Kepedulian yang serentak dan holistik dari segenap penguasa di negeri ini untuk menerapkan kepemimpinan yang ideal itu merupakan suatu hal yang niscaya, tidak boleh ditawar-tawar, minimal kalau mereka menyadari bahwa tanggung jawab sosial yang berat di negeri ini sepenuhnya bergelayut di depan hidung mereka.

Penguasa dan pemimpin: meski bisa saja berada pada jenjang yang sama atau malah tunggal, keduanya mengacu pada konotasi yang berbeda, bahkan pada satu atau dua hal tertentu bisa saja berlawanan. Penguasa adalah prototipe pemintasan sekian ambisi untuk meraih kepentingan-kepentingan yang, baik langsung maupun tidak, pada akhirnya dihalau untuk bermuara terhadap dirinya sendiri. Bisa berupa kekayaan-kekayaan duniawi, bisa juga berupa sanjungan serta tepuk tangan. Untuk mendapuk "prestasi sekaligus prestise" yang oleh kebanyakan mereka dianggap sebagai cita-cita ideal itu.

Mereka sering menjadikan rakyat kecil (grass root) sebagai modal utama yang ujung-ujungnya setelah ambisi mereka tercapai dijadikan tumpuan dari segenap kebohongan mereka. Karena itu, sepanjang terlontar dari mulut mereka, adegium berikut ini sama sekali tidaklah berlaku: vox populi vox dei, suara rakyat merupakan representasi suara Tuhan.

Sedangkan seorang pemimpin adalah yang mengorientasikan seluruh dedikasi dan perjuangannya semata untuk kemajuan serta kesejahteraan rakyat. Dengan sadar dan khidmat, dia sanggup memerankan diri secara total dan tulus sebagai abdi rakyat, bukan penguasa yang setiap saat selalu merasa kuat untuk menelikung dan mengisap nasib rakyatnya.

Dalam ruang lingkup pemahaman dan paradigma ini, transformasi dari kepengusaan ke kepemimpinan merupakan suatu keharusan yang mesti diejawantahkan oleh siapa pun yang telah dipercaya rakyat untuk memandu perjalanan negeri ini. Para penguasa harus memasuki ruang pertobatan masing-masing untuk kemudian menjelmakan diri mereka sebagai para pemimpin dengan terutama mengacu pada nilai-nilai kepemimpinan yang telah diteladankan Nabi Muhammad.

Pemimpin Simpatik

Kepemimpinan yang diejawantahkan dan diwariskan Nabi Muhammad kepada orang-orang sesudahnya adalah kepemimpinan yang penuh simpatik. Dengan kalimat lain, dia tidak pernah secuil pun bertindak dengan mengatasnamakan umatnya demi hajatnya sendiri. Tapi, seluruh yang dimiliki dia tumpahkan dengan penuh kasih sayang terhadap umatnya, terutama dari kalangan mereka yang malang dan papa.

Sebagai pemimpin, keberpihakan Nabi Muhammad kepada umatnya betul-betul ditumpahkan secara lahir dan batin. Artinya, dia tidak hanya memikirkan dan berupaya menyejahterakan umatnya secara fisikal atau lahiriah belaka. Tapi, yang terutama lebih ditekankan kali pertama adalah hegenisasi spiritual atau batiniah yang merupakan fondasi paling kukuh bagi tegaknya esensialitas kebahagiaan umatnya.

Dalam melaksanakan model kepemimpinan yang komprehensif itu, umat manusia di sekelilingnya betul-betul merupakan tumpuan perhatian Nabi Muhammad. Suka dan derita mereka adalah suka dan deritanya juga. Antara dia dengan umatnya laksana satu tubuh yang tunggal rasa dan tunggal nasib.

Karena itu, di mana pun dia berada di kalangan umatnya, dia senantiasa menampakkan sikapnya yang sedemikian egaliter dan familier. "Aku juga manusia sebagaimana kalian semua" merupakan ungkapannya yang populer karena sering diulang-ulang demi tergelarnya kehidupan yang berasas kesamarataan dan kesamarasaan.

Model kepemimpinan semacam itu membuatnya senantiasa merasa aman dari kemungkinan munculnya gangguan dari kalangan umatnya. Lantaran itu, ke mana pun dia pergi, tidak pernah terlintas di benaknya untuk menggempalkan para bodyguard dan barisan preman yang akan menjaganya.

Andaikan para penguasa di negeri ini betul-betul bekerja keras untuk menerapkan model kepemimpinan Nabi Muhammad, niscaya krisis multidimensi yang mendera negeri ini segera hengkang ke dalam kekelaman sejarah.

Wallahu a’lam bis-sawab.

oleh : Kuswaidi Syafi’ie, dosen tasawuf di PP Universitas Islam Indonesia

CIRI-CIRI PEMIMPIN DALAM ISLAM

Tanpa terasa, waktu terus berlalu… ternyata kita sebagai rakyat Aceh sudah hampir dua tahun memilih Gubernur/Wakil Gubernur. Khusus bagi masyarakat Bireuen, sudah setahun lebih dipimpin oleh duet Drs.Nurdin Abdul Rahman / Drs.Busmadar Ismail. Mereka adalah Pemimpin-pemimpin kita. Hasil pilihan kita pada Pilkada beberapa waktu yang lalu.

Tanpa terasa, waktu terus berlalu…. Seakan baru tahun lalu kita disibukkan dengan Pilkada Bupati/Wakil Bupati Bireuen. Hiruk pikuk Pemilihan beberapa waktu yang lalu sudah terasa kembali saat ini, menjelang Pemilu 2009. Seperti yang sudah kita ketahui, pada Pemilu 2009 kita sebagai rakyat akan didaulat kembali untuk datang ke TPS-TPS terdekat untuk menggunakan hak pilih kita.
Lagi-lagi kita diminta memilih…..

Nah, apa yang akan kita pilih…? Sejak sekarang sudah disodorkan kepada kita nama-nama Calon Anggota Dewan yang harus kita pilih pada 9 April 2009. Nama-nama tersebut akan diumumkan oleh KIP Aceh dan KIP Kabupaten/Kota tidak lama lagi.
Silahkan Anda lihat….siapa-siapa saja mereka ? Kemudian ada beberapa bulan kesempatan Anda untuk berpikir untuk menentukan pilihan… pakai hati nurani, jangan karena terpaksa walaupun ada paksaan…
Silahkan Anda pakai kriteria-kriteria tertentu, namun satu hal, jangan Anda kesampingkan kriteria utama sebagaimana diajarkan dalam agama kita, Islam.

Pemimpin yang baik adalah yang tidak meminta untuk dipilih akan tetapi diminta oleh masyakat untuk dipilih menjadi pemimpin. Ibnu Qayyim berkata "boleh memberikan jabatan dan kedudukan kepada orang yang memintanya jika dia memiliki kemampuan untuk posisi itu".

Boleh diberikan jabatan bagi yang meminta, jika yang meminta memenuhi tiga syarat berikut:
1. Ikhlas dan loyalitasnya serta pengalaman yang panjang.
2. Memiliki amanah dan mampu mengemban jabatan itu.
3. Memiliki keunggulan dari yang lainnya.

Pemimpin adalah seorang pengembala yang menuntun gembalanya dari depan bukan menghalaunya dari belakang.Ketika Imam Amad ditanya tentang dua orang yang menjadi pemimpin dalam peperangan, salah seorang dari keduanya kuat namun berlaku maksiat, sedangkan yang satu lagi seorang yang shaleh tapi lemah.

Mana diantara keduanya yang akan ditugaskan untuk memimpin peperangan? Maka berkatalah Imam Ahmad, orang yang bermaksiat namun kuat.

Kekuatanya sangat berguna bagi kaum muslimin, sedangkan maksiatnya berbahaya bagi diri sendirinya. Sedangkan orang yang shaleh namun lemah, kesalehannya hanya untuk dirinya sendiri, dan kelemahannya akan menjadi beban bagi kaum muslimin. Maka pasukan hendaklah diberangkatkan di bawah kepemimpinan orang yang kuat meski dia maksiat.

Dr.Thariq Muhammad as Suwwecv waidan menulis dalam bukunya "Sukses menjadi pemimpim Islam" Seseorang yang menjadi pemimpin haruslah memenuhi enam(6) persyaratan, yaitu:

1. Mempunyai kekuatan
Kekuatan yang dimaksudkan disini adalah kemampuan dan kapabilitas serta kecerdasan dalam menunaikan tugas-tugas.
Ibnu Taimiyah berkata,"Sesungguhnya kekuatan dalam setiap pekerjaan memiliki standarnya sendiri.

2. Amanah.
Yang dimaksud dengan amanah disini adalah kejujuran, dan kontrol yang baik.

3. Adanya kepekaan nurani yang dengannya diukur hak-hak yang ada.

4. Profesional
Hendaklah dia menunaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan padanya dengan tekun dan profesional.

5. Tidak mengambil kesempatan dari posisi atau jabatan yang sedang didudukinya.

6. Menempatkan orang yang paling cocok dan pantas pada satu-satu jabatan.

Dari beberapa keterangan yang pengasuh baca tidak ada yang secara jelas menerangkan boleh tidaknya orang yang berpenyakit yang tidak sembuh lagi untuk menjadi pemimpin.Maka dari itu orang berpenyakit yang tidak bisa sembuh pada kebiasaan bisa dipilih menjadi pemimpin asalkan beberapa syarat diatas terpenuhi padanya.

Para ahli hukum agama sangat senang pada setiap waktu shalat berjamaah apabila ada orang yang bersedia menjadi Imam shalat karena menjadi Imam sangat banyak aspek yang perlu kita jaga dan pelihara baik dengan Allah yang kita sembah ataupun dengan makmum yang menjadi pengikut kita.
Pada saat sekarang ini sangat sulit mencari Imam/pemimpin yang menyamai imam/pemimpin pada masa sahabat dan tabi'-tabi'n.

Keterangan dalam kitab Al-Bajuri juz I, hal 193 s/d 200. Syarat untuk menjadi Imam bagi shalat fardhu antara lain harus orang yang bacaan alqur'annya bagus, orang yang sudah baliq, qari dan lain-lain.
Keterangan dalam kitab Qulyubi juz I, hal 235 "Kesimpulan pembahasan yang telah lalu, dasar pendapat yang muktamat, Imam shalat yang terbaik adalah orang yang adil, ahli fiqih, qari.....maka yang bagus suara dan yang manis wajahnya".

Keterangan diatas menunjuki orang berpenyakit yang tidak sembuh lagi menurut kebiasaan tidak menjadi halangan sebagai Imam shalat asalkan memenuhi persyaratan menjadi Imam shalat. Dan kalau ada orang lain yang lebih sempurna akan lebih baik orang sempurnalah yang menjadi Imam karena untuk menjaga kekhusyukan makmum dalam beribadah.

Demikianlah sedikit info untuk Anda, semoga tidak memilih Pemimpin yang salah.

Salam,
mukhlis aminullah
Ketua LSM LEPOE-MAT

Senin, 25 Agustus 2008

GOOD GOVERNANCE

Definisi Good Governance

Sejak tumbangnya rezim Orde Baru dan digantikan dengan gerakan reformasi, istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap event atau peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan, istilah ini tak pernah ketinggalan. Bahkan dalam pidato-pidato, pejabat negara sering mengutip kata-kata di atas. Pendeknya Good Governance telah menjadi wacana yang kian popular di tengah masyarakat.
Meskipun kata Good Governance sering disebut pada berbagai event dan peristiwa oleh berbagai kalangan, pengertian Good Governance bisa berlainan antara satu dengan yang lain. Ada sebagian kalangan mengartikan Good Governance sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan suatu negara, perusahaan atau organisasial masyarakat yang memenuhi prasyarat-prasyarat tertentu. Sebagian kalangan lain ada yang mengartikan good governance sebagai penerjemahan konkret demokrasi dengan meniscayakan adanya civic culture sebagai penopang sustanaibilitas demokrasi itu sendiri.
Masih banyak lagi ‘tafsir’ Good Governance yang diberikan oleh berbagai pihak. Seperti yang didefinikan oleh World Bank sebagai berikut: Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Namun untuk ringkasnya Good Governance pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good Governance.

Prinsip-prinsip Good Governance

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:
1. Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2. Tegaknya Supremasi Hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
3. Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
4. Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
5. Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
7. Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
8. Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
9. Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

Pilar-pilar Good Governance

Good Governance hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut :
1. Negara
a. Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil
b. Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
c. Menyediakan public service yang efektif dan accountable
d. Menegakkan HAM
e. Melindungi lingkungan hidup
f. Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik
2. Sektor Swasta
a. Menjalankan industri
b. Menciptakan lapangan kerja c. Menyediakan insentif bagi karyawan
d. Meningkatkan standar hidup masyarakat
e. Memelihara lingkungan hidup
f. Menaati peraturan
g. Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada masyarakat
h. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM
3. Masyarakat Madani
a. Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi
b. Mempengaruhi kebijakan publik
c. Sebagai sarana cheks and balances pemerintah
d. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
e. Mengembangkan SDM
f. Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat

Agenda Good Governance

Good Governance sebagai suatu gerakan adalah segala daya upaya untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik. Oleh karena itu gerakan good governance harus memiliki agenda yang jelas tentang apa yang mesti dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai. Untuk kasus Indonesia, agenda good governance harus disesuaikan dengan kondisi riil bangsa saat ini, yang meliputi:
1. Agenda Politik
Masalah politik seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya adalah acuan konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang melanda bangsa Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistim politik yang kurang demokratis. Oleh karena itu perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut masalah-masalah penting seperti:
a. Amandemen UUD 1945 Sebagai sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan, amandemen UUD 1945 harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance seperti pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia.
b. Perubahan Undang-Undang Politik dan Undang-Undang Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.
c. Reformasi agraria dan perburuhan
d. Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI
e. Penegakan supremasi hukum
2. Agenda Ekonomi
Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Untuk kasus Indonesia, permasalahan krisis ekonomi ini telah berlarut-larut dan belum ada tanda-tanda akan segera berakhir. Kondisi demikian ini tidak boleh dibiarkan berlanjut dan harus segera ada percepatan pemulihan ekonomi. Mengingat begitu banyak permasalahan ekonomi di Indonesia, perlu dilakukan prioritas-priotitas kebijakan. Prioritas yang paling mendesak untuk pemulihan ekonomi saat ini antara lain:
a. Agenda Ekonomi Teknis
Otonomi Daerah. Pemerintah dan rakyat Indonesia telah membuat keputusan politik untuk menjalankan otonomi daerah yang esensinya untuk memberikan keadilan, kepastian dan kewenangan yang optimal dalam pengelolaan sumber daya daerah guna memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya. Agar pelaksanaan otonomi daerah ini berjalan tanpa gejolak dibutuhkan serangkaian persiapan dalam bentuk strategi, kebijakan program dan persiapan institusi di tingkat pusat dan daerah.
Sektor Keuangan dan Perbankan. Permasalahan terbesar sektor keuangan saat ini adalah melakukan segala upaya untuk mengembalikan fungsi sektor perbankan sebagai intermediasi,serta upaya mempercepat kerja BPPN. Hal penting yang harus dilakukan antara lain pertama; tidak adanya dikhotomi antara bankir nasional dan bankir asing, lebih diperlukan kinerja yang tinggi, tidak peduli apakah hal itu dihasilkan oleh bankir nasional ataupun asing. Kedua, perlu lebih mendorong dilakukannya merger atau akuisisi, baik di bank BUMN maupun swasta. Ketiga, pencabutan blanket guarantee perlu dipercepat, namun dilakukan secara bertahap. Keempat, mendorong pasar modal dan mendorong independensi pengawasan (Bapepam). Kelima, perlunya penegasan komitmen pemerintah dalam hal kinerja BPPN khususnya dalam pelepasan aset dalam waktu cepat atau sebaliknya.
Kemiskinan dan Ekonomi Rakyat. Pemulihan ekonomi harus betul-betul dirasakan oleh rakyat kebanyakan. Hal ini praktis menjadi prasarat mutlak untuk membantu penguatan legitimasi pemerintah, yang pada giliranya merupakan bekal berharga bagi percepatan proses pembaharuan yang komprehensif menuju Indonesia baru.
b. Agenda Pengembalian Kepercayaan
Hal-hal yang diperlukan untuk mengembalikan atau menaikkan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia adalah kepastian hukum, jaminan keamanan bagi seluruh masyarakat, penegakkan hukum bagi kasus-kasus korupsi, konsistensi dan kejelasan kebijakan pemerintah, integritas dan profesionalisme birokrat, disiplin pemerintah dalam menjalankan program, stabilitas sosial dan politik, dan adanya kepemimpinan nasional yang kuat.
3. Agenda Sosial
Masyarakat yang berdaya, khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat semacam ini akan solid dan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Selain itu masyarakat semacam ini juga akan menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan.
Sebaliknya, pada masyarakat yang masih belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. Salah satu agenda untuk mewujudkan good governance pada masyarakat semacam ini adalah memperbaiki masalah sosial yang sedang dihadapi.
Masalah sosial yang cukup krusial dihadapi bangsa Indonesia akhir-akhir ini adalah konflik yang disertai kekejaman sosial luar biasa yang menghancurkan kemanusiaan dan telah sampai pada titik yang membahayakan kelanjutan kehidupan dalam bentuk kekerasan komunal dan keterbuangan sosial dengan segala variannya. Kasus-kasus seperti pergolakan di Aceh dan Ambon adalah beberapa contoh dari masalah sosial yang harus segera mendapatkan solusi yang memadai.
Oleh karena itu masyarakat bersama pemerintah harus melakukan tindakan pencegahan terhadap daerah lain yang menyimpan potensi konflik. Bentuk pencegahan terhadap kekerasan komunal dapat dilakukan melalui; memberikan santunan terhadap mereka yang terkena korban konflik, mencegah berbagai pertikaian _vertikal maupun horizontal_ yang tidak sehat dan potensial mengorbankan kepentingan bangsa dan mencegah pula segala bentuk anarkhi sosial yang terjadi di masyarakat.
4. Agenda Hukum
Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kekurangan atau kelemahan sistim hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan, good governanance tidak akan berjalan mulus di atas sistim hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.
Sementara itu posisi dan peran hukum di Indonesia tengah berada pada titik nadir, karena hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan. Kenyataan demikian ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.
Untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap hukum dalam rangka mewujudkan good governance diperlukan langkah-langkah kongkret dan sistimatis. Langkah-langkah tersebut adalah:
a. Reformasi Konstitusi Konstitusi merupakan sumber hukum bagi seluruh tata penyelenggaran negara. Untuk menata kembali sistim hukum yang benar perlu diawali dari penataan konstitusi yang oleh banyak kalangan masih banyak mengandung celah kelemahan.
b. Penegakan Hukum Syarat mutlak pemulihan pepercayaan rakyat terhadap hukum adalah penegakan hukum. Reformasi di bidang penegakkan hukum yang bersifat strategis dan mendesak untuk dilakukan adalah; pertama, reformasi Mahkamah Agung dengan memperbaiki sistim rekrutmen (pengangkatan), pemberhentian, pengawasan dan penindakan yang lebh menekankan aspek transparansi dan partisipasi masyarakat. Perbaikan sebagaimana tersebut di atas harus dilakukan oleh Komisi Yudisial Independen yang anggotanya terdiri dari mantan hakim agung, kalangan prakatisi hukum, akademisi/cendekiawan hukum dan tokoh masyarakat. Kedua, reformasi Kejaksaan. Untuk memulihkan kinerja kejaksaan saat ini khususnya dalam menangani kasus-kasus KKN dan pelanggaran HAM, perlu dilakukan fit and proper test terhadap Jaksa Agung dan pembantunya sampai eselon II untuk menjamin integritas pribadai yang bersangkutan. Selain itu untuk mengawasi kinerja kejaksaan perlu dibentuk sebuah komisi Independen Pengawas Kejaksaan.
c. Pemberantasan KKN KKN merupakan penyebab utama dari tidak berfungsinya hukum di Indonesia. Untuk memberantas KKN diperlukan setidaknya dua cara; pertama dengan cara mencegah (preventif) dan kedua, upaya penanggulangan (represif). Upaya pencegahan dilakukan dengan cara memberi jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open government) dengan memberikan jaminan kepada hak publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara memadai.
Sedangkan upaya penanggulangan (setelah korupsi muncul) dapat diatasi dengan mempercepat pembentukan Badan Independen Anti Korupsi yang berfungsi melakukan penyidikan dan penuntutan kasus-kasus korupsi, memperkenalkan hakim-hakim khusus yang diangkat khusus untuk kasus korupsi (hakim ad hock) dan memperlakukan asas pembuktian terbalik secara penuh.
d. Sumbangan Hukum dalam Mencegah dan Menanggulangi Disintegrasi Bangsa Pengakuan identitas terhadap nilai-nilai lokal, pemberian kewenangan dan representasi yang lebih luas kepada daerah, pemberdayaan kemampuan masyarakat dan akses pengelolaan terhadap sumber daya alam lokal menjadi isu penting yang sangat stategis di dalam menciptakan integritas sosial, karena selama lebih dari tiga dekade masyarakat selalu ditempatkan sebagai obyek, tidak diakui berbagai eksistensinya dan diperlakukan tidak adil. Akumulasi dari permasalahan tersebut akhirnya menciptakan potensi yang sangat signifikan bagi proses disintegrasi.
e. Pengakuan Terhadap Hukum Adat dan Hak Ekonomi Masyarakat Untuk menjamin hak-hak masyarakat hukum adat, maka diperlukan proses percepatan di dalam menentukan wilayah hak ulayat adat secara partisipatif. Dengan begitu rakyat akan mendapatkan jaminan di dalam menguasai tanah ulayat adat mereka dan juga akses untuk mengelola sumber daya alam di lingkungan dan milik mereka sendiri.
f. Pemberdayaan Eksekutif, Legislatif dan Peradilan Untuk lebih meningkatkan representasi kepentingan daerah di tingkat nasional, perlu dilakukan rekomposisi keanggotaan utusan daerah, di mana keterwakilan rakyat di daerah secara kongkret diakomodasi melalui pemilihan anggota utusan daerah secara langsung oleh rakyat. Sistim pemilihan langsung juga dilakukan untuk para pejabat publik di daerah khususnya gubernur, bupati/walikota.
Penerapan penegak hukum harus dilakukan secara kontekstual dengan menggunakan kebijakan ‘selektive enforcement’ sehingga keadilan memang berasal dari rasa keadilan yang hidup di masyarakat.

(sumber : www.mti.or.id)