Kamis, 16 Oktober 2008

"MENYIKAPI MUSIBAH"

Lebaran kali ini terasa lebih meriah daripada Lebaran tahun lalu. Saya merasakan perbedaan itu. Orang lalu lalang di jalan raya dengan bermacam model kenderaan bermotor keluaran terbaru, menjadi bukti sahih keramaian itu... Namun sangat disayangkan pada saat orang lain memeriahkan Hari Raya dengan kusyuk dan ikhlas, ternyata dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk berbuat curang menganiaya orang lain.
Sebagian Perampok menggunakan moment Lebaran untuk mencari mangsanya. Begitu juga dengan Maling, tidak menyia-nyiakan kesempatan. Paman saya kehilangan sepeda motornya di teras rumahnya. Padahal ybs hanya sebentar masuk ke dalam rumah untuk mengganti pakaian. Begitu juga tetangga saya di Pulo Kiton, kehilangan 2 (dua) sepeda motor sekaligus. Benar-benar mereka tidak bernasib baik.
Sebagai saudara dan tetangga, kami hanya bisa menghibur dan menganjurkan agar mereka sgera melapor kepada aparat yang berwajib.
Namun disatu sisi, mereka (dan kita) harus mengambil hikmah dari kejadian itu. Mungkin sepeda motor tersebut bukannya rezeki mereka. Dan anggaplah hal itu suatu musibah dan merupakan "peringatan" dari Allah SWT kapada kita
Bencana atau musibah pada hakikatnya adalah cobaan dan ujian dari Allah kepada manusia. Hampir tak ada manusia yang terbebas dari ujian itu. Rasulullah Muhammad SAW sebagai manusia yang maksum juga mengalaminya. Khalifah Umar bin Khattab mengiaskan musibah sebagai gelombang di tengah lautan yang tidak mungkin dihilangkan. Manusia wajib berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan diri dan bahteranya dari gelombang yang mengintai setiap saat.

'Setiap musibah menimpaku, terdapat tiga kenikmatan” kata Khalifah Umar.
Pertama, musibah itu tidak menggoyahkan iman dan agamaku.
Kedua, musibah itu tidak lebih besar daripada apa yang memang telah ditentukan Allah.
Ketiga, Allah menjanjikan pahala besar bagi yang sabar tatkala tertimpa musibah.
Dalam setiap musibah (jiwa/harta) selalu terselip nikmat dan hikmah. Bila mau berpikir dan hati dekat dengan petunjuk Allah, maka kita akan selalu berprasangka baik terhadap Sang Pencipta. Musibah yang harus dihindari adalah bila menyangkut urusan agama. Terhadap yang satu ini tiada pelipur lara dan ucapan belasungkawa. Hanya satu jalan keluarnya yaitu bertobat dan kembali kepada Allah.

Ibnul Qayyim memberikan kiat agar kita merasa ringan ketika mengalami musibah yaitu mempercayai qadha dan qadar (keputusan dan ketentuan Allah), meyakini bahwa musibah yang menimpa tidak sebanding dengan apa yang telah diberikan Allah kepada kita, dan terakhir menghibur diri dengan mengkaji musibah orang lain yang mungkin lebih berat. Hanya sabar dan mengembalikan segalanya kepada Allah-lah yang bakal menguatkan lahir-batin seseorang manakala tertimpa musibah. Tiada Tuhan selain Allah, Esa, tidak bersekutu, bagi-Nya kerajaan dan segala puji, Dia-lah Zat yang menghidupkan dan yang mematikan serta yang berkuasa atas segala sesuatu, demikian wirid yang dianjurkan untuk diamalkan oleh setiap muslim yang tertimpa musibah.

Allah mendidik hati hamba-Nya dengan musibah, agar terpacu kadar ketakwaan kepada-Nya. Musibah itu bisa saja menimpa diri kita, saudara kita, tetangga kita, dan seterusnya. Dan bila musibah itu menimpa orang lain, maka apakah kita mau mengulurkan tangan untuk membantu saudara-saudara kita atau tidak, itu juga merupakan ujian bagi kita, barometer buat mengukur ketakwaan dan keimanan kita