Sabtu, 07 Februari 2009

OBAMA DAN HUBUNGAN AS DENGAN INDONESIA


Banyak sekali topik hangat yang amat pantas kita bincangkan hari ini...Dunia Kriminal diwakili oleh ekses dari meninggalnya Ketua DPRD Privinsi Sumut, Abdul Aziz Angkat beberapa hari yang lalu. Kapolri akhirnya 'mencopot' beberapa Perwira dari jabatannya di Sumut, termasuk Kapoldasu.....(tentu tidak berhenti hanya disana, kasus tsb akan dituntaskan secara hukum).

Topik politik dalam negeri, masih berkisar masalah persiapan Pemilu dan persiapan pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur Jatim terpilih. Masalah Pemilu, beritanya tetap saja tentang berbagai kekurangan KPU....
Topik politik luar negeri....? Nah, ini mungkin lebih menarik minat saya hari ini....
Seputar kunjungan JK ke luar negeri dan juga rencana kedatangan Menlu AS ke Indonesia.

Ketika beberapa orang yang mengatasnamakan diri mantan Alumni ITB mengkritik pemberian Gelar Dr (Hc) kepada Presiden SBY oleh ITB, diseberang lautan malah Wapres JK yang dikalungi bunga dan medali sebagai Dr (Hc) bidang Perdamaian oleh sebuah Universitas terkenal di Jepang....
Tanpa pemberitaan 'miring', JK sudah menjadi Dr (Hc) di Jepang.
Sungguh ironi dan berbanding terbalik dengan apa yang dialami oleh Presiden SBY di negeri sendiri....
Walaupun pada akhirnya Presiden SBY menunda menerima Gelar Dr (Hc) dari ITB, tetap saja kritikan soal kepantasan Gelar tersebut agak salah alamat... Bagaimana tidak..??
Bangsa lain saja (yang lebih maju dari kita), berkenan memberi Gelar yang pantas kepada Wapres Indonesia, anak bangsa sendiri malah mencemo'oh sekalian menolak memberi Gelar yang sama kepada orang yang telah berjasa bagi Republik ini.....
Walaupun bidangnya berbeda, sudah seharusnya kita menyingkirkan ego politik (mungkin saja ego oposisi) dalam menilai kepantasan Gelar Dr (Hc) kepada seorang Pemimpin bangsa yang notabene punya jabatan dan peran lebih tinggi dibandingkan dengan JK...

Memang, pikiran bangsa kita sudah rusak... Independensi ITB dalam pemberian Gelar, dikaitkan dengan suasana panas menjelang Pemilu 2009. Seharusnya para mantan Mahasiswa ITB termasuk yang sudah menjadi Politikus, bisa memilah dengan baik, mana yang murni intelektualitas maupun mana yang jadi 'Pesanan'......

Dr (Hc) adalah harga pantas terhadap komitmen SBY, baik terhadap keberhasilan perdamaian Aceh, maupun terhadap berbagai keberhasilan selama memerintah (keberhasilannya bisa dinilai dari angka2 stasisitik). Terlepas dari berbagai kekurangannya sebagai manusia biasa, tetap saja Gelar Dr (Hc) adalah hak beliau untuk mendapatkann.

Kita beralih ke AS. Wapres JK akan bertemu Wapres AS, Joe Biden, dalam kunjungannya ke Amerika. Suatu kebanggaan adalah ketika JK menjadi Petinggi dari luar pertama yang menjadi tamu Joe Biden. Apresiasi AS terhadap Indonesia bukan hanya ditunjukkan oleh Obama (anak Menteng). Namun juga oleh Wapres dan anggota Kabinetnya.
Betapa tidak...? Menlu Hillary Clinton akan berkunjung ke Indonesia pada tanggal 18 s/d 19 Februari. Amerika dibawah Obama, nampaknya akan memberi perhatian lebih kepada Indonesia. Kunjungan Hillary sendiri akan mengawali kunjungannya ke beberapa negara lainnya di Asia, termasuk Korea Selatan pada tanggal 19 s/d 20 Februari, dilanjutkan ke China pada tanggal 20 s/d 22 Februari 2009.

Seberapa pentingkah kunjungan Hillary ke Indonesia, sehingga menjadi agenda pertamanya di Asia....? Beragam jawaban. Tergantung dari sudut mana kita melihatnya.

Namun, jauh-jauh hari sebelum dilantik jadi Presiden, masyarakat umum di dunia sudah menaruh harapan kepada Obama untuk membawa AS yang lebih toleran kepada bangsa lain. Harapan lain adalah agar pemerintahan dibawah kendali Obama dapat lebih bersahabat dengan dunia Muslim, terutama dengan negara-negara yang selama ini menjadi musuh Goerge W.Bush seperti Iran, Libya dan Suriah. Khusus dengan Indonesia, ada nilai lebihnya. Selain negara kita adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Presiden Obama juga mempunyai kenangan baik tentang masa kecilnya di kawasan Menteng Dalam, Jakarta. Ibaratnya Obama menganggap Indonesia adalah 'negara' keduanya.
Dari sudut pandang kepemimpinan, jelas bahwa AS sangat menghormati Indonesia selama dipimpin Presiden SBY. Dengan cara-cara yang elegan, SBY dapat meyakinkan AS agar mencabut embargo suku cadang terhadap alat-alat meliter kita, 2 tahun yang lalu.
Secara psikologis, Indonesia di bawah Presiden SBY bisa menepatkan diri secara Proporsional dalam berhubungan dengan AS....
Dan, Obama.... sangat mengerti tentang peran itu... dan sebagai Presiden yang terpelajar dan berangkat dari keluarga multi-etnis, Obama sangat faham bagaimana memperlakukan Indonesia dan menempatkan SBY sebagai orang yang dihormati.

Pada masa yang akan datang, kita berharap hubungan baik yang sudah terjalin dapat terus dilanjutkan oleh Presiden Indonesia yang baru. Syukur...bila yang menjadi Presiden adalah SBY, sehingga dalam menata hubungan akan lebih lempang. Dalam hal ini kita tidak harus dan tidak akan men-dewakan AS....Dan kita tetap berpegang teguh pada Pembukaan UUD 1945, yaitu politik luar negeri bebas aktif, menghargai kemerdekaan bangsa lain dan menempatkan diri dalam pergaulan yang wajar di dunia Intenasional.

Mudah-mudahan itikad baik yang mulai ditunjukkan oleh Obama, akan terus berlanjut.

Salam,
mukhis aminullah
Ketua Forum Pemuda Peduli Demokrasi

PEMILU 2009, KLAIM DEMOKRAT & KRITIK MEGAWATI

Dalam sepuluh hari terakhir, suasana politik negara kita sedang memanas atau setidak-tidaknya bisa dikatakan ''menghangat''. Hal itu disebabkan oleh kritikan Megawati kepada Pemerintahan SBY pada acara Silaturrahmi Nasional PDIP di Jawa Tengah. Untuk kesekian kalinya, Bu Mega menyentil SBY. Kali ini beliau mengatakan Pemerintahan sekarang seperti main ''yoyo''. Tahun lalu di Palembang, beliau juga menyentil dengan menyebutkan Pemerintahan sekarang seperti Tarian ''Poco-poco''.
Tidak pernah bosannya Megawati mengkritik SBY.... Dan kritikan beliau dirasakan sungguh berbeda daripada kritikan yang disampaikan oleh Tokoh Nasional yang lain kepada SBY. Hal ini disebabkan beberapa hal, antara lain, bahwa Megawati selalu mengkritik secara tidak sehat alias menjelek-jelekkan tanpa solusi. Selain itu, sudah menjadi rahasia umum, Megawati tidak bertegur sapa dengan Presiden SBY sejak SBY keluar dari Kabinet Gotong Royong tahun 2003..., berlanjut setelah Pemilu 2004. Konon lagi, Megawati kalah telah pada Putaran Kedua Pemilu Presiden bulan September 2004.
Lengkap sudah ''dendam'' politiknya.....

Menjelang Pemilu 2009, suasana perseteruan kembali ''memanas''. Megawati sudah jelas dan sudah diproklamirkan oleh PDIP adalah Bakal Calon Presiden. SBY....??? Walaupun belum sekalipun mengeluarkan pernyataan resmi, namun dapat dipastikan akan maju kembali untuk menuntaskan pekerjaannya yang belum selesai. Hanya saja, Pihak Partai Demokrat belum mendeklarasikan, masih menunggu Hasil Pemilu legislatif April 2009.

Kembali ke perseteruan kedua Pemimpin bangsa tersebut di atas, rasanya kita sebagai rakyat kecil sangat bosan dengan jargon politik yang tidak jelas untungnya bagi iklim perpolitikan di tanah air. Pernyataan-pernyataan mereka malah membingungkan, terutama pernyataan Megawati yang sangat tidak berbobot (untuk orang sekelas mantan Presiden).
Begitu juga dengan reaksi dari SBY, rasanya agak ''berlebihan''. Seharusnya sebagai seorang Presiden yang masih menjabat dan mempunyai legitimasi yang tinggi (konon lagi beliau sangat berwibawa) tidak selayaknya membalas kritikan Megawati...
Dari sudut pandang kami, yang tidak terlalu paham trik-trik politik, Presiden SBY sangat ''gamang'' menghadapi Pemilu 2009.
Buktinya Partai Demokrat sangat gencar mengiklankan keberhasilan Pemerintahan SBY-JK dengan mengedepankan angka-angka stasistik. Partai Demokrat hampir menguasai media secara maksimal.....
Hari-hari kita masyarakat Indonesia dihiasi oleh pernyataan keberhasilan Pemerintah.
Memang, tidak kita pungkiri..... terlepas dari banyaknya kegagalan, kita juga mengakui sebagian keberhasilan Pemerintahan sekarang, dibandingkan apa yang sudah diperbuat oleh Megawati dan Gusdur pada periode sebelumnya. Namun, kita juga akan bosan, bila terus-terusan harus menikmati iklan politik, konon lagi hanya dari ''orang yang berkuasa'' dan ''oposisi'' saja.....

Memang benar,bahwa iklan politik adalah salah satu alat dalam pemasaran politik. Sebagai alat pemasaran politik, iklan politik jelas bertujuan mendongkrak jumlah suara pada saat pemilihan.

Karenanya makin dekat kita ke pemilihan makin sering kita terekspos oleh iklan politik melalui media cetak maupun media elektronik. Dalam banyak hal cara kerja iklan politik acap disamakan dengan iklan komersial. Demi meraih suara, iklan politik diharapkan mampu berfungsi seperti halnya iklan commercial goods dalam mendapatkan pangsa pasar.

Dalam periklanan commercial goods, klaim keberhasilan memang merupakan hal yang lazim kalau bukan suatu keharusan.Seperti telah menjadi konvensi di antara para pemasang iklan commercial goods,cerita sukses (success story) adalah hal biasa untuk meraih pangsa pasar.

Memang hak setiap Partai Politik untuk melakukan kampanye dengan model commercial goods, namun tentu kita juga akan bosan, bila yang muncul hanya itu-itu saja. Begitu juga dengan Calon Presiden, kita akan cepat bosan bila yang tersaji hanyalah SBY - Mega.... seolah-olah tidak lain SDM kita yang pantas menjadi RI-1 selain mereka.

Padahal banyak Tokoh lain yang sudah menyatakan siap maju. Ada Bang Yos, HB X, Marwah Daud, Yusril dll. Sudah seharusnya mereka juga harus ikut menyemarakkan dunia periklanan sekalian membantu biro-biro iklan.

Mari kita soroti sedikit lebih dalam tentang Incumbent. Artinya bukan hanya Demokrat saja...., ada Golkar sebagai Partai Besar. Semua tahu bahwa kedua partai ini bukan hanya incumbent, melainkan duo-incumbent. Tokoh kedua partai ini, SBY dan JK, adalah duet presiden dan wakil presiden yang bekerja sama atau setidaknya bekerja bersama dalam melaksanakan tugas dan program pemerintahannya.

Sukses atau gagalnya sebuah program adalah tanggung jawab bersama. Karena memang begitulah seharusnya cara kerja presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan. Walhasil,klaim keberhasilan yang diangkat PD dalam iklannya mendapat reaksi dari mitranya,yakni PG.

Wakil Ketua Umum PG Agung Laksono, seperti dikutip dalam banyak media, mengatakan bahwa kampanye penurunan harga BBM sebagai prestasi Presiden SBY terlalu dibesarbesarkan. Kubu PD sendiri merasa berhak melakukan klaim keberhasilan itu dengan alasan untuk meluruskan fakta dan data dengan cara yang benar.

Paling tidak hal ini sempat diungkapkan oleh fungsionaris Partai Demokrat Andi Mallarangeng. Kalau ini yang menjadi argumen,kenapa tidak meliputi juga tema-tema perdamaian di Aceh,peningkatan mutu pertanian, peningkatan pendidikan, perbaikan dan pembangunan infrastruktur yang menjadi klaim keberhasilan PG dalam iklan politiknya?

Apakah memang telah ada kesepakatan di antara dua partai untuk berbagi klaim keberhasilan? PD berfokus pada keberhasilan menurunkan BBM, pemberantasan korupsi, menaikkan anggaran pendidikan dan seterusnya; sedangkan PG memusatkan perhatian pada perdamaian di Aceh, peningkatan mutu pertanian,dan seterusnya.

Berlepas Tangan?

Iklan politik jelas berbeda dari iklan komersial. Boleh dikatakan iklan politik adalah beyond of advertisement. Iklan politik lebih dari sekadar menjual produk politik.Iklan politik memiliki fungsi komunikasi politik. Lebih-lebih dalam kerangka pemilu yang bertujuan menghasilkan pemimpin politik.

Sebagai bagian dari komunikasi politik, sejatinya iklan politik adalah pembicaraan politik yang dilakukan oleh elite politik (parpol/caleg/capres) kepada khalayak politik (konstituen). Dalam komunikasi politik, sekurang-kurangnya dikenal tiga jenis pembicaraan politik.

Pertama pembicaraan kekuasaan (power talk) yang sifatnya mengancam dan atau berjanji.Kedua, pembicaraan kewenangan (authority talks) yang bersifat memberi perintah dan atau larangan. Ketiga, pembicaraan pengaruh (influence talks) yang bersifat memberi nasihat, dorongan, permintaan dan atau peringatan.

Dari perspektif ini, jelas bahwa iklan politik juga hendaknya memuat pembicaraan politik.Kalau tidak berisi power talk, silakan pilih authority talks atau influence talks atau kombinasi di antara ketiganya. Dengan menghadirkan salah satu atau kombinasi pembicaraan politik ini, konstituen akan menjadi paham mengenai keinginan para elite.

Pada gilirannya nanti konstituen mampu menentukan sikap politik setelah terpapar oleh iklan-iklan politik. Ironisnya iklan-iklan para incumbent terkesan emohmenjadikan iklan politik mereka sebagai bagian dari komunikasi politik tersebut.Rupanya mereka juga tahu bahwa dengan menjadikan iklan politik sebagai pembicaraan politik, kelak rakyat akan menagih janji, menggugat larangan, dan atau meminta bukti kelak jika mereka terpilih kembali.

Harus diakui, beriklan dengan pendekatan pembicaraan politik memang berat; menuntut komitmen yang kuat. Karenanya,yang aman adalah sebatas mengungkap keberhasilan belaka, sebab tak memuat unsur kontrak politik dengan konstituen.

Kelak jika menang,apalagi kalah, elite bisa berlepas tangan terhadap apa yang diiklankannya. Karena iklan politik dengan pesan klaim keberhasilan bukan ancaman atau janji, perintah atau larangan, bahkan juga bukan imbauan atau anjuran, melainkan sekadar pemberitahuan.

Optimalisasi Pilihan

Politik di era reformasi ini bak batang hari yang tak pernah kering. Seperti air sungai yang tak dapat dicegah mengalir ke muara, kiasan ini kiranya berlaku pula bagi para elite yang berlaga dalam pemilu menuju kursi legislatif atau eksekutif.

Dalam situasi seperti itu iklan politik semakin deras menjelang pemilihan, walaupun dihujat sekalipun. Selaku konstituen,membanjirnya iklan politik justru seharusnya menjadi peluang bagi kita untuk mengoptimalisasi pilihan.

Semakin banyak iklan politik yang menampilkan partai dan caleg/capres sesungguhnya memberi kita semakin banyak alternatif yang akan dipilih. Hal ini sejalan dengan salah satu karakter iklan itu sendiri, yaitu: bentuk komunikasi yang memberi kita banyak pilihan.