Rabu, 18 Maret 2009

DPT TERAKHIR

Berikut saya sampaikan data Jumlah Pemilih se-Indonesia yang saya dapatkan dari simber resmi KPU. Mari kita rekam, mudah-mudah jumlah ini tidak bertambah pada saat penghitungan suara di lapangan. Mari beri kepercayaan kepada KPU.....

Komisi Pemilihan Umum sudah mengumumkan jumlah pemilih yang masuk dalam daftar pemilih tetap. Ketua Komisi Pemilihan Abdul Hafiz Anshary, mengatakan total pemilih sebanyak 171.265.442 orang.

“Jumlah pemilih ini bertambah 196.775 orang dari daftar pemilih yang telah kami tetapkan 24 November lalu,” kata Hafiz dalam jumpa pers di kantornya beberapa hari lalu.

Menurut dia, daftar pemilih dalam negeri mengalami perubahan menjadi bertambah 230.820 orang. Sebanyak 10 provinsi mengalami penurunan jumlah pemilih, sedangkan sisanya bertambah. Sembilan provinsi yang mengalami pengurangan jumlah pemilih adalah Kepulauan Riau, Jambi, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Papua.

Sedangkan pemilih di luar negeri berkurang 34.045 orang. Pengurangan ini, kata Hafiz, terjadi karena banyak warga negara Indonesia kembali ke tanah air. “Di sejumlah negara juga banyak warga negara kita terkena imbas pengurangan jumlah pegawai,” katanya.

Pada 24 November 2008, Komisi Pemilihan telah menetapkan jumlah pemilih sebanyak 171.068.667 orang. Belakangan, sejumlah daerah mengajukan perubahan daftar pemilih. Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-undang Dasar No 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Legislatif, Komisi Pemilihan bisa mengubah daftar pemilih.

Hafiz menjanjikan, perubahan ini hanya berlangsung sekali. Komisi tak akan mengubah lagi daftar pemilih tetap untuk pemilihan anggota legislatif.

Anggota Komisi Pemilihan, I Gusti Putu Artha, mengatakan lembaganya tengah menghitung kebutuhan logistik untuk daerah yang mengalami pertambahan pemilih. Menurut Putu, perubahan ini tak terlalu signifikan. Ia optimistis, surat suara masih bisa dikirim tepat waktu. “Waktu yang tersedia masih cukup panjang,” katanya.

Data Jumlah Pemilih di 33 Provinsi

1. Nanggroe Aceh Darussalam: 3.009.965 orang
2. Sumatera Utara: 9.180.973 orang
3. Sumatera Barat: 3.155.148 orang:
4. Riau: 3.366.383 orang
5. Kepulauan Riau: 1.131.676 orang
6. Jambi: 2.086.780 orang
7. Sumatera Selatan: 5.192.693 orang
8. Bengkulu:1.214.171 orang
9. Lampung: 5.351.733 orang
10. Bangka Belitung: 782.255 orang
11. DKI Jakarta: 7.026.772 orang
12. Jawa Barat: 29.002.479 orang
13. Jawa Tengah: 26.190.629 orang
14. Daerah Istimewa Yogyakarta: 2.751.761 orang
15. Jawa Timur: 29.514.290 orang
16. Banten: 6.581.587 orang
17. Bali: 2.667.065 orang
18. Nusa Tenggara Barat: 3.135.420 orang
19. Nusa Tenggara Timur: 2.760.518 orang
20. Kalimantan Barat: 3.154.887 orang
21. Kalimantan Tengah: 1.506.244 orang
22. Kalimantan Selatan: 2.478.976 orang
23. Kalimantan Timur: 2.349.862 orang
24. Sulawesi Utara: 1.679.814 orang
25. Sulawesi Tengah: 1.658.693 orang
26. Sulawesi Selatan: 5.630.977 orang
27. Sulawesi Barat: 753.203 orang
28. Sulawesi Tenggara: 1.487.818 orang
29. Gorontalo: 688.272 orang
30. Maluku: 1.020.421 orang
31. Maluku Utara: 691.863 orang
32. Papua: 2.064.532 orang
33. Papua Barat: 521.735 orang

Jumlah Pemilih Dalam Negeri = 169.789.593 orang
Jumlah Pemilih Luar Negeri = 1.475.847 orang
Jumlah Pemilih = 171.265.442 orang
Jumlah Tempat Pemungutan Suara Dalam Negeri: 519.047
Jumlah Tempat Pemunguran Suara Luar Negeri: 873
Jumlah Tempat Pemungutan Suara: 519.920

Sumber: Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum No 164/Kpts/KPU/TAHUN 2009 tanggal 7 Maret 2009 tentang Rekapitulasi Badan Pelaksana dan Daftar Pemilih Tetap dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota tahun 2009

Khusus untuk DPT tingkat Kabupaten/Kota akan saya konfirmasikan datanya ke KIP Kabupaten Bireuen dalam beberapa hari ini. Mohon bersabar.

Bagi Anda Partai Politik, silahkan meminta DPT langsung ke KIP Provinsi atau KIP Kabupaten/Kota masing-masing. Adalah hak Anda untuk mendapatkan itu dari Penyelenggara Pemilu setiap tingkatan.

KESEIMBANGAN RELASI DALAM KONSTRUKSI KELUARGA SAKINAH

Ibarat panggung sandiwara, hidup ini dipenuhi lakon dengan laga yang berbeda. Agar sandiwara itu berjalan sesuai skenario dan berbuah tepuk tangan, para pemain mesti memahami dan bekerjasama dalam mensinergikan perannya masing-masing. Begitu pula dalam ranah rumah tangga, juga ada lakon yang mempunyai spesifikasi peran tak sama, satu sama lain. Pemeran pada aras ini setidaknya terdiri dari unsur bapak, ibu, dan anak. Masing-masing disyaratkan bekerja sama dan memainkan peran secara selaras dan seimbang agar dapat meraih tujuan bersama, keluarga sakinah.

Term keluarga sakinah adalah nomenklatur yang akrab di telinga umat Islam Indonesia untuk menggambarkan prototipe keluarga yang bahagia nan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Istilah itu merupakan gabungan antara bahasa Indonesia dan serapan bahasa Arab. Kata keluarga dalam bahasa Arab diistilahkan dengan usrah, yang berarti sebuah ikatan. Sedang sakinah asli bersumber dari bahasa Arab, artinya ketenangan dan ketentraman, atau anonim dari goncangan. Kalau begitu, keluarga sakinah berarti pertalian antar individu dalam rangka menggapai ketentraman dan kebahagiaan.

Jadi, berdasarkan pemaknaan dan penggambaran tamsil di atas, dapat ditarik benang merah, bahwa antar anggota dalam biduk rumah tangga itu terdapat keterikatan dan ketertarikan satu sama lain, sehingga terbentuk suatu konstruksi sosial yang damai dan sejahtera. Ini selaras dengan isyarat Allah dalam al-Quran.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir,” firman-Nya dalam surat al-Rum, ayat 21.

Menurut Imam al-Qurtubi, ayat ini sejatinya menggambarkan bahwa konstruksi sosial dalam lingkup sederhana adalah tatanan keluarga. Ruang lingkup ini sangat menekankan pentingnya bangunan keluarga yang dipenuhi dengan ketenangan dan ketentraman jiwa serta kesejahteraan dalam naungan ridha ilahi. “Berangkat dari titik inilah, sebuah keluarga itu akan berproses untuk menghasilkan buah yang bernama kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah),” tulis al-Qurtubi dalam al-Jami’ li Ahkam al-Quran. Sekilas, konsep keluarga sakinah mudah untuk dipaparkan. Tapi dalam praktiknya, tak semudah membalik telapak tangan. Buktinya, masih banyak orang yang mahligai rumah tangganya terguncang badai, bahkan kandas di tengah jalan.

Berdasarkan data Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI tahun 2008, sebagaimana dilansir detik.com, Indonesia masih berada pada peringkat teratas dalam penghitungan angka perceraian tiap tahunnya, dibandingkan negara berpenduduk mayoritas Islam di dunia. Jika dirata-rata, dalam tiga tahun terakhir ini, disebutkan bahwa setiap 100 pasangan yang melangsungkan akad nikah, maka 10 pasangan memutuskan untuk bercerai. Faktor utama yang memicu adalah relasi suami-isteri yang timpang atau tidak adanya keseimbangan hubungan, baik dalam bersikap maupun berkomunikasi.

Berawal pada titik inilah kemudian muncul benih-benih ketidakcocokan dan ketidakharmonisan paska pernikahan, yang nantinya berujung pada perceraian. Sikap inilah yang justru menciderai tatanan dalam keluarga sakinah. Jelas, keluarga sakinah tak dapat dibangun tanpa adanya keseimbangan relasi antara suami dan isteri, yakni hubungan kesetaraan yang dibangun berdasarkan saling pengertian, saling memberi, dan saling percaya. Kesetaraan dalam hal ini bukan berarti sama rata, tapi proporsional dalam memenuhi kewajiban dan memperoleh hak sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Relasi Suami dan Isteri

Allah mengisyaratkan pentingnya keseimbangan relasi suami dan isteri ini dalam kehidupan berumah tangga dengan perumpamaan yang menarik. Relasi ini dalam al-Quran diilustrasikan laksana pakaian (libas), satu sama lain saling menyandang. Ibarat ini menunjukkan urgensi pakaian dalam kehidupan. Selain sebagai pelindung tubuh, pakaian juga dapat memberikan kehangatan, keindahan, serta menutup kerahasiaan dan kekurangan. Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 187,

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.”

Selain itu, Allah juga membuat perumpamaan bahwa ikatan suami-isteri dalam perkawinan ibarat perjanjian yang kokoh (mitsaqan ghalizhan). Seperti tertera dalam al-Quran,

“Bagaimana kamu (tega) mengambilnya (harta isteri dari mahar), Padahal di antara kamu sudah berhubungan intim, dan mereka (isteri-isteri) telah menerimanya (mahar) dari kamu sekalian melalui perjanjian (pernikahan) yang kokoh,” firman-Nya dalam surat al-Nisa’ ayat 21.

Sebuah perjanjian jamaknya digunakan untuk mengatur kesepakatan-kesepakatan komunal untuk sebuah kebaikan bersama, di mana satu sama lain tidak diperkenankan menciderai ikatan perjanjian tersebut. Begitu pula dengan ikatan dalam perkawinan. Ini adalah ikatan suci yang tak diperkenankan untuk dinodahi satu sama lain. Untuk menjaga kesucian ikatan dan demi langgengnya sebuah bahtera rumah tangga, al-Quran menegaskan agar dua belah pihak yang berjanji, dalam hal ini suami dan istri, harus benar-benar saling memperlakukan pasangannya dengan tiga sikap, yang tercermin dalam al-Quran.

Pertama, harus saling berbuat baik (mu’asyarah bi al-ma’ruf). Ini merupakan sikap dasar yang harus dipahami dan dijalankan dalam relasi suami-isteri. Ketika ada kehendak negatif atau kebohongan yang ditutup-tutupi dalam rumah tangga, lama-lama pasti akan menyembul ke permukaan dan menjadi pemicu masalah. Hal inilah yang mesti dihindari. Jadi, perbuatan baik yang disertai dengan niat baik pula adalah kunci harmonis dalam menjalin relasi suami-isteri dalam agama Islam.

Dalam surat al-Nisa ayat 19, Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi (dengan menikahi) perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Ayat ini secata tegas menunjukkan cara bergaul yang baik dalam keluarga. Pada intinya, baik suami maupun isteri harus saling menghormati dan berbuat baik. Jangan sampai ada dusta dalam rumah tangga. Pada ayat di atas disebutkan larangan menikahi perempuan dengan jalan paksa atau tidak sepenuh hati dari kedua belah pihak, tidak saling menyusahkan, tidak mudah tersulut emosi, dan anjuran untuk selalu saling berbuat baik. Sikap ini adalah modal utama yang mesti dikantongi oleh pasangan suami-isteri dalam membangun sebuah rumah tangga.

Kedua, harus ada keterbukaan dan kerelaan di antara kedua belak pihak (taradhin). Dan ketiga, mengembangkan tradisi dialog atau musyawarah (tasyawurin) dalam mengelola dan menyelesaikan apapun masalah yang timbul dalam rumah tangga. Jika sikap pertama digunakan sebagai benteng preventif untuk mencegah timbulnya masalah atau perselisihan, maka sikap kedua dan ketiga ini berfungsi untuk meredam konflik dan mencari jalan keluar yang baik, yang disetujui kedua belah pihak.

Dalam kehidupan rumah tangga, menghindar dari masalah adalah suatu yang muhal. Tak terkecuali, suasana rumah tangga dalam konstruksi keluarga sakinah, pasti ada masalah yang malang-melintang. Tapi, yang membedakan adalah kemampuan untuk menghadapi dan mencari solusi atas masalah tersebut. Meski demikian, bukan berarti kita harus selalu mencari masalah. Sekuat mungkin, suami dan isteri harus menjaga keharmonisan keluarga, tapi kalau pun ada masalah, keduanya harus membicarakannya dengan baik-baik. Kerelaan untuk duduk bersama dan dialog dari hati-ke hati adalah jalan terbaik dalam menghadapi problem rumah tangga.

Al-Quran telah menyuratkan dengan jelas bahwa kebijakan-kebijakan dalam rumah tangga itu harus diputuskan dengan kerelaan dan atas dasar musyawarah. Misalnya, keputusan isteri untuk menyapih anak sebelum usia dua tahun, harus di dasarkan sikap di atas. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 233,

“...Maka apabila keduanya (ayah dan ibu, atau suami dan isteri) menghendaki (untuk) menyapih (anak mereka sebelum usia dua tahun), dengan kerelaan dan atas dasar musyawarah, maka tidak ada dosa bagi keduanya...”.

Dengan adanya ketiga sikap di atas, relasi suami dan isteri dalam keluarga akan berjalan secara adil dan tidak timpang. Berarti, tidak ada dominasi satu pihak, baik isteri maupun suami, dalam sebuah keluarga. Keduanya terlibat aktif dan dinamis dalam mengurus rumah tangga. Ada pembagian dan pembedaan tugas yang mesti diputuskan berdasarkan kemampuan dan kapasitas masing-masing. Tentunya pembagian tugas itu atas dasar kesepakatan dan saling rela. Begitu pula saat menghadapi masalah, selalu dapat diselesaikan dengan lapang dada dan kepala dingin. Bahkan, semua perbedaan yang ada dalam keluarga menjadi sebuah sinergi yang menguntungkan dan menguatkan satu sama lain.

Relasi Orang Tua dan Anak

Di samping keseimbangan relasi suami dan isteri, keluarga sakinah juga mensyaratkan relasi yang harmonis antara orang tua dan anak sebagai bagian dari elemen keluarga. Keharmonisan relasi ini telah digambarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, sebagaimana ditulis Imam al-Turmudzi dalam Sunan al-Turmudzi,

“Tidak termasuk golongan umatku, mereka yang tua tidak menyayangi yang muda, dan mereka yang muda tidak menghormati yang tua,” sabda Nabi.

Hadist ini, menurut pandangan Ismail Hasani dalam Nazhariyat al-Maqashid, mengisyaratkan tentang keseimbangan dalam pemenuhan kewajiban dan hak antara orang tua dan anak. Kewajiban orang tua adalah menyayangi anak, sedang haknya adalah memperoleh penghormatan dari anaknya. Begitu pula sebaliknya. Anak berkewajiban untuk menghormati orang tua, serta ia berhak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya.

Keseimbangan relasi ini bersifat resiprokal, timbal balik. Karena itu, kedua belah pihak sebaiknya tidak saling menunggu dalam melaksanakan kewajiban. Jadi, keduanya harus proaktif dalam melaksanakan kewajiban agar haknya terpenuhi. Hak akan diperoleh jika kewajiban telah dilaksanakan dengan baik. Sebagai orang tua, sudah seharusnya menyayangi anak dengan segala perhatian. Begitu juga seorang anak harus menghormati dan memuliakan orang tuanya dengan ketulusan, bukan karena keterpaksaan.

Keseimbangan relasi harus berjalan dengan selaras. Jangan mentang-mentang orang tua, kemudian berlaku semena-mena atau seenaknya kepada anak. Jika demikian, maka jangan harap anak akan menghormati orang tua. Ini termasuk gaya asuh yang penuh dengan tuntutan. Biasanya, orang tua akan menghukum dengan kekerasan bila anak tidak menunjukkan kepatuhan. Cara mendidik seperti ini harus dihindari. Agar keseimbangan relasi tetap terjaga, sebaiknya orang tua mendidik anak dengan metode pendisiplinan yang bersifat suportif, tidak menghukum. Mereka memonitor dan menetapkan standar yang jelas bagi perilaku anaknya, bersifat asertif, tetapi tidak restriktif.

Di samping itu, pola pengasuhan anak juga harus dilakukan dengan seimbang, antara ayah dan ibu. Tidak benar, jika anak diserahkan seratus persen menjadi tanggung jawab ibu, atau sebaliknya. Keduanya harus berperan seimbang. Sebab anak akan belajar hal yang berbeda dari dua figur dalam sebuah keluarga. Pada ibu, satu misal, anak lebih banyak belajar tentang kelembutan, kasih sayang, kontrol emosi atau sifat-sifat feminim yang lain. Sementara pada ayah, misal lain, anak akan belajar kerja keras, ketegasan, kekuatan fisik, dan sifat maskulin lainnya.

Jika peran orang tua sudah berjalan dengan baik, anak jangan sampai lupa dengan kewajiban-kewajibannya. Seperti disebutkan dalam al-Quran,

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia,” firman Allah surat Al-Isra, ayat 23.

Ayat ini memberi panduan ihwal kewajiban anak kepada orang tua. Karena kebaikan dan kasih sayang yang telah dicurahkan orang tua, maka seorang anak harus menghormati, berbuat baik, mentaati, dan bertutur kata yang sopan dan santun kepadanya. Ini sudah menjadi kewajiban anak yang harus ditunaikan, yaitu taat dan hormat kepada orang tua. Perlu digaris bawahi, Ketaatan ini adalah ketaatan yang proporsional, bukan ketaatan yang membabi buta. Jika yang terjadi adalah ketaatan buta maka keseimbangan relasi orang tua dan anak menjadi timpang. Supaya tetap selaras dan seimbang, maka koridor ketaatan ini mengecualikan dua perkara.

Pertama, tidak melanggar perintah Allah. Ketaatan anak kepada orang tua wajib ditunaikan selama orang tua tidak menyuruh anaknya untuk berbuat maksiat, kejahatan atau hal-hal lain yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Misalnya perintah untuk mencuri dan berzina. Ini tak perlu dilakukan, meski yang menyuruh adalah orang tua, sebab dilarang oleh agama Islam. Ketentuan atau batas-batas ketaatan ini diterangkan dengan jelas dalam Hadis Nabi. “Tidak berlaku ketaatan untuk hal-hal kemaksiatan kepada Allah, ketaatan hanya untuk hal-hal yang baik,” sabda Rasulullah, seperti dilansir Abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud.

Kedua, perintah tersebut tidak untuk menzalimi atau mencederai hak-hak kemanusiaan anak. Misalnya, orang tua menyuruh anaknya untuk mengemis di jalanan di waktu sekolah. Perbuatan orang tua ini jelas bertentangan dengan hak asasi anak, yaitu memperkerjakan anak di usia dini. Ini bertentangan dengan hak anak seperti tercantum dalam UU No. 23 tahun 2002, pasal 4 dan UU No. 13 tahun 2003, pasal 68. Jika anak tidak dikenalkan dengan pendidikan, ia akan sengsara di kemudian hari. Selain itu, pendidikan merupakan hak dasar anak yang harus dipenuhi orang tua selaku pengasuh.

Allah berfirman dalam surat al-An’am, ayat 140.

“Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, karena kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezki-kan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”

Abdullah Nasih Ulwan berpendapat, tidak memberikan kesempatan sekolah kepada anak-anak adalah bagian dari tindakan membunuh anak karena kebodohan. “Mengabaikan pendidikan anak-anak atau membiarkan mereka luput dari pantauan orang tua juga termasuk tindakan membunuh anak-anak,” tulisnya dalam al-Takaful al-Ijjtima’i fi al-Islam.

Keluarga Sakinah Nir-Kekerasan

Andai saja relasi suami-isteri, serta orang tua-anak dapat dijalankan dengan seimbang, tentu perwujudan keluarga sakinah adalah sebuah keniscayaan. Apapun masalah dalam keluarga, baik yang datangnya dari pihak suami, isteri, bahkan anak, tentu dapat diselasaikan dengan baik asal didasari dengan semangat kasih sayang, keterbukaan dan musyawarah, sebagaimana disinggung di atas.

Keluarga sakinah selalu mengedepankan sikap yang terbuka dan dialogis dalam menyelesaikan masalah. Cara kekerasan sungguh tak dikenal dalam kamus keluarga sakinah. Sebab, kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah, tapi malah menambah masalah baru. Apalagi kekerasan dalam rumah tangga seringkali dipelintir atau dipolitasi pihak-pihak tertentu, dianggap selalu “boleh”, dalam rangka mendidik. Kasus yang acap mengemuka adalah kekerasan suami atas isteri.

Dalam al-Quran disebutkan,

“...Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar,” firman-Nya dalam surat al-Nisa, ayat 34.

Ayat inilah yang dijadikan dalil sandaran ihwal diperbolehkannya suami memperlakukan isteri dengan kekerasan, yaitu menghadiahi pukulan, demi kebaikan dalam rumah tangga. Benarkah suami diperkenankan memukul isteri?

Muhammad Thahir Ibnu Asyur membenarkan hal tersebut, tapi dengan satu catatan, tujuan utamanya yaitu untuk memperbaiki biduk rumah tangga. “Berarti, ketika pukulan itu tidak efektif lagi dalam memulihkan harmonisasi kehidupan dalam rumah tangga, maka wewenang itu bisa dicabut,” ungkapnya dalam Maqashid al-Syariah. Ibnu Arabi juga punya pendapat yang senada. Ia mengemukakan perintah memukul pada ayat di atas adalah menunjukkan kebolehan saja. Bahkan, ia sendiri menghukuminya makruh dengan dalih hadis Nabi yang berbunyi,

“Jangan sekali-kali seorang di antara kamu memukul isterinya, layaknya hamba sahaya, padahal di penghujung hari ia mungkin akan menggaulinya,” kutipnya dalam Ahkam al-Quran.

Hadis yang dikutip Ibnu Arabi itu diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih Bukhari. Ini merupakan peringatan tegas dari Nabi agar para suami tidak memukul isterinya. Tak sekedar bersabda, Nabi juga mempraktikkan hal ini kepada isteri-isterinya. Nabi tidak pernah sekalipun memukul mereka, padahal masalah atau ketegangan hubungan juga beberapa kali mewarnai rumah tangga Nabi. Ini seperti dituturkan Aisyah dalam hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunan Abu Daud. “Bahwa Rasulullah tidak pernah memukul pembantu dan tidak juga perempuan.”

Begitu pula dalam mengasuh anak, orang tua sebisa mungkin menghindari cara-cara kekerasan dalam mendidiknya. Anak-anak yang diasuh dengan cara kasih sayang dan kehadirannya disambut baik (accepted) oleh lingkungan keluarga, ia akan tumbuh menjadi pribadi yang sopan, berjiwa sosial, dan penuh pengertian. Berbeda halnya dengan anak yang dididik dengan kekerasan seakan-akan kehadirannya itu ditolak atau menyusahkan keluarga (rejected), ia akan berekembang menjadi individu yang egois, emosional, lepas kontrol dan cenderung destruktif. Karena itu, semakin erat hubungan antara orang tua dengan anak, semakin pandai pula anak mengenali jati diri dan berkomunikasi dengan orang lain di lingkungannya.

Jadi, pada dasarnya segala bentuk tindakan kezaliman dan kekerasan terhadap manusia tidak akan diperkenakan atau diharamkan dalam Islam. Allah berfirman dalam surat al-Syura ayat 42.

“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. mereka itu mendapat azab yang pedih.”

Ayat ini juga dipertegas dengan Firman Allah dalam hadis qudsi riwayat Imam Muslim dalam Shahih Muslim,

“Wahai hamba-hambaku, aku haramkan kezaliman terhadap diri-Ku, dan aku jadikan kezaliman itu juga haram di antara kamu, maka janganlah kamu saling menzalimi, satu sama lain.”

Dengan begitu semuanya menjadi jelas. Dalam konteks relasi suami dan isteri, serta orang tua dan anak, pemukulan hanya diperbolehkan ketika nyata-nyata telah memberikan dapak positif dalam proses pendidikan. Namun jika tidak membawa dampak pada kebaikan, maka hukum pemukulan dikembalikan ke hukum semula, yakni haram. Makna sederhananya, banyak jalan yang bisa ditempuh untuk memulihkan hubungan suami-isteri dan mendidik anak, dengan tanpa cara-cara kekerasan.

Semoga bermanfaat bagi kita semua

salam
mukhlis aminullah

(sumber : harian republika)

PUISI ORDERAN

Beberapa hari yang lalu seorang teman saya, Rusdy Kuala, tiba-tiba mengirim sms kejutan....! Dia minta saya membuat sebuah puisi secara mendadak malam itu, untuk memenuhi tugas (PR) anaknya yang masih duduk kelas 1 SMP di Bireuen. Memberi judul lagi, kayak orang meng-order pintu rumah pada seorang Tukang kayu.

Awalnya tentu saja saya menolak, karena saya bukan seorang Penyair atau Seniman. Saya hanyalah penikmat seni, terutama sajak dan puisi. Kalaupun saya pernah membuat beberapa kalimat menjadi sebuah rangkaian "puisi" itu sudah berlangsung lama sekali. Memang sejak remaja saya menulis suka sajak dan puisi....
Beberapa puisi tulisan saya hanyalah jadi koleksi pribadi, bukan untuk dipublikasikan.

Saya jelaskan bahwa saya tidak bisa, namun ybs tidak percaya. Dia yakin saya bisa karena dia juga membaca beberapa puisi saya di blog ini serta di antologi puisi pribadi saya di rumah dalam sebuah buku kusam. (Ohya, ybs sering bertandang ke rumah saya)
Dia setengah memaksa dan akhirnya saya setengah terpaksa........he...he......

"Gawat nih......" pikir saya.

Ya sudahlah, akhirnya walaupun saya lagi tidak "mood" malam itu saya ingin membantu teman sekaligus memenuhi PR sang ponakan. Kebetulan saya juga senang sama si anak, karena dia rajin belajar serta selalu mendapat rangking di sekolahnya.

Mengalirlah kata demi kata, menjadi sebuah "coretan kertas buram"..... Mudah-mudahan sang guru tidak lebih pintar dari saya, sehingga coretan itu dapat nilai yang lumayan sebagai karya pancingan untuk si anak.

"Untuk ukuran anak SMP, lumayanlah. Mana tau saat besar nanti dia jadi Penyair....." gumam saya dalam hati

Nah, beginilah jadinya. Order setengah memaksa silahkan Anda baca berikut ini.

"JARUM JAM TAK PERNAH BERHENTI..."

Jarum jam berputar
Sedetik,…semenit,….satu jam
Berlalu terus saja berlalu
Cepat seperti Supersonic
Menyambar seperti kilat
Tinggalkan waktu demi waktu
yang usang....
Sambut waktu demi waktu
yang penuh harapan

Jarum jam berputar
Menghitung usia manusia
Yang tersisa…
Apakah waktu yang sudah berlalu
Terisi dengan amal, ibadah,
Bersujud kepada Sang Khalik ?
Ataukah,
Jarum yang sudah berputar sekian lama
Mengajak kita ke Neraka jahannam…?
Jarum jam berputar
tak bosan menghitung waktu
Sisakan pertanyaan,
Apakah masa depan manusia
Memberi ruang untuk gapai Surga

Bireuen, Maret 2009.
karya ; Mukhlis Aminullah, special buat ponakan.

RAHASIA KEKUATAN OTAK

Selain buku politik, hukum dan agama, saya juga menyukai buku-buku sains yang berhubungan dengan kebesaran agama Islam. Termasuk juga rahasia-rahasia sains yang belum terungkap selama ini. Salah satu yang ingin kita bahas adalah tentang otak manusia.

Satu-satunya organ tubuh manusia yang dapat tetap hidup meskipun yang lainnya sudah mati adalah otak. Sedangkan pikiran adalah satu-satunya buah kerja dari otak itu sendiri. Jamies Allen menyatakan bawah: anda yang sekarang merupakan hasil buah pikiran yang lalu. anda besok merupakan buah pikiran sekarang. Tidak ketinggalan pula David J. Schwartz, Guru Besar Georgia University, USA, mengatakan, kesuksesan orang tidak diukur dalam meter, kilogram, gelar universitas, ataupun latar belakang keluarga. Namun diukur dengan cara berpikir.

Berfikir atau pikiran (thingking) adalah kekuatan dasar yang dimiliki oleh manusia yang adapat mempengaruhi alam semesta. Semua yang berkaitan dengan pengetahuan, kesehatan, rasa aman, kepribadian, kebahagiaan bahkan kesuksesan tiada lain bersumber dari hasil pikiran. Dengan berfikir muncul berbagai gagasan spektakuler serta sangat menakjubkan yang turuk membentuk peradaban umat manusia selama ini.

Kesehatan tubuh tanpa didukung dengan kesehatan pikiran hanyak menjadikan manusia makhluk yang tak seimbang. Banyak orang yang menyadari bahwa penderitaan yang mereka alami secara fisik dipicu oleh pikiran mereka yang tidak sehat. Itulah sebabnya, kesehatan tubuh dan kesehatan pikiran adalah intisari dari kehidupan yang bahagian. Namun, hingga saat ini banyak orang yang yang belum memahami dan menguasai kekuatan dari pikiran itu sendiri. Sehingga terkadang karunia yang hanya diberikan kepada manusia dan tentu sangat berharga ini menjadi sia-sia belaka.

Padahal Toni Buzan, penemu konsep Mind Mapping (pemetaan pikiran), menyatakan bahwa otak manusia terdiri dari triliunan sel otak. Setiap sel otak seperti gurita kecil yang begitu kompleks. Ia memiliki sebuah pusat, dengan banyak cabang, dan setiap cabang memiliki banyak koneksi. Tiap-tiap sel otak tersebut jauh lebih kuat dan canggih daripada kebanyakan komputer di planet ini. Setiap sel tersebut berhubungan dengan ratusan ribu sampai puluhan ribu sel yang lain, dan mereka saling bertukar informasi. Ini disebut sebagai jaringan yang sangat mempesona dan setiap orang memilikinya.

Harold Sherman, dalam bukunya yang istimewa berjudul "Keajaiban Pikiran" menunjukkan bagaimana cara seseorang menemukan tujuan hidup. Berikut mengembangkan kepribadian dan meraih keberhasilan serta kesuksesan dengan memperkuat daya-nalar pikiran yang dimiliki oleh seseorang.

Mengutip pandangan Profesor Howard Gardner, dari Universitas Harvard, setidaknya ada delapan tipe kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, matematis-logis,visual-spasial, musikal, naturalis, interpersonal, intrapersonal, dan fisik. Untuk memfungsikan itu semua, walaupun kenyataannya hanya sebagian kecerdasan yang dapat dimaksimalkan, terdapat enam jalur utama menuju otak. Yaitu melalui apa yang dilihat, didengar, dikecap, disentuh dan apa yang dilakukan oleh makluk yang bernama manusia itu sendiri.

Kita seharusnya mulai berfikir, bagaimana semestinya belajar memanfaatkan pikiran. Kita juga dapat mempelajari bagaimana kekuatan akan persepsi, cara membangun kesadaran, kekuatan meditasi dan doâ, kekuatan intuisi, visualisasi, penyembuhan serta kepribadian. Mengingat cara berfikir yang buruk akan menghasilkan kemjuan negatif, cara berfikir rata-rata tidak akan menghasilkan kemajuan, cara berfikir baik akan menghasilkan beberapa kemajuan serta cara berfikir hebat akan menghasilkan kemajuan spektakuler.

Tentunya, cara berfikir yang terakhir inilah yang diharapkan bersama. Makin mampu seseorang dapat mengembangkan pikiran dan kerpibadian serta jiwa, makin siap pula seseorang itu memasuki dan menghadapi peristiwa besar dan pengalaman besar yang bakal menghadang perjalanannya di depan.

salam,
mukhlis aminullah

Selasa, 17 Maret 2009

SILATURRAHMI POLITIK



Menjelang Pemilu tanggal 9 April 2009, suhu politik Indonesia makin panas saja. Di Aceh manuver beberapa pendukung atau simpatisan Partai Aceh yang menjurus kepada “political intimidation” membuat gerah beberapa simpatisan Partai lain, baik Partai Nasional maupun Partai Lokal. Begitu juga sebaliknya, kader atau Caleg Partai Aceh-pun tak luput dari incaran orang-orang yang ingin mengacaukan Pemilu. Mereka juga jadi korban intimidasi.

Dalam skala Nasional, suhu politik lebih kepada manuver beberapa tokoh yang sudah bersiap mencalonkan diri sebagai Presiden Indonesia ke 7. Salah satunya adalah pertemuan JK dengan Megawati Soekarnoputri. Pertemuan itu membuat para pakar dan pemerhati politik gonjang-ganjing. Beragam analisa dimunculkan di media. Semua mengarah kepada pencalonan Presiden. Walau Ketua Umum Partai Golkar itu membantah pertemuan itu terkait dengan Pemilu Presiden, namun pertemuannya dengan 28 Ketua DPD Golkar se-Indonesia beberapa hari kemudian seakan memberi pertanda bahwa SBY-JK akan tamat riwayatnya pada 20 Oktober 2009.

Khusus pertemuan JK - Mega, merupakan yang pertama sejak Pemilu 2004. Sudah menjadi rahasia umum, hubungan Mega dengan Pemerintah khususnya Presiden SBY, memburuk. Bukan hanya secara politik, namun juga silaturrahmi sebagai sesama Muslim terputus selama hampir 5 tahun.
Jadi, sudah sepantasnya kita masyarakat Indonesia, menyambut baik pertemuan JK dengan Mega. Kita tidak perlu berspekulasi tentang Pencalonan mereka sebagai Pasangan Capres/Cawapres bulan Juli 2009, toh secara logika politik mereka "tak mungkin" berpasangan. Mega tidak mau turun kasta, JK juga sudah pasti ingin naik kelas. Kita tidak boleh berharap lebih, selain silaturrahmi.
JK sendiri melakukan pertemuan bukan hanya dengan Megawati, namun sebelumnya sudah memenuhi undangan DPP PKS di Mampang, yang turut dihadiri oleh beberapa Petinggi PKS dan Partai Golkar.

SBY tidak melakukan apapun yang mengarah pada pecalonannya sebagai Presiden. Setiap ada pertanyaan dari rekan wartawan, SBY selalu dapat menjawab dengan tuntas. Intinya adalah beliau ingin konsentarsi menuntaskan semua pekerjaannya sebagai Presiden sampai masa jabatannya berakhir. Sesekali menggunakan kesempatan berdiri didepan publik sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Beliau tidak melakukan pertemuan dengan para tokoh seperti yang dilakukan JK atau Mega, walau hanya bertajuk Silaturrahmi.
Kegiatan Silaturrahmi cukup hanya dengan orang-orang di sekitarnya, atau dengan kader Partai Demokrat.

Yang menarik adalah ketika beberapa wartawan menanyakan kesediaan beliau melakukan silaturrahmi dengan Mega, seperti yang sudah dilakukan JK. SBY mengatakan bahwa bukan beliau yang menolak bertemu Mega, tetapi Megawati Soekarnoputri yang belum bersedia.

"Saya pernah mengutus seorang menteri untuk menyampaikan harapan saya itu. Tapi pada saat itu, dan sampai sekarang Bu Mega belum mau bertemu," tutur SBY dalam jumpa pers di kediamannya di Cikeas, Bogor, Minggu sore kemarin.

Menurut SBY, apa pun posisi politik seseorang, tidak seharusnya mengganggu silaturahmi. Itulah sebabnya, sejak masa menjadi presiden, pada tahun pertama dan kedua, SBY mengaku berupaya menjalin komunikasi dengan Megawati.

Bahkan, lanjut SBY, andaikan Mega menyatakan akan bertemu dengan dirinya besok, SBY akan menyambutnya dan segera menemui mantan atasannya itu di Kabinet Gotong Royong.

"Andaikata, andaikata, Ibu Mega bilang besok saya mau bertemu dengan SBY, maka saya pun besok juga akan mau bertemu dengan beliau. Banyak hal yang perlu diklarifikasi antara saya dan beliau," tegas SBY.

SBY juga membantah, tidak benar jika orang mengatakan dirinya tidak menjalin komunikasi dengan Megawati. "Bila ada yang bilang Pak JK dan Bu Mega bisa berkomunikasi, kok dengan SBY nggak bisa, silakan tanyakan ke Bu Mega," cetus SBY.

'Perseteruan' SBY dan Megawati terjadi sejak dirinya mundur dari kabinet sebagai Menko Polkam. Ketika itu SBY melalui suratnya, menyatakan dirinya kesulitan berkomunikasi dengan Megawati. Persainga keduanya terus berlanjut pada Pilpres 2004 yang kemudian dimenangkan SBY.

Sejak itu pula, kedua tokoh ini tidak pernah bertemu. Bahkan, Mega dan PDIP yang mengambil sikap sebagai partai oposisi kerap melontarkan kritikan tajam. Mega pernah menyebut SBY rajin tebar pesona dan memimpin dengan gaya tarian poco-poco. Kritikan tajam Mega yang terakhir adalah menyebut SBY mempermainkan rakyat seperti yoyo dengan menaikkan dan menurunkan harga.

Begitulah hubungan SBY dengan Mega. Padahal sebagai Muslim, membuang jauh-jauh perasaan dendam adalah kewajiban. Menjaga silaturrahmi adalah salah satu ciri akhlak mulia seorang Muslim. Sesama Muslim adalah bersaudara.

Firman Allah SWT :

"Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-namaNya, kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi." (QS. An Nisa: 1)

Rasulullah SAW bersabda :

“Seorang mukmin terhadap mukmin (lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lain saling menguatkan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW pernah ditanya oleh seorang sahabat, "Wahai Rasulullah kabarkanlah kepadaku amal yang dapat memasukkan aku ke surga".

Rasulullah menjawab;

"Engkau menyembah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan segala sesuatu, engkau dirikan shalat, tunaikan zakat dan engkau menyambung silaturahmi". (HR. Bukhari).

Rasulullah SAW sendiri yang merupakan seorang manusia pilihan telah menunjukkan bagaimana seharusnya umat Islam senantiasa menjaga hubungan persaudaraannya. Melalui sabdanya, beliau telah begitu banyak mengingatkan kepada umatnya untuk senantiasa menjaga keutuhan persaudaraanya di dalam Islam, karena Islam adalah agama yang mengharamkan umatnya untuk memutuskan tali persaudaraan atau silaturahmi, terutama dengan saudara yang berada dalam satu naungan agama Islam.

Dari Abdullah bin Abi Aufa ra. berkata, ketika sore hari pada hari Arafah, pada waktu kami duduk mengelilingi Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau bersabda ;

"Jika di majelis ini ada orang yang memutuskan silaturahmi, silahkan berdiri, jangan duduk bersama kami."

Dan ketika itu, diantara yang hadir hanya ada satu yang berdiri, dan itupun duduk di kejauhan. Kemudian lelaki itu pergi dalam waktu yang tidak lama, setelah itu ia pun datang dan duduk kembali.

Kemudian, Rasulullah SAW pun bertanya kepadanya,
"Karena diantara yang hadir hanya kamu yang berdiri, dan kemudian kamu datang dan duduk kembali, apa sesungguhnya yang terjadi? Ia kemudian berkata, "Begitu mendengar sabda Engkau, saya segera menemui bibi saya yang telah memutuskan silaturahmi dengan saya. Karena kedatangan saya tersebut, ia berkata, "Untuk apa kamu datang, tidak seperti biasanya kamu datang kemari." Lalu saya menyampaikan apa yang telah Engkau sabdakan. Kemudian ia memintakan ampunan untuk saya, dan saya meminta ampunan untuknya (setelah kami berdamai, lalu saya datang lagi ke sini).

Maka Rasulullah SAW pun bersabda kepadanya,

"Kamu telah melakukan perbuatan yang baik, duduklah, rahmat Allah tidak akan turun ke atas suatu kaum jika di dalamnya ada orang yang memutuskan silaturahmi."

Apa yang telah terjadi dalam riwayat tersebut di atas tentunya sangat sesuai sekali dengan firman Allah SWT berikut:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (QS. Al Hujuraat: 10)

Ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan Islam adalah salah satu aspek yang vital dan sangat ditekankan di dalam ajaran dan perintah yang menyerukan untuk mengeratkan ikatan persaudaraan antar sesama umat Islam, dan larangan untuk memutuskan tali persaudaraan di dalam Islam.

Mempererat persaudaraan Islam juga merupakan salah satu bentuk penegakan kekuatan Islam dalam kehidupan sehari-hari. Karena umat Islam yang satu dengan yang lain itu ibarat sebuah bangunan yang saling melengkapi dan saling menguatkan. Jika ada kekurangan dari saudaranya, maka sudah menjadi kewajibannyalah untuk senantiasa melengkapi atau menjaganya, bukan justru membuang atau memutuskannya. Umat muslim yang satu dengan yang lain ibarat satu tubuh yang jika salah satu anggota badannya mengalami sakit, maka seluruh tubuh akan merasakannya pula. Di sinilah kekuatan Islam akan terbentuk melalui sebuah hubungan persaudaraan yang kuat.

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW pernah ditanya oleh seorang sahabat, "Wahai Rasulullah kabarkanlah kepadaku amal yang dapat memasukkan aku ke surga". Rasulullah menjawab; "Engkau menyembah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan segala sesuatu, engkau dirikan shalat, tunaikan zakat dan engkau menyambung silaturahmi". (HR. Bukhari).

Dalil-dalil di atas telah menjelaskan betapa pentingnya arti dari sebuah persaudaraan Islam. Demikian penting dan vitalnya fungsi memperkuat persaudaraan Islam, hingga Rasulullah SAW pun tidak mau mengakui orang yang tidak memiliki kepedulian terhadap urusan saudaranya sebagai umatnya.

Kesimpulannya adalah apa yang sudah dilakukan oleh JK dengan Megawati dan para Tokoh lainnya jangan hanya dipandang dari sisi politis (saja), namun anggap saja mereka telah melakukan ukhuwah Islamiyah. Dan bagi yang belum menjalin ukhuwah, segera instrospeksi diri untuk tidak saling menyimpan dendam. Dunia politik hanyalah permainan dunia belaka. Mari tunjukkan contoh teladan bagi masyarakat bahwa Anda adalah orang yang layak dipilih pada bulan Juli 2009.

Salam,
mukhlis aminullah
Ketua LSM LEPOE-MAT