Jumat, 15 Mei 2009

HIKMAH PENGHARAMAN BABI

Di dalam Al Qur’an, sekurang-kurangnya Allah SWT memberikan larangan memakan babi pada empat surat yang berlainan. Pertama Allah SWT melarangnya dalam surat Al Baqarah ;
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al Baqarah: 173).

Berikutnya, dalam surat Ali Imran, Allah SWT mengulangi kembali larangan-Nya. “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala….” (QS Ali Imran: 3).

Kemudian, seperti hendak menegaskan, Allah SWT melarang lagi pada surat Al An’am ayat 145 ;

“Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Pada surat An Nahl, Allah SWT kembali mengingatkan manusia atas larangan memakan binatang yang satu ini.

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS an Nahl: 115).

Betapa sayangnya Allah SWT pada hamba-Nya. Tentu saja ada hikmah, apalagi ketika Allah mengulang-ulang perintah atau larangan-Nya yang ada dalam Al Qur’an. Dalam sebuah buku berjudul Hidangan Islami, karya Syekh Fauzi Muhammad Abu Zaid, terbetik sebuah kisah tentang dialog seorang ulama besar, Muhammad Abduh dengan seorang yang mempertanyakan pengharaman babi dalam Islam. Peristiwa ini terjadi di Perancis, dimana bagi masyarakat setempat, daging babi adalah makanan sehari-hari.

Sang penanya mengajukan argumentasi, “Kalian, umat Islam mengatakan bahwa babi haram karena babi memakan sampah dan mengandung cacing pita, mikroba-mikroba serta bakteri juga ada di dalam babi. Hal itu sudah tidak ada lagi, karena babi diternak dalam peternakan modern dengan kebersihan yang terjamin, juga prosesnya steril. Bagaimana mungkin babi-babi itu terjangkit cacing pita atau bakteri dan mikroba lainnya?”

Syekh Muhammad Abduh dikisahkan tak menjawab dengan buru-buru. Beliau meminta untuk dibawakan dua ekor ayam jantan dan satu ayam betina. Syekh Muhammad Abduh juga meminta dua ekor babi jantan dan seekor babi betina. Hadirin bertanya-tanya tentang permintaan itu. “Saya akan perlihatkan pada kalian sebuah rahasia,” ujar Syekh Muhammad Abduh dengan tenang.

Maka dilepaslah dua ekor ayam jantan dan seekor ayam betina di dalam satu kandang. Tak perlu waktu lama, dua ekor ayam jantan bertarung dengan hebatnya untuk mendapatkan betina, hingga satu diantaranya kalah. Kini giliran babi. Dua ekor babi jantan dan seekor babi betina, dilepas dalam kandang yang sama. Kali ini semua hadirin menyaksikan pemandangan yang berbeda.

Babi jantan yang satu membantu sesama jantan untuk melampiaskan hasrat seksualnya pada babi betina, tanpa rasa cemburu, tanpa harga diri atau keinginan menjaga dan membela babi betina. “Saudara-saudara, daging babi membunuh ghirah orang yang memakannya. Itulah yang terjadi pada kalian. Seorang laki-laki, tanpa rasa cemburu melihat dan membiarkan istrinya bersama laki-laki lain. Seorang bapak membiarkan anak perempuannya bersama laki-laki lain tanpa perasaan was-was. Itulah sifat-sifat yang menular dari babi pada siapa saja yang memakannya,” ujar Syekh Muhammad Abduh.

Kisah di atas adalah bagian kecil yang diungkap oleh para ulama tentang hikmah larangan memakan babi yang ditentukan Allah SWT. Ketika Swine Influenza merebak, para ahli kedokteran buru-buru memberikan keterangan, bahwa tak ada hubungan sama sekali antara flu babi dan memakan daging babi. Tentu saja hampir semua paham, bahwa memakan daging babi tak memiliki kaitan dengan virus flu babi. Tapi pernyataannya pun bisa dijadikan semacam logika terbalik, “Tak makan saja bisa terserang, apalagi mereka yang memakan. Ibarat pemancar bertemu dengan receiver.”

Salah satu argumentasi ilmiah pernah disebutkan oleh DR. Murad Hoffman, seorang Muslim Jerman. “Memakan daging babi yang terjangkit cacing babi tidak hanya berbahaya, tapi juga dapat menyebabkan meningkatnya kandungan kolesterol dan memperlambat proses penguraian protein di dalam tubuh. Akibatnya mudah terserang kanker usus, iritasi kuilt, eksim, rematik dan banyak lagi. Bukankah sudah kita ketahui bahwa virus-virus influenza yang berbahaya bisa hidup dan berkembang pada musim panas karena medium babi,” ujar DR Hoffman.

Kajian ilmiah yang dilakukan oleh DR Muhammad Abdul Khair juga menemukan fakta menarik. Di negara-negara yang penduduknya mengonsumsi daging babi, jenis penyakit meningkat cukup drastis. Sementara di negeri-negeri Islam angkanya cukup rendah. Hasil penelitian ini pernah dipresentasikan dalam Konferensi Tahunan Sedunia tentang “Penyakit Alat Pencernaan” di Sao Paulo pada tahun 1986.

Sebenarnya, bukan agama Islam saja yang dalam ajarannya melarang umatnya memakan daging babi. Dalam Alkitab, pada Ulangan 14: 08, juga terdapat larangan memakan babi. Tapi terjadi perdebatan karena dalam ayat ini tertulis babi hutan.

Flu babi yang dalam bahasa klinis disebut dengan kode H1N1, sesungguhnya juga bukan virus baru. Banyak peristiwa dalam sejarah yang menyebutkan bahwa virus ini telah memakan korban yang besar. Pada tahun 1918, virus ini telah membunuh lebih dari 20 juta manusia yang hari itu jumlahnya tentu belum sebanyak sekarang. Bahkan ada data yang menyebutkan, lebih dari 40 juta jiwa meninggal karena flu babi. Virus ini berjangkit dari kuman-kuman yang ada pada babi dan menular pada tentara Amerika pada Perang Dunia I. Mobilisasi militer akhirnya membuat virus ini menyebar dengan cepat dan ganas.

Pada tahun 1957, muncul kasus Asian Flu dan juga Flu Hongkong yang terjadi pada tahun 1968. Virus-virus ini bermula dari babi dan telah memakan korban hampir dua juta orang. Pada kurun yang sama, tahun 1950-an, pemerintah Amerika pernah merilis bahaya mengonsumsi daging babi. Washington Post pada 31 Mei 1952 pernah memuatnya sebagai berita utama.

Temuan menarik yang tak bisa dianggap enteng oleh para ilmuwan adalah penelitian yang dipimpin oleh DR.Yoshihiro Kawaoka dari Universitas Winsconsin beserta 12 saintis lainnya. Hasil penelitian mereka diturunkan dalam Journal of Virology pada tahun 1997 dan menyebutkan bahwa kerongkongan babi memiliki sel-sel tertentu yang mampu mengubah berbagai kuman menjadi virus berbahaya yang mengancam jiwa manusia. Bukan hanya jurnal ilmiah, kantor berita seperti BBC pun pernah mengulas secara luas peran babi yang menjadi pemicu virus-virus ganas dalam sejarah kesehatan dunia.

Wahyu dan akal, ilmu dan iman, dalam dunia ilmiah seperti kedokteran, tak semestinya dipisahkan. Wahyu dan iman sepatutnya dijadikan pijakan untuk selanjutnya ditelusuri melalui ilmu dan akal. Kasus pengharaman babi yang diturunkan melalui larangan Allah, tentu bertujuan baik untuk manusia. Dan tugas kita mencari dan menggalinya secara ilmiah.

Berbagai virus yang ada di dunia menemukan tempat inkubasi yang sangat strategi dalam hewan seperti babi. Kemudian bermutasi menjadi virus-virus ganas yang menjangkiti para pemakan babi. Selanjutnya, para pemakan babi akan menularkan virus-virus tersebut kepada orang-orang yang bahkan menyentuh babi pun tak pernah. Inilah kesimpulan yang dihasilkan oleh para ilmuwan yang mempelajari kasus flu burung yang menghebohkan dunia belum lama ini.

Profesor Robin Weiss dari Institut Kajian Kanker London menemukan, bahwa daging babi memiliki banyak virus yang tak bisa dipisahkan atau dimatikan dari dagingnya karena virus-virus tersebut dibawa babi dalam DNA-nya. Lewat kajian yang dilakukannya, akhirnya Robin Weiss berhasil membuat pemerintah Inggris mengeluarkan larangan transplantasi organ babi pada manusia. (Campaign for Responsible Transplantation - Press Releases 1998, New Biotech Partnership Threatens Public Health, Oct. 21 1998)

Sungguh, Maha Besar dengan segala perintah dan larangan-Nya. Andai saja manusia berendah hati, tak pongah dan merasa mengetahui banyak hal di dunia, tentu kita akan mendapatkan banyak hikmah dari satu larangan saja. Larangan Allah pada daging babi, ternyata menyimpan rahasia yang mampu menyelamatkan manusia.


Shanty Hayuningtyas
, dimuat di Sabili.

BIOGRAFI RINGKAS YUSUF AL QARDHAWI

Lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta pada 9 September 1926. Usia 10 tahun, ia telah menghafal Al Qur’an. Menamatkan pendidikan di Ma’had Thantha dan Ma’had Tsanawi, Qardhawi kemudian melanjutkan studynya ke Universitas Al Azhar, Fakultas Ushuluddin dan menyelesaikannya pada tahun 1952 M.
Tapi gelar doktornya baru dia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi “Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan”, yang kemudian di sempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat konprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961 dan di sana sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.

Dalam perjalanan hidupnya, Qardhawi pernah pernah dipenjara sejak masa mudanya. Di Mesir, saat umurnya 23 tahun dipenjarakan oleh Raja Faruk pada tahun 1949, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober, kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun.

Qardhawi terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah Zamalek. Alasannya, khutbah khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rezim saat itu.

Qardhawi memiliki tujuh orang anak, empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing masing, dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki lakinya.

Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir di Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3nya. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika.

Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.

Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, kita bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah, karena Qardhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa islami dan tidak islami, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.

Yusuf Qardhawi dikenal sebagai ulama dan pemikir islam yang unik sekaligis istimewa, keunikan dan keistimewaanya itu tak lain dan tak bukan ia memiliki cara atau metodologi khas dalam menyampaikan risalah islam, lantaran metodologinya itulah dia mudah diterima di kalangan dunia barat sebagai seorang pemikir yang selalu menampilkan islam secara ramah, santun, dan moderat, kapasitasnya itulah yang membuat Qardhawi kerap kali menghadiri pertemuan internasional para pemuka agama di Eropa maupun di Amerika sebagai wakil dari kelompok islam.

Dalam lentera pemikiran dan dakwah islam, kiprah Yusuf Qardhowi menempati posisi vital dalam pergerakan islam kontemporer, waktu yang dihabiskannya untuk berkhidmat kepada islam, bercearamah, menyampaikan masalah masalah aktual dan keislaman di berbagai tempat dan negara menjadikan pengaruh sosok sederhana yang pernah dipenjara oleh pemerintah mesir ini sangat besar di berbagai belahan dunia, khususnya dalam pergerakan islam kontemporer melalui karya karyanya yang mengilhami kebangkitan islam moderen. Sekitar 125 buku yang telah beliau tulis dalam berbagai demensi keislaman, sedikitnya ada 13 aspek kategori dalam karya karya Yusuf Al Qardhawi, seperti masalah masalah : fiqh dan ushul fiqh, ekonomi islam, ulum Al Quran dan As sunnah, akidah dan filsafat, fiqh prilaku, fakwah dan tarbiyah, gerakan dan kebangkitan islam, penyatuan pemikiran islam, pengetahuan islam umum, serial tokoh tokoh islam, sastra dan lainnya. Sebagian dari karyanya itu telah diterjemahkan ke berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia, tercatat, sedikitnya 55 judul buku Qardhawi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Mukhlis Aminullah, peminat agama, berdomisili di Bireuen.

BOEDIONO DILIHAT DARI BERBAGAI SISI

Menjelang masa akhir pendaftaran Capres/Cawapres ke KPU, sampai saat ini hanya satu pasangan yang sudah memastikan diri menjadi Calon yaitu JK/Wiranto yang diusung oleh Partai Golkar dengan Partai Hanura. Sementara yang lainnya belu ada kepastian. Kasak kusuk yang terdengar adalah masih ada tarik ulur antara satu Calon dengan yang lainnya. Prabowo belum pasti dengan Mega. SBY juga belum mendeklarasaikan diri dengan Boediono sebagai Cawapres. Masih ada berbagai kemungkinan, termasuk pembatalan Boediono sebagai Cawapresnya, walaupun kepastiannya hampir seratus persen.

Bagi orang awam yang jarang membaca berita-berita ekonomi, tentu saja bertanya siapa dan apa kapasitasnya sehingga SBY memilih ybs sebagai Cawapres. Bagi elit, Boediono tidak asing lagi karena beliau adalah Gubernur Bank Indonesia setelah sebelumnya sebagai Menko Perekonomian/Kepala Bappenas.

Pemilihan beliau sebagai Cawapres oleh SBY tentu suatu kehormatan bagi ybs. Dan SBY punya beberapa alasan yang logis, setidaknya menurut SBY, mengapa Boediono yang diusung.....
Alasan pertama tentu saja karena Boediono memenuhi 5 (lima) kriteria yang ditetapkan SBY beberapa waktu yang yaitu integritas, kapabilitas, loyal dan tidak kepentingan politik serta bisa diterima masyarakat.
Alasan selanjutnya adalah rekam jejak Boediono yang baik, sehingga diharapkan akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat maupun dunia internasional. Beliau tidak tersangkut kasus korupsi, karirnya tidak pernah cacat dan selama ini dikenal nentral sehingga bisa masuk ke semua kalangan.
Guru Besar FE UGM dan Doktor Ekonomi Bisnis lulusan Wharton School University of Pennsylvania, AS 1979 ini, terbukti selama menjadi Menkeu pada Kabinet Megawati, Menko Perekonomian pada Kabinet SBY maupun sebagai Gubernur Bank Indonesia.

Selama menjabat Menkeu, ia berhasil membenahi bidang fiskal, masalah kurs, suku bunga dan pertumubuhan ekonomi. Saat baru menjabat Menkeu, langkah pertama yang dilakukannya adalah menyelesaikan Letter of Intent dengan IMF yang telah disepakati sebelumnya serta mempersiapkan pertemuan Paris Club September 2001. Paris Club ini merupakan salah satu pertemuan penting karena menyangkut anggaran 2002. Setelah itu, dia bersama tim ekonomi Kabinet Gotong-Royong, secara terencana mengakhiri kerjasama dengan IMF (Dana Moneter Internasional) Desember 2003.

Departemen Keuangan di bawah kendali pria kelahiran Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943, itu pun berhasil melampaui masa transisi pascaprogram IMF, yang sebelumnya sudah dia ingatkan akan sangat rawan, bukan hanya menyangkut masalah dana, tetapi juga menyangkut rasa percaya (confidence) pasar. Apalagi kala itu, Pemilihan Umum 2004 juga berlangsung. Kondisi rawan itu pun berhasil dilalui tanpa terjadi guncangan ekonomi.

Dia berhasil menggalang kerjasama dengan Bank Indonesia dan tim ekonomi lainnya, kecuali dengan Kwik Kian Gie yang kala itu tampak berbicara sendiri sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/ Kepala Bappenas.

Sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Gotong Royong, ia berhasil memperbaiki keuangan pemerintah dengan sangat baik sehingga mampu membawa Indonesia lepas dari bantuan Dana Moneter Internasional.

Sebelum menjabat Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu, Menteri Keuangan Kabinet Gotong Royong (2001–2004) dan Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999), Boediono telah menjabat Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Ia juga pernah menjabat Direktur Bank Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto.

Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, ini memperoleh gelar S1 (Bachelor of Economics (Hons.)) dari Universitas Western Australia pada tahun 1967. Lima tahun kemudian, meraih gelar Master of Economics dari Universitas Monash, Australia. Kemudian meraih gelar S3 (Ph.D) dalam bidang ekonomi dari Wharton School, Universitas Pennsylvania pada tahun 1979.

Bila melihat sepak terjang Boediono, apalagi dikaitkan dengan Profesionalisme dan pengalaman nya selama ini, rasanya cukup pantas beliau diusung sebagai Cawapres bagi SBY. Namun kita tidak boleh menutup mata, dari sisi politis, pemilihan beliau sebagai kebijakan tidak populis. Kalau dipaksakan akan menjadi sebuah perjudian bagi SBY dalam usaha menduduki kursi Presiden satu periode yang akan datang.

Latar belakang Boediono yang bukan berasal dari unsur Partai Politik diprediksikan akan menggangu jalannya Pemerintahan, bila duet ini terpilih, kelak. Para pengamat politik mengkhawatirkan minimnya dukungan dari parlemen bila ada kebijakan-kebijakan yang tidak sejalan dengan perlemen.

Sekarang saja kondisi ini sudah terlihat jelas.reaksi keras PKS, PPP, PKB dan PAN yang sebelumnya mengatakan akan berkoalisi dengan Partai Demokrat. Keempat Partai ini yang kebetulan saja adalah partai Islam, merasa terkejut dan sempat mengancam akan membentuk poros alternatif atau mengalihkan dukungan kepada pasangan Capres-Cawapres lainnya, bila SBY tetap memaksakan memilih Boediono.

Mereka menggelar rapat di salah satu ruangan Fraksi PKS di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa 12/5. Peserta rapat adalah Ketua F-PKS Mahfudz Siddiq, Sekjen PKS Anis Matta, Ketua F-PPP Lukman Hakim Saifuddin, Ketua F-PAN yang juga Sekjen PAN Zulkifli Hasan, Ketua DPP PAN M Najib, serta Wakil Sekjen PKB Imam Nachrowi.

Seusai rapat, Ketua F-PKS Mahfudz Siddiq mengatakan pihaknya terkejut dengan informasi itu karena tidak ada pembahasan sebelumnya. Sekjen PKS Anis Matta juga dengan nada kecewa mengaku sudah mendapat pemberitahuan dan undangan menghadiri deklarasi koalisi pendukung SBY pada 15 Mei di Bandung, Jawa Barat. Karena itulah, katanya, partai-partai pendukung SBY merasa perlu mengusung satu sikap apabila putusan soal cawapres itu terus dipaksakan tanpa berbicara dengan anggota koalisi lainnya. Mahfudz Siddiq mengatakan, empat parpol kecewa karena Partai Demokrat mengabaikan aspirasi partai koalisi. Ia mengungkapkan sebelumnya sudah ada aspirasi dari parpol koalisi dan berpandangan lebih baik Cawapres dari parpol agar memiliki kemampuan politik yang lebih kokoh. Mereka juga berharap Cawapres diambil dari partai berbasis Islam.

Menurut Mahfudz Siddiq, sosok Boediono tidak mencerminkan hal tesebut. Karena itu, empat parpol ini bersepakat mengadakan rapat lanjutan untuk membahas sikap yang akan diambil. "Hitung-hitungan kami, kalau PKS dan empat parpol ini gabung dengan Gerindra, terus misalnya kami gabung dengan Hanura dan Golkar. Maka jumlah kursi kita bisa 60 persen di parlemen. Ini poros alternatif," kata Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq, saat jumpa pers, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (12/5).

Malam harinya, mereka (minus PKB) pun melanjutkan pertemuan di Hotel Nikko Jakarta. Pertemuan itu dihadiri Sekjen PKS Anis Matta, Ketua F-PKS DPR Mahfudz Siddiq, Sekretaris F-PKS DPR Abu Bakar Al Habsyi, Wakil Sekjen PPP Roma Hurmuziy, dan Fungsionaris PAN M Najib. Dalam pertemuan, mereka mempertanyakan dan membahas sejumlah kriteria yang pernah disampaikan SBY terkait Cawapres yang akan digandengnya jika SBY akhirnya benar menggandeng Boediono.

Seusai pertemuan, mereka menggelar konferensi pers. "Kalau lihat kriteria akseptabilitas dan mendukung koalisi yang kuat, apa alasannya memilih Boediono?" kata Anis bernada tanya. Mereka pun menilai sikap SBY dan Demokrat yang secara serta-merta memilih Boediono, tidak menjunjung tinggi tata krama komunikasi politik. Padahal, dalam koalisi, hal yang paling krusial adalah komunikasi dan koordinasi di antara peserta koalisi.

Menurut Sekjen PKS Anis Matta, hal inilah yang mengecewakan mereka sebagai mitra koalisi yang membutuhkan pola komunikasi ideal. "Yang menjadi perhatian kami adalah pola pengambilan keputusannya. Kita tidak tahu konsideritasnya," tutur Anis seusai pertemuan di Hotel Nikko, Selasa (12/5).

Begitu pula Wakil Sekjen PPP Romahurmuzi merasa harga diri partainya cukup dilangkahi dengan keputusan sepihak Demokrat tersebut. "Ini masalah harga diri partai. Mereka harusnya ingat masih ada gerbong panjang ke belakang," tutur Romahurmuzi.

Sehubungan dengan itu, mereka sepakat untuk meneruskan pembicaraan mengenai hal ini dalam komunikasi yang lebih tinggi lagi, yaitu komunikasi di kalangan pimpinan PKS, PAN, PPP dan PKB.

Namun pada waktu yang hampir bersamaan, Ketua Umum Partai Demokrat Hadi Utomo, Mensesneg Hatta Rajasa dan Menseskab Sudi Silalahi mengadakan pertemuan dengan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Sekjen PAN Zulkifli Hasan, di Wisma Negara. Menurut Hatta Rajasa, Presiden PKS Tifatul Sembiring juga diundang tetapi tidak hadir. Tetapi ketika hal ini dikonfirmasi pers kepada Tifatul, ia mengaku tidak memperoleh undangan. "Ya tidak diundang dan kita tidak tahu, mungkin miss di mana kita tidak tahu," jelasnya.

Seusai pertemuan ini, Hatta Rajasa kepada pers mengungkapkan bahwa kepada para Ketua Umum Parpol itu diberikan penjelasan kemudian didiskusikan mengenai Cawapres pilihan SBY. “Saya kira kuncinya adalah komunikasi menjelaskan itu,” jelas Hatta. Menurut Hatta Rajasa, pemilihan Boediono sudah melalui pertimbangan dan proses yang cukup panjang, tidak ada titipan. Langkah itu dilakukan guna menegakkan sistem presidensial. “Maka sebaiknya cawapres dipilih capresnya. Karena memang demikianlah kita berkomitmen menegakkan sistem presidensial,” ujar Hatta.

Di tengah kabar kepastian SBY memilih Boediono sebagai Cawapres, tengah berproses komunikasi politik antara Partai Demokrat dengan PDIP. Boediono dikenal dekat dengan Megawati dan PDIP. Namun, Sekjen PDIP Pramono Anung mengatakan dipilihnya Boediono bukan atas titipan PDIP.

Sementara, pengamat politik J Kristiadi menilai Keputusan SBY memilih Boediono, seorang ekonom profesional tanpa partai pendukung, sebagai Cawapres pendampingnya dalam pilpres mendatang, mencerminkan kepercayaan diri SBY dan Partai Demokrat. Menurutnya, pilihan itu menegaskan bahwa SBY lebih memprioritaskan kecocokan personal ketimbang kepentingan koalisi di parlemen. Namun, Kristiadi mengingatkan, hati-hati, jangan rasa percaya diri ini begitu kentara karena nanti bisa jadi bumerang.

Kristiadi mengapresiasi ketegasan sikap Boediono sebagai sosok ekonom profesional dalam mengatasi sejumlah persoalan ekonomi yang dihadapi Indonesia. Namun, ia menilai Boediono lemah dalam manuver politik.

Kristiadi merasa kuatir, bagaimana nanti pasangan yang keduanya adalah sosok akademis, ini memimpin negara yang penuh dengan lika-liku politik. Karena itu, kata Kristiadi, mereka harus memiliki seorang tokoh penghubung antara pemerintah dan parlemen.

Sementara mengenai reaksi kekecewaan dan protes para petinggi partai koalisi pendukung Partai Demokrat atas pilihan SBY meminang Boediono sebagai Cawapres, Kristiadi merasa tidak mengerti kenapa parpol-parpol itu marah. "Bukankah mereka sejak awal sudah memberi sinyal kepada SBY untuk menggunakan hak prerogratifnya memilih Cawapresnya?" ujar pengamat politik dari CSIS itu.

Kristiadi kuatir, jangan-jangan kemarahan parpol-parpol koalisi Demokrat ini hanya sandiwara untuk menaikan posisi tawar politik guna mendapat jatah kursi lebih banyak di kabinet. "Atau jangan-jangan ada kelompok lain yang bermain, misalnya mungkin Gerindra mulai mendekati mereka dan memberi tawaran yang lebih menarik dan partai-partai ini mencari alasan untuk bisa hengkang dari koalisi dengan Demokrat," ucapnya.

Penuhi Kriteria

Sementara itu, pagi keesokan harinya, Rabu (13/5), Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum kepada pers mengatakan, Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono mendekati lima kriteria dasar Cawapres yang dirilis SBY. "Memang tidak ada yang sempurna. Dari lima hal dasar cawapres yang disampaikan Pak SBY, jatuhlah pilihan pada Pak Boediono," kata Anas.

Kelima kriteria itu adalah pertama, memiliki integritas yang ditandai kepribadian dan moral yang tinggi termasuk moral politik. Kedua, memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam menjalankan tugas negara.

Ketiga, mempunyai loyalitas kepada kepala pemerintahan dan bebas dari konflik kepentingan. Keempat, diterima oleh mayoritas rakyat. Kelima, mampu meningkatkan kekokohan efektifitas koalisi pemerintahan.

Namun, menurut Anas, bukan berarti calon-calon lain yang diajukan oleh partai mitra koalisi tidak memenuhi kriteria tersebut. "Semua calon sama-sama baik, tapi capres perlu diberi ruang yang cukup untuk memilih mana yang terbaik," jelas Anas.

Menurut Anas, Presiden dan Wapres, harus merupakan dua tokoh yang bisa saling menerima dengan ikhlas dan memiliki tingkat kecocokan kimiawi yang tinggi sehingga bisa bekerja sama. Perihal keluhan mitra koalisi yang tak merasa diajak berkomunikasi, Anas mengatakan sudah melakukan pertemuan dengan PKB, PAN, dan PPP, tapi PKS tidak mengirimkan perwakilan partainya.

Lebih tegas dan jelas, Anas Urbaningrum mengatakan, pembicaraan koalisi yang dilakukan Partai Demokrat dengan mitra koalisi sejak awal menekankan pada kecocokan platform dan agenda kerja, bukan soal cawapres.

Menurut Anas, sebelumnya Partai Demokrat sudah menyampaikan bahwa mengenai posisi Cawapres pendamping Capres SBY, sepenuhnya diserahkan kepada SBY. "Sejak awal, koalisi memang agendanya bukan bagi-bagi jatah. Pembicaraan koalisi tidak diawali dengan pembicaraan Cawapres dan jatah kabinet, tapi platform dan agenda 5 tahun yang akan datang agar partai-partai koalisi konsisten dengan platform. Pendirian Partai Demokrat sudah disampaikan kepada rekan-rekan partai yang akan berkoalisi, sebaiknya soal Cawapres diserahkan ke SBY" kata Anas.

Kontrak Politik

Perihal kontrak politik, Anis Matta mengungkapkan sudah ada konfirmasi dari Demokrat bahwa rencana penandatanganan kontrak politik di antara partai-partai koalisi yang sedianya dilakukan 13 Mei 2009, ditunda. Namun, katanya, Partai Demokrat tidak memberikan alasan penundaan waktu penandatanganan kontrak politik. Ke depan, katanya, nota kesepahaman hanya ditandatangani secara multilateral, tidak bilateral seperti kesepakatan sebelumnya.

Sebelumnya, PKS telah mengajukan draft kontrak politik dengan SBY dan Partai Demokrat yang secara substantif antara lain menekankan agar pemerintahan koalisi memprioritaskan alternatif pengambilan keputusan yang Islami dan mengutamakan jabatan-jabatan penting kepada yang beragama Islam.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa banyak sisi yang menjadi pertimbangan bagi SBY sehingga memilih Boediono, setelah dengan berbagai pertimbangan yang matang. Namun dalam dunia politik, kita tidak boleh hanya memandang hanya dari sudut pandang kita sendiri. Ada dinamika lain yang harus menjadi perhatian dan menjadi bahan pertimbangan. Karena kadang kala, apa yang menurut kita sudah baik (sesuai dengan standar kita), namun dari kacamata pihak lain belum sepenuhnya baik. Untuk seharusnya SBY mengakomodir berbagai pertimbangan yang disampaikan oleh rekan-rekan partai yang berkoalisi, dengan cara yang lebih bijak dan tidak meruntuhkan kewibawaannya sebagai Capres sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai pemenang Pemilu 2009.

Mukhlis Aminullah, mantan Anggota KPU Bireuen, Aceh.

Selasa, 12 Mei 2009

POLITIK : KEPENTINGAN ABADI

Ungkapan yang sering kita dengar dari para pelaku politik bahwa “dalam politik tidak ada kawan atau lawan abadi, yang ada kepentingan yang abadi” tampak benar adanya. Ungkapan tersebut bukan hanya jargon politik atau sekedar omong kosong belaka. Sejarah perpolitikan Indonesia sudah memberi bukti.

Pada masa Orde Lama, bagaimana akhir dari perpaduan ''Duo Proklamator'' kita...? Ketika awal berdiri Republik ini hubungan mesra keduanya merupakan spirit bagi rakyat dan pejuang kemerdekaan dalam menahan gempuran NICA untuk mempertahankan kemerdekaan. Endingnya adalah sangat kontra produktif dengan semangat Proklamasi. Mohammad Hatta mengundurkan diri dengan kepala tegak sebagai Wapres karena merasa tidak seiring sejalan lagi dengan Presiden dalam membangun Indonesia.

Pada masa Orde Baru setali tiga uang. Soeharto membangun ''kerajaan''nya dengan berbagai cara yang tidak polpuler dimata rakyat. Orang-orang dekatnya yang sama-sama pernah berjuang mengganyang PKI, seperti Sarwo Edhie Wibowo dan AH. Nasution ditinggalkannya begitu saja karena berbeda haluan politik serta mengganggu ''kepentingan'' kekuasaan. Sarwo Edhie ''dibuang'' menjadi Duta Besar ke beberapa negara. AH. Nasution tidak berkutik di dalam negeri. Walaupun dikalangan meliter beliau sangat dihormati, namun dimata Soeharto, beliau adalah rival yang selalu harus diwaspadai gerak-geriknya.
Dan sesungguhnya bukan hanya Sarwo Edhie dan AH. Nasution saja, banyak tokoh lainnya yang bernasib sama, termasuk Hoegeng. Hanya saja mereka berdua adalah dua kisah paling nyata dan ditulis dalam sejarah.

Pada masa Orde Reformasi, kejadian yang sama terulang lagi. Hanya saja pelakonnya berbeda.
Amin Rais dkk dari garis Islam Reformis (kata pers) menggalang kekuatan untuk menghadang Megawati agar tidak terpilih sebagai Presiden. Padahal semua orang tahu, PDI Perjuangan sebagai pemenang Pemilu 1999 sangat pantas maju memimpin negeri ini, ketika itu.
Amin Rais dkk menggalang kekuatan poros tengah untuk ''menaikkan'' Gus Dur menjadi Presiden. Dan berhasil.
Jadilah Indonesia menjadi bahan ''tertawaan'' sebahagian kalangan karena memilih seorang Presiden yang tidak dapat melihat, namun dapat mendengar (bisikan). Padahal kita tau, sebelum era Reformasi, hubungan Gus Dur dengan Amin Rais sebenarnya kurang mesra. Gus Dur sebelumnya adalah Ketua NU, sementara Amien Rais adalah Ketua DPP Muhammadiyah.
Jelas sekali ada politik kepentingan saat itu, yang tidak bisa dikatankan ''demi rakyat''......

Apa dinyana..... kesempatan Gus Dur untuk bersenang-senang di Istana tidak sampai satu periode. Pada tahun 2001, Sidang Istimewa MPR di bawah komando Amien Rais, sang teman, memaksa Gus Dur keluar dari Istana Kepresidenan dengan celana pendek. Sungguh naif. Dan kejadian juga akan dicatat dalam lembaran sejarah bangsa ini.
Kasihan sekali.... namun sekali lagi, apa mau dikata. Politik itu kejam, kata sebagian orang.

Pada akhir tahun 2003, hubungan SBY sebagai Menteri pada Kabinet Gotong Royong dengan Megawati mulai tidak harmonis. Mega saat itu, mencium gelagat tidak baik dari gerak gerik SBY yang sudah mempersiapkan diri menuju Pemilu 2004. Ending dari hubungan yang tidak stabil itu adalah ketika Ketua Dewan Pembina PDI Perjuangan yang juga suami Mega, Taufik Kiemas, menuduh SBY kekanak-kanakan karena ''memprotes'' kebijakan Mega yang tidak mengundang- nya dalam Rapat di Istana. Padahal rapat itu membahas kondisi keamanan di Aceh, merupakan job-nya SBY sebagai Menko Polkam.
Akhirnya SBY keluar dari Kabinet dan mempersiapkan diri untuk maju sebagai Presiden pada Pemilu 2004. Kedua orang ini menjadi kompetitor dalam hajatan yang diselenggarakan oleh KPU.
Hubungan keduanya tidak harmonis lagi. Bukan hanya berbeda haluan politik, namun juga tidak saling bertegur sapa sebagai sesama Muslim. Sampai saat ini.
Bahkan beberapa waktu yang lalu, sebelum pemungutan suara, keduanya saling mengejek. Awalnya diawali oleh Mega yang mengkritik BLT. Tidak berapa lama SBY, dengan gaya khasnya yang low profile, membalas atau mementahkan semua ''tuduhan'' Mega di hadapan ratusan ribu massa yang menghadiri kampanye Partai Demokrat di Senayan.

Suhu politik makin tinggi. Setelah pemungutan suara dan LSI mengumumkan hasil Quick count-nya dengan menempatkan Partai Demokrat pada rangking teratas, semua pihak melakukan ziz zag, bermanuver layaknya di lintasan arena balapan Formula Satu. Sebelum JK-Wiranto mendeklarasikan diri, arah koalisi sudah nampak mengerucut kepada dua blok. Blok PDI Perjuangan + Partai Golkar melawan Partai Demokrat, dkk.
Namun setelah JK-Wiranto menyatakan kepada publik ''Lebih Cepat, Lebih Baik'' hubungan koalisi seakan mencair lagi. Apalagi setelah Prabowo menyatakan dirinya hanya bersedia menjadi Capres, bukan Cawapres, arah koalisi makin tidak jelas.

Sesuatu yang mengejutkan terjadi lagi. Para tokoh politik seakan ingin mengulang sejarah, dalam dunia politik tidak ada kawan maupun lawan abadi. Hubungan Partai Demokrat dengan PDI Perjuangan yang selama ini berada dalam dua kutub yang berbeda, mencair ke arah yang lebih baik.
Dalam sepekan terakhir,terjadi pendekatan yang serius mengenai kemungkinan akan bergabungnya PDI Perjuangan ke dalam koalisi yang sedang dibangun Partai Demokrat. Persoalan harga diri Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati terpaksa dikesampingkan demi terbentuknya bangunan koalisi besar pemerintahan mendatang jika SBY terpilih kembali pada Pilpres 8 Juli 2009.

Bagi penggagas, pendukung, atau kader PDI Perjuangan yang prokoalisi baru ini, pendekatan antara PDI Perjuangan dan Partai Demokrat membuka peluang bagi PDI Perjuangan untuk masuk ke dalam pemerintahan mendatang. Sebaliknya, bagi mereka yang kontra, koalisi ini merendahkan harga diri Megawati dan harkat PDI Perjuangan yang selama lima tahun terakhir beroposisi terhadap pemerintahan SBY-JK. Ini juga menunjukkan betapa elite politik di PDI Perjuangan sudah mengaku kalah sebelum bertanding.

Memang hubungan kedua partai ini baru tahap penjajakan. Namun, dengan berbagai pertimbangan yang rasional masing-masing partai, tidak mustahil hubungan ini akan berlanjut, walaupun Megawati harus rela merubuhkan kepercayaan para rekan-rekan partai lain yang terlanjur mendeklarasikan Koalisi Besar Parlemen, beberapa waktu yang lalu. Bisa saja Megawati tidak maju sebagai Presiden, namun cukup mendapat ''jatah'' Menteri dari Kabinet SBY yang akan datang.

Semua kemungkinan bisa terjadi. Inilah arena politik. Layak-lah bila di akhir tulisan kita ulang kembali jargon lama '
“dalam politik tidak ada kawan atau lawan abadi, yang ada kepentingan yang abadi”...............
Mari kita simak langkah mereka selanjutnya........

Mukhlis Aminullah, mantan Anggota KPU Bireuen, Aceh.