Jumat, 14 Agustus 2009

REFLEKSI KEMERDEKAAN

Beberapa hari lagi kita akan merayakan hari kemerdekaan ke 64. Tanggal 17 Agustus merupakan hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena pada tanggal itulah 64 tahun yang lalu Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Bagi kita bangsa Indonesia, 17 Agustus sangat "sakral". Begitu bermakna, sehingga setiap tahun kita merayakannya dengan meriah, dengan kesadaran sendiri maupun kesadaran berjamaah.

Sesungguhnya, kalau kita mau kembali membuka sejarah, hari penting dan "sakral" pada bulan Agustus bukan hanya tanggal 17 saja. Hari-hari lain, baik sebelum 17 Agustus maupun setelahnya, adalah hari-hari yang penuh perjuangan bagi bangsa Indonesia.

Kalau dulu para pahlawan kita berjuang untuk mencapai kemerdekaan, sekarang kita tetap harus "berjuang" mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan bangsa asing. Kita harus melawan untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang punya harga diri. Selama ini kita kehilangan jati diri sebagai sebuah bangsa. Betapa banyak pulau-pulau yang seharusnya masuk wilayah kita, tetapi bisa diklaim oleh negara lain sebagai wilayahnya. Hasil budaya yang jelas-jelas karya bangsa Indonesia, tapi malah dikatakan produk Malaysia. Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri hanya dikenal sebagai TKW, pembantu Rumah Tangga atau buruh kasar lainnya. Kalaupun ada yang sangat berprestasi, hanya beberapa orang saja. Prestasi kita di dunia Internasional tidak ada yang patut dibanggakan, kecuali masuk rangking 10 besar negara terkorup di dunia. Beberapa dasawarsa yang lalu, kita masih bisa berbangga dengan prestasi pemain badminton kita yang merajai All England, Thomas Cup, Uber Cup dan Kejuaran Dunia, sekarang prestasi badminton kita sangat menurun mengikuti prestasi Tim Nasional Sepakbola yang menempati rangking 134 dunia, bulan lalu. Sungguh tragis kondisi kita, bangsa Indonesia di mata dunia. Suatu bukti bahwa mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan sebagai sebuah bangsa sangat sulit.

Apa yang mesti kita banggakan sebagai orang Indonesia...? Kondisi di dalam negeri juga menambah lunturnya rasa percaya diri kita sebagai Indonesia. Betapa banyak kerusuhan di negeri ini, ada yang karena kalah Pilkada sampai kepada perbedaan pendapat yang sebenarnya sangat sepele, yang tidak mengharuskan kita saling berkelahi sesama anak negeri. Di kampung saya masih ada orang "berebut" atau "mengusai" mesjid hanya karena perbedaan jumlah rakaat shalat tarawih. Padahal agama kita mengajarkan bahwa; perbedaan itu rahmat.
Dan, yang paling menyedihkan kita bukan hanya kerusuhan saja, namun penjajahan budaya oleh bangsa asing telah membuat bangsa kita seperti kehilangan kendali. Budaya Barat secara tidak sadar sudah terintegrasi dalam budaya bangsa Indonseia. Anak-anak muda lebih mudah disuruh menghafal lagu-lagu Michel Jackson daripada disuruh hafal lagu-lagu perjuangan, apalagi disuruh menghafal ayat-ayat Al Qur'an. Pakaian mereka sudah lebih Barat daripada orang Barat. Begitu juga siaran TV, tidak mencerminkan lagi sebuah siaran TV di sebuah negara dengan ummat Muslim terbesar di dunia. Kekerasan dan eksploitasi aurat sudah menjadi hal yang biasa saja di negeri ini. Kemerdekaan anak-anak untuk mendapat siaran TV yang layak terampas oleh para kapitalis pemilik TV. Sungguh ironis.
Semua itu bermuara pada kesimpulan bahwa kita bukanlah Indonsesia yang benar-benar. Negeri kita hanyalah sekumpulan orang yang tidak merasa diri sebagai Indonesia, kecuali pada saat-saat perayaan Agustusan......

Dengan kondisi seperti sekarang, siapa yang bisa memperbaiki negeri...? Siapa yang layak menjadi pahlawan...? Sebagai sebuah negara, sudah merupakan tugas pemerintah-lah membawa perbaikan bagi bangsa dengan didukung sepenuh jiwa raga rakyatnya. Presiden sebagai Kepala Negara maupun sebagai Kepala Pemerintahan wajib mengendalikan keadaan dan mengembalikan jati diri Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dari sisi ekonomi, keamanan, pendidikan, budaya, dsb. Khusus Presiden SBY, walau bukanlah Presiden yang sempurna (hanya manusia biasa), namun langkah-langkah beliau yang strategis harus tetap kita dukung, dengan catatan untuk saat ini beliau belumlah layak kita sebut sebagai "Pahlawan" yang telah bekerja 5 tahun periode pertama.

Sebagai rakyat, tugas kita adalah membantu pemerintah menciptakan iklim yang sejuk dalam negara. Kita bisa mengabdi sesuai dengan kemampuan kita sendiri. Kita harus mengisi kemerdekaan sebagai wujud rasa syukur dan penghargaan kepada para Pahlawan kemerdekaan yang telah merebut kedaulatan dari tangan penjajah. Kalaupun tidak bisa menyumbangkan sesuatu untuk bangsa, setidaknya janganlah kita jadi musuh bangsa dan negara. Minimal kita harus melaksanakan kewajiban, bukan malah menuntut hak. Kalau Anda sebagai aparat birokrat, bekerjalah dengan benar, janganlah Anda korupsi, karena dengan itu Anda telah merampas hak rakyat. Kalau Anda seniman, janganlah Anda membajak karya sendiri kemudian teriak-teriak mengatakan karya Anda di bajak orang lain. Bagi pelajar, tugasmu adalah belajar, bukan sibuk dengan ganja atau jenis narkoba lainnya. Ada tugas dan kewajiban masing-masing. Kita harus sadar bahwa dengan menjalankan semua sesuai dengan garis aturan yang berlaku, sesuai norma, dan tidak melanggar, saat itulah kita sudah bisa disebut punya andil mempertahankan kemerdekaan.

Beberapa hari lagi kita akan merayakan kemerdekaan. Mudah-mudahan setelah 64 tahun, kita adalah sebuah bangsa yang benar-benar merdeka. Bukan bangsa pecundang.

Dirgahayu Indonesia-ku............

Mukhlis Aminullah, berdomisili di Samadua, Aceh Selatan.

SAJAK MERDEKA

Merdeka...!!
Pekik pejuang masih terngiang-ngiang di kepalaku
seakan proklamasi baru kemarin sore,
padahal aku hanya menonton melalui film-film
yang berlayar hitam putih

Merdeka...!!
Karnaval di kotaku sangat ramai,
tank, mesiu, tombak, bambu runcing
Indonesia seperti enam puluh empat tahun yang lalu
kami berlagak pahlawan negara
hanya kami yang berhak merdeka,
padahal kami tak tahu
kami kehilangan makna merdeka
Merdeka bagi kami adalah karnaval
merah putih, umbul-umbul
dan panjat pinang.......

Tak salah kami maknai merdeka,
kalian para orangtua tidak pernah beri kami
arti merdeka!
Yang kami tahu,
negeri ini belumlah merdeka
para koruptor masih bebas merdeka
penjara bagi mereka ibarat tidur di hotel-hotel mewah
para penegak hukum masih kebal hukum
yang jadi korban tetaplah orang buta hukum
para konglomerat masih belum mengerti arti melarat
wajib pajak masih menghisap uang rakyat

Merdeka...!
Maaf, kami belum merasakannya.

kota juang, 14 agustus 2009 karya mukhlis abi fildza

Senin, 10 Agustus 2009

SURAT CINTA

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !

Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya,
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !

Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan.

Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci rambutnya
untuk ke pesta.
Wahai, dik Narti
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan
Aku melamarmu,
Kau tahu dari dulu :
tiada lebih buruk
dan tiada lebih baik
dari yang lain ……
penyair dari kehidupan sehari-hari,
orang yang bermula dari kata
kata yang bermula dari
kehidupan, pikir dan rasa.

Semangat kehidupan yang kuat
bagai berjuta-juta jarum alit
menusuki kulit langit :
kantong rejeki dan restu wingit
Lalu tumpahlah gerimis
Angin dan cinta
mendesah dalam gerimis.
Semangat cintaku yang kuta
batgai seribu tangan gaib
menyebarkan seribu jaring
menyergap hatimu
yang selalu tersenyum padaku.

Engkau adalah putri duyung
tawananku
Putri duyung dengan
suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku !
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku
Wahai, putri duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
kerna langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal
bersenda gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya
Wahai, Dik Narti
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku !

Karya : WS.Rendra, khusus ungkapan cinta kepada Soenarti, isteri pertamanya.