Selasa, 20 April 2010

BURUNG HUD HUD YANG SETIA

Dan dia (Nabi Sulaiman as) memeriksa burung-burung lalu berkata: “Mengapa aku tidak melihat hud-hud apakah dia termasuk yang tidak hadir. Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras atau benar-benar menyembelihnya atau benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang.” Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud) lalu ia berkata: “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya, dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari. selain Allah. Dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-pcrbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah) sehingga mereka tidak dapat petunjuk, agar mereka tidak menyembah Allah. Yang mengeluarkan apa yang di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Allah, tiada Tuhan yang disembah selain Dia Tuhan yang mempunyai arsy yang besar.” Berkata Sulaiman:” Akan kami lihat, apa kamu benar ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta. Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu jatuhkan kepada mereka kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan.” (QS An Naml 20-28).

Disiplin Nabi Sulaiman As

Salah satu unsur terpenting dalam kehidupan berjamaah atau bermasyarakat dan bernegara adalah tegaknya disiplin atas berbagai peraturan yang menata manusia-manusia yang berada di dalam jamaah atau masyarakai tersebut. Tanpa kedisiplinan hancurlah segala pola kerja yang disepakati atau yang seharusnya berlaku. Nabi Sulaiman as memberikan teladan kepada ummat manusia bagaimana ia menegakkan disiplin kepada sekalian tentaranya, termasuk burung-burung yang menjadi tonggak penting perhubungan pada saat itu, yaitu burung Hud-Hud.

Ketegasan Sulaiman as jelas sekali dalam kata-katanya, “Mengapa aku tidak melihat burung Hud-Hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir. Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya atau benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang.”

Kelalaian yang meliputi semua unsur dalam tatanan masyarakt sangat diperlukan bagi masyarakai muslim agar mereka bisa kokoh dan tegar. Allah SWT berfirman: “Hai sekalian orang-orang yang beriman. Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasulullah. dan orang-orang yang memegang urusan (pemerintahan) dari kamu.” (An Nisaa 59).

Rasulullah SAW bersabda: “Seorang muslim wajib mendengar, taat pada pemerintahnya, dalam apa yang disenangi dan apa yang dibencinya, kecuali jika diperintah untuk ma’shiyat kepada Allah SWT. Maka apabila diperintah ma’shiyat, maka tidak wajib mendengar dan tidak wajib taat.” (Bukhori dan Muslim). Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang melepas tangan dari taat maka akan benemu dengan Allah pada hari kiamat, tidak berhujjah (beralasan). Dan siapa yang mati sedang tiada di lehernya suatu baiat maka mati sebagai mati jahiliyah.” Sedangkan Ibnu Umar ra menceritakan: “Kami jika berbaiat kepada Rasulullah saw atas mendengar dan taat. maka Nabi saw bersabda: “Dalam apa yang kamu dapat mengerjakan.” (Bukhari dan Muslim)

Fathi Yakan berkata dalam bukunya yang berjudul Aids Haraki: “Setiap amal harus ditegakkan di atas nilai-nilai aqidah dan fikrah yang benar. Harus didukung dengan prinsip-prinsip siyasi dan haraki yang berdasarkan syariat. Ia tidak guncang karena perubahan situasi dan kondisi. Para personilnya jangan sampai mengorbankan prinsip hanya karena alasan murunatul Islam (kelenturan Islam) dan Ijtihad dalam rangka melakukan siasat memanfaatkan peluang. Sebuah harakah manakala mentolerir pelanggaran terhadap sebagian saja dari nilai-nilai syar’i, hakikatnya ia telah mempertaruhkan kepribadian dan kehormatannya. Jadilah ia sebuah harakah tanpa kepribadian dan kehormatan. Perjalanannya labil, langkahnya tersendat-sendat, dan bangunannya selalu terancam badai yang siap menghancurkannya setiap saat.”

Burung Hud Hud yang Setia

Ketegasan Nabi Sulaiman as dalam memberi ancaman sanksi kepada Hud-Hud bukan sebuah isyarat bahwa raja yang mampu menangkap bahasa hewan itu melihat ada sebuah ketidakberesan dalam ketaatan pada burungnya. Sulaiman as hanya menerapkan sebuah disiplin hidup berkelompok di mana Hud-Hud seharusnya memberikan kesetiaan penuh.
Oleh karena itu tatkala Hud-Hud tiba, beliau menanyai lebih dahulu kepada burung tersebut sebab-sebab ketertambatannya. Hud-Hud punya kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya sehingga terpenuhilah sebagian dari syarat bagi ancaman Nabi Sulaiman as: “… atau benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang.” Dan ternyata, Hud-Hud memang mempunyai alasan yang sangat masuk akal. Namun, Sulaiman as tak puas hanya sampai di situ. Beliau perlu meminta bukti-bukti yang nyata, sehingga diutuslah burung tersebut dengan membawa surat.

Pengecekan terhadap kebenaran alasan yang diberikan seorang yang melonggar peraturan adalah manhaj yang sahih. Itulah prosedur hukum yang patut dihormati demi tegaknya keadilan dan kebenaran, sekalipun terhadap mereka yang sebenarnya tidak memiliki cacat-cacat sebelumnya.

Rasulullah saw pernah menerapkan hal ini kepada Kaab bin Malik yang tertinggal dalam Perang Tabuk.
Mengenai dirinya Kaab berkata: “Belum pernah saya tertinggal dari Rasulullah saw dalam suatu peperangan kecuali dalam perang Tabuk. Hanya saya tertinggal dalam perang Badar, karena Rasulullah saw keluar hanya untuk meng-hadang kafilah Quraisy… sedang saya telah menyaksikan bersama Rasulullah saw malam Bai’atul Aqabah ketika kami berbaiat atas Islam. Dan saya merasa tak suka jika kejadian Bai’atul Aqabah ditukar dengan perang Badar.”

Ketika Kaab bin Malik memberikan keterangan kepada Rasulullah saw, ia telah berkata sejujur-jujurnya: “Ya, Rasulullah demi Allah seandainya sekarang ini saya sedang duduk di depan seseorong selain engkau, pastilah aku dapat memberikan alasan-alasan untuk menyelamatkan diriku dari murkanya, sebab saya cukup pandai berdebar. Tetapi demi Allah, saya yakin jika kini saya berdusta kepadamu yang mungkin Anda terima dan ridho kepadaku, mungkin Allah murka kepadaku… demi Allah sebenarnya tidak ada udzur bagi saya….”

Rasulullah saw tetap saja menerapkan sanksi bagi Kaab, berupa pemboikotan hubungan, sampai datang penjelasan Allah SWT dalam surat At-Taubah tentang pengampunan Kaab dan dua orang temannya.

Kesalahan Burung Hud Hud

Kesalahan yang mungkin terjadi pada diri seseorong dalam sebuah kelompok atau masyarakat yang terpimpin, dapat merupakon kesalahan yang bersifat konsepsional (fikri), moral (ma’nawi) atau operaslonal (amali). Kesalahan ini berbeda-beda dampaknya dan tentu juga timbangan berat kesalahannya. Apa yang dilakukan Hud-Hud, kalau bisa disebut sebuah kesalahan, adalah kesalahan amali (operasional). Tetapi Hud-Hud kemudian berhasil menjelaskan bahwa kesalahan itu sangat wajar terjadi, karena ia memang melihat sesuatu yang sebenarnya memang menjadi misi bagi kenabian Sulaiman as sendiri. Ia melihat suatu masyarakat jahiliah yang seharusnya menjadi obyek dakwah Nabl Sulaiman as, tetapi ternyata belum terdata oleh raja itu. Karenanya, keterlambatan kedatangan Hud-Hud membawa hikmah tersendiri, yakni berinteraksinya Nabi Sulaiman as dengan Ratu Balqis. Tidak ada kegoncangan strukural dalam tubuh pasukan Sulaiman as lantaran ulah Hud-Hud.

Apa yang dibuat Hud-Hud tidaklah sama dengan kaumnya Nabi Musa as ketika mereka ditinggal untuk beberapa waktu. Sepulang Musa as, kaumnyo telah membuat patung sesembahan berbentuk sapi yang bisa mengeluarkan suara. Penyeimpangan itu begitu fatal sehingga hampir saja menghancurkan kaum Musa, ketika terjadi dua kubu. Kubu Harun as sebagai pendamping Nabi Musa yang ditinggal bersama mereka, dengan Samiri seorang yang berhasil mempengaruhi pemikiran kaumnya sehingga menyembah sesuatu selain Allah SWT.

Penyimpangan kaum Musa bersifat konsepsional dan sangat berbahaya bagi kesatuan akidah dan fikroh masyarakat yang tengah dibina Nabi Musa AS.
Hal yang perlu dicatat adalah sekalipun “masalah” yang terjadi pada Hud-Hud bersifat operasional tetap saja Nabi Sulaiman as menegakkan disiplinnya dengan memberikan beberapa ancaman sampai Hud-Hud dapat membulatkan argumentasinya dengan meyakinkan. Hal ini sangat penting. Sebab kesalahan operasional tidak boleh dianggap sepele, sehingga orang bermudah-mudah dalam melakukannya.
Dapatkah anda bayangkan akhir pertarungan sebuah pasukan yang disiapkan untuk menyerang pada suatu saat tertentu. Tiba-tiba para prajuritnya terlambat berdatangan, meskipun masing-masing membawa alasan yang wajar?

Mukhlis Aminullah, dari berbagai sumber.

AIR MATA RINDU (BILAL bin RABBAH)

Langit Madinah kala itu mendung. Bukan mendung biasa, tetapi mendung yang kental dengan kesuraman dan kesedihan. Seluruh manusia bersedih, burung-burung enggan berkicau, daun dan mayang kurma enggan melambai, angin enggan berhembus, bahkan matahari enggan nampak. Seakan-akan seluruh alam menangis, kehilangan sosok manusia yang diutus sebagai rahmat sekalian alam. Di salah satu sudut Masjid Nabawi, sesosok pria yang legam kulitnya menangis tanpa bisa menahan tangisnya.

Waktu shalat telah tiba. Bilal bin Rabah, pria legam itu, beranjak menunaikan tugasnya yang biasa: mengumandangkan adzan.

Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Suara beningnya yang indah nan lantang terdengar di seantero Madinah. Penduduk Madinah beranjak menuju masjid. Masih dalam kesedihan, sadar bahwa pria yang selama ini mengimami mereka tak akan pernah muncul lagi dari biliknya di sisi masjid.

Asyhadu anla ilaha illallah, Asyhadu anla ilaha ilallah.

Suara bening itu kini bergetar. Penduduk Madinah bertanya-tanya, ada apa gerangan. Jamaah yang sudah berkumpul di masjid melihat tangan pria legam itu bergetar tak beraturan.

Asy...hadu.. an..na.. M..Mu..mu..hammmad. ..

Suara bening itu tak lagi terdengar jelas. Kini tak hanya tangan Bilal yang bergetar hebat, seluruh tubuhnya gemetar tak beraturan, seakan-akan ia tak sanggup berdiri dan bisa roboh kapanpun juga. Wajahnya sembab. Air matanya mengalir deras, tidak terkontrol. Air matanya membasahi seluruh kelopak, pipi, dagu, hingga jenggot. Tanah tempat ia berdiri kini dipenuhi oleh bercak-bercak bekas air matanya yang jatuh ke bumi. Seperti tanah yang habis di siram rintik-rintik air hujan.

Ia mencoba mengulang kalimat adzannya yang terputus. Salah satu kalimat dari dua kalimat syahadat. Kalimat persaksian bahwa Muhammad bin Abdullah adalah Rasul ALLAH.

Asy...ha..du. .annna...

Kali ini ia tak bisa meneruskan lebih jauh. Tubuhnya mulai limbung. Sahabat yang tanggap menghampirinya, memeluknya dan meneruskan adzan yang terpotong.

Saat itu tak hanya Bilal yang menangis, tapi seluruh jamaah yang berkumpul di Masjid Nabawi, bahkan yang tidak berada di masjid ikut menangis. Mereka semua merasakan kepedihan ditinggal Kekasih ALLAH untuk selama-lamanya. Semua menangis, tapi tidak seperti Bilal. Tangis Bilal lebih deras dari semua penduduk Madinah. Tak ada yang tahu persis kenapa Bilal seperti itu, tapi Abu Bakar ash-Shiddiq ra. tahu. Ia pun membebastugaskan Bilal dari tugas mengumandangkan adzan.

Saat mengumandangkan adzan, tiba-tiba kenangannya bersama Rasulullah SAW berkelabat tanpa ia bisa membendungnya. Ia teringat bagaimana Rasulullah SAW memuliakannya di saat ia selalu terhina, hanya karena ia budak dari Afrika. Ia teringat bagaimana Rasulullah SAW menjodohkannya. Saat itu Rasulullah meyakinkan keluarga mempelai wanita dengan berkata, ”Bilal adalah pasangan dari surga, nikahkanlah saudari perempuanmu dengannya." Pria legam itu terenyuh mendengar sanjungan Sang Nabi akan dirinya, seorang pria berkulit hitam, tidak tampan, dan mantan budak.

Kenangan-kenangan akan sikap Rasul yang begitu lembut pada dirinya berkejar-kejaran saat ia mengumandangkan adzan. Ingatan akan sabda Rasul, ”Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat.” lalu ia pun beranjak adzan, muncul begitu saja tanpa ia bisa dibendung. Kini tak ada lagi suara lembut yang meminta istirahat dengan shalat.

Bilal pun teringat bahwa ia biasanya pergi menuju bilik Nabi yang berdampingan dengan Masjid Nabawi setiap mendekati waktu shalat. Di depan pintu bilik Rasul, Bilal berkata, ”Saatnya untuk shalat, saatnya untuk meraih kemenangan. Wahai Rasulullah, saatnya untuk shalat.” Kini tak ada lagi pria mulia di balik bilik itu yang akan keluar dengan wajah yang ramah dan penuh rasa terima kasih karena sudah diingatkan akan waktu shalat.

Bilal teringat, saat shalat ’Ied dan shalat Istisqa’ ia selalu berjalan di depan Rasulullah dengan tombak di tangan menuju tempat diselenggarakan shalat. Salah satu dari tiga tombak pemberian Raja Habasyah kepada Rasulullah SAW. Satu diberikan Rasul kepada Umar bin Khattab ra., satu untuk dirinya sendiri, dan satu ia berikan kepada Bilal. Kini hanya tombak itu saja yang masih ada, tanpa diiringi pria mulia yang memberikannya tombak tersebut. Hati Bilal makin perih.

Seluruh kenangan itu bertumpuk-tumpuk, membuncah bercampur dengan rasa rindu dan cinta yang sangat pada diri Bilal. Bilal sudah tidak tahan lagi. Ia tidak sanggup lagi untuk mengumandangkan adzan.
Abu Bakar tahu akan perasaan Bilal. Saat Bilal meminta izin untuk tidak mengumandankan adzan lagi, beliau mengizinkannya. Saat Bilal meminta izin untuk meninggalkan Madinah, Abu Bakar kembali mengizinkan. Bagi Bilal, setiap sudut kota Madinah akan selalu membangkitkan kenangan akan Rasul, dan itu akan semakin membuat dirinya merana karena rindu. Ia memutuskan meninggalkan kota itu. Ia pergi ke Damaskus bergabung dengan mujahidin di sana. Madinah semakin berduka. Setelah ditinggal al-Musthafa, kini mereka ditinggal pria legam mantan budak tetapi memiliki hati secemerlang cermin.

Jazirah Arab kembali berduka. Kini sahabat terdekat Muhammad SAW, khalifah pertama, menyusulnya ke pangkuan Ilahi. Pria yang bergelar Al-Furqan menjadi penggantinya. Umat Muslim menaruh harapan yang besar kepadanya.

Umar bin Khattab berangkat ke Damaskus, Syria. Tujuannya hanya satu, menemui Bilal dan membujuknya untuk mengumandangkan adzan kembali. Setelah dua tahun yang melelahkan; berperang melawan pembangkang zakat, berperang dengan mereka yang mengaku Nabi, dan berupaya menjaga keutuhan umat; Umar berupaya menyatukan umat dan menyemangati mereka yang mulai lelah akan pertikaian. Umar berupaya mengumpulkan semua muslim ke masjid untuk bersama-sama merengkuh kekuatan dari Yang Maha Kuat. Sekaligus kembali menguatkan cinta mereka kepada Rasul-Nya. Umar membujuk Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan.

Bilal menolak, tetapi bukan Umar namanya jika khalifah kedua tersebut mudah menyerah. Ia kembali membujuk dan membujuk. ”Hanya sekali”, bujuk Umar. ”Ini semua untuk umat. Umat yang dicintai Muhammad, umat yang dipanggil Muhammad saat sakaratul mautnya. Begitu besar cintamu kepada Muhammad, maka tidakkah engkau cinta pada umat yang dicintai Muhammad?”
Bilal tersentuh. Ia menyetujui untuk kembali mengumandangkan adzan. Hanya sekali, saat waktu Subuh..

Hari saat Bilal akan mengumandangkan adzan pun tiba. Berita tersebut sudah tersiar ke seantero negeri. Ratusan hingga ribuan kaum muslimin memadati masjid demi mendengar kembali suara bening yang legendaris itu.

Allahu Akbar, Allahu Akbar
Asyhadu anla ilaha illallah, Asyhadu anla ilaha illallah
Asyhadu anna Muhammadarrasululla h

Sampai di sini Bilal berhasil menguatkan dirinya. Kumandang adzan kali itu beresonansi dengan kerinduan Bilal akan Sang Rasul, menghasilkan senandung yang indah lebih indah dari karya maestro komposer ternama masa modern mana pun jua. Kumandang adzan itu begitu menyentuh hati, merasuk ke dalam jiwa, dan membetot urat kerinduan akan Sang Rasul. Seluruh yang hadir dan mendengarnya menangis secara spontan.

Asyhadu anna Muhammadarrasululla h

Kini getaran resonansinya semakin kuat. Menghanyutkan Bilal dan para jamaah di kolam rindu yang tak berujung. Tangis rindu semakin menjadi-jadi. Bumi Arab kala itu kembali basah akan air mata.

Hayya ’alash-shalah, hayya ’alash-shalah

Tak ada yang tak mendengar seruan itu kecuali ia berangkat menuju masjid.

Hayya ‘alal-falah, hayya ‘alal-falah

Seruan akan kebangkitan dan harapan berkumandang. Optimisme dan harapan kaum muslimin meningkat dan membuncah.

Allahu Akbar, Allahu Akbar

Allah-lah yang Maha Besar, Maha Perkasa dan Maha Berkehendak. Masihkah kau takut kepada selain-Nya? Masihkah kau berani menenetang perintah-Nya?

La ilaha illallah

Tiada tuhan selain ALLAH. Jika engkau menuhankan Muhammad, ketahuilah bahwa ia telah wafat. ALLAH Maha Hidup dan tak akan pernah mati.

Tahun 20 Hijriah. Bilal terbaring lemah di tempat tidurnya. Usianya saat itu 70 tahun. Sang istri di sampingnya tak bisa menahan kesedihannya. Ia menangis, menangis dan menangis. Sadar bahwa sang suami tercinta akan segera menemui Rabbnya.
”Jangan menangis,” katanya kepada istri. ”Sebentar lagi aku akan menemui Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatku yang lain. Jika ALLAH mengizinkan, aku akan bertemu kembali dengan mereka esok hari.”

Esoknya ia benar-benar sudah dipanggil ke hadapan Rabbnya. Pria yang suara langkah terompahnya terdengar sampai surga saat ia masih hidup, berada dalam kebahagiaan yang sangat. Ia bisa kembali bertemu dengan sosok yang selama ini ia rindukan. Ia bisa kembali menemani Rasulullah, seperti sebelumnya saat masih di dunia.

Mukhlis Aminullah, dari berbagai sumber.

ASA MESJIDIL AQSA

Hening
Sepi
Malamku tiada berarti
jiwaku hanya separuh dibumi
separuh lagi membeku.
kakiku terbelenggu....,
aku hanya bisa menonton
Perjuangan mereka di Jerussalem masih terus berlangsung
separuh jiwaku di langit
Titip doa untuk Mesjidil Aqsa
(samadua, maret 2010)

TEGAR DALAM DAMAI DI PANTAI SELATAN

"TEGAR"

aku-lah lelaki penjaga pantai,
yg tidak akan lari diterjang gelombang...
keluhanku bukan berarti kekalahanku.
(pantai ujung tanah, 29 Maret 2010)

"DAMAI"

Deburan ombak pantai Rindu Alam,
betapa damainya laut...
semilir angin samudra Selatan,
menjadi sahabat yg membuai jiwa,
menenangkan qalbu....
sejenak lupakan kerinduan,
akan kampung halaman...
(cafe rindu alam, 12 Apr 2010)

"SELANGIT ASA"

kumpulan galaksi di langit,
bawa mimpi terbang tinggi...
menggapai-gapai tangan,
mencoba meraih awan.
ruang langit hampa....
aku-lah seorang pelaut yang ingin jadi penerbang,
coba raih mimpi bersama bintang-bintang.
kepak sayap adalah motivasi.
dan...aku yakin bisa!
(pantai ujung tanah, 13 Apr 2010)

"RINDU 1"

pada hening malam,
aku berkhalwat dengan pantai.
susuri butir demi butir pasir.
aku sedang memupuk rindu,
pada empat perempuan, yang ada di kampung halaman...
pada sepi laut, aku titip salam...
bahwa aku sangat kangen pada kalian
(pantai ujung tanah, 15 Apr 2010)

"RINDU 2"

saatku telusuri ombak,
jejeran perahu memandang-ku...
tanggul-tanggul Ujung Tanah jadi bisu,
saat aku merajut sepi.
pada keremanagn malam,
aku terus berjalan.
buih demi buih terlewati sudah,
dan aku belum menemukan jalan keluar....
pada terumbu karang,
aku titip salam...
rindu kampung halaman....
(pantai ujung tanah, 16 Apr 2010)