Kamis, 22 Juli 2010

KESETIAAN

tidak ada kesetiaan,
kecuali kesetiaan antara laut dengan pantai..
bahkan kesetiaan ikan terhadap air
hanya sebatas ketika ikan belum masuk perangkap jaring manusia,
setelah itu; berakhir!!
secarik kertas akan segera melupakan Ujung Tanah,
kecuali akal budi, nasehat, dan keikhlasan persahabatan...
maafkan! aku tidak sanggup menjaga kesetiaan,
biarkan aku kayuh sampan,
do'akan aku dapat menjangkau pulau.

ujung tanah, 22 Juli 2010 by abi fildza
(sebuah ungkapan hati)

MEMORI BIRU

aku masih ingat
ketika kau utarakan akan menambat perahu
pada sebuah dermaga yang teduh
aku masih ingat
ketika kau katakan tak ingin lagi menikmati sunset
...sendirian
selembar kertas undangan
mengawali bait demi bait
sajak demi sajak
sampai aku yakin; dermaga yang kamu maksud adalah
seseorang yang sederhana
yang kemudian hari menemanimu
menikmati terbit tenggelam matahari
dalam keadaan halal

aku masih ingat
memori enam belas tahun yang lalu

happy birthday,semoga selalu dalam iman yang kokoh

dari : ummi fildza, 1 Juni 2010.

IZINKAN..! Puisi yg kamu kirim saya posting disini.

Selasa, 20 Juli 2010

BERSYUKUR OLEH KARUNIA ALLAH

Sesungguhnya Allah telah memuliakan manusia dari makhluk lainnya, serta memberikan banyak kenikmatan dan kemudahan dalam mengarungi dan menjalani kehidupan. Mereka dapat memenuhi segala kebutuhannya dengan memanfaatkan karunia yang ada di bumi ataupun di laut. Tidak lain agar manusia selalu bersyukur dan menaati apa yang telah diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian, mereka akan termasuk golongan orang-orang yang bertakwa.

Tak merupakan puncak kemuliaan manusia. Hendaknya semua orang berlomba untuk berada di bawah bendera takwa dalam naungan Allah. Bendera takwa inilah yang diangkat dan dikibarkan oleh Islam untuk menyelamatkan manusia dan fanatisme terhadap jenis kelamin, bangsa, kabilah, atau suku, dan keluarga serta keturunan.

Abu Hurairah r.a. berkata : “Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Salam, pernah ditanya, ‘Siapa manusia yang paling mulia? Beliau menjawab, “Manusia yang paling mulia atau terbaik disis Allah adalah yang paling bertakwa di antara mereka’. Mereka berkagta, “Kami tidak bertanya tentang itu’. Beliau bersabda, “Manusia yang paling mulia adalah Yusuf, karena ia Nabiyullah (nabi Allah), anak dan Khalilullah (kekasih Allah, ylaitu Nabi Ibrahim)’. Mereka berkata, ‘Bukan ini kami tanyakan’. Lalu, beliau balik bertanya, “Apa kalian bertanya kepadaku tentang barang tambang orang-orang Arab? Mereka menjawab,”Ya”. Nabi Sallahu Alaihi Wa Sallam, bersabda, “Yang terbaik daintara kalian pada masa jahiliyah adalah yang terbaik di dalam Islam, jika mereka faqih (paham dalam urusan agama)”. (HR.Bukhari).

“Sesungguhnya, Allah tidak melihat kepda bentuk (fisik) dan harta (kekayaan) kalian, tetapi melihat kepada hati dan amal perbuatan”. (HR.Muslim)

Tetapi, memang hanya sedikit manusia yang dapat bersyukur atas segela nikmat dan karunia yang sudah diberikan oleh Allah Azza Wa Jalla kepada manusia. Manusia banyak yang ingkar dan berbuat dzalim, durhaka, bukan hanya kepada Allah, tetapi juga terhadap mereka sendiri. Manusia banyak yang berlaku ‘isyraf’ (berlebihan) dalam segala hal, khususnya menggunakan pemberian Allah berupa kenikmatan dunia, dan tanpa mensyukuri atas pemberian-Nya.

Setiap harta dan kekayaan mereka miliki seharusnya disadari sepenuhnya itu merupakan amanat, dan titipan dari Allah Azza Wa Jalla, dan kelak harus dipertanggungjawabkan dihadapan Rabbnya. Tidak ada setitik hartapun yang dimiliki oleh manusia, yang kelak tidak dipertanggung jawabkan kepada Rabbnya. Harta yang dimiliki dan amanah itu, seharusnya untuk dapat menyempurnakan keimanan dan aqidahnya, melalui cara tidak menjadikan harta dan kekayaan sebagai ‘ilah’ (tuhan) baru.

Tidak mungkin seorang mukmin hidupnya dapat mendua. Tidak mungkin seorang mukmin yang sejatih hidupanya menjadi ambivalen. Menjadi Allah Rabbul Aziz, tetapi sekaligus mencintai makhluk dan benda yang merupakan ciptaan-Nya. Manusia harus dapat membuktikan dalam hidupnya, bila dia seorang mukmin yang mukhlis, yaitu hanyalah mencintai Allah secara total, dan hanya menomorkan duakan, segala sesuatu selainnya.

Bila manusia sudah menyadari dirinya sebagai makhluk ciptaan-Nya, dan hanya menjadikan Allah itu, semata-mata tujuannya, tidak mungkin ada rasa berat untuk membagikan harta kekayaan yang merupakan amanah dari Allah, dan kemudian membagikan kepada fuqara dan masakin, yang sekarang ada di mana-mana, dan itu merupakan wujud syukur atas segala karunia.

Bila sikap hidu seperti itu, tidak mungkin akan ada orang yang rakus terhadap dan harta, dan akan selalu memiliki empati yang dalam terhadap mereka yang fakir dan miskin. Indonesia akan menjadi negeri yang aman dan penuh dengan kedamaian. Tidak ada lagi permusuhan dan fitnah diantara mereka.

Wallah’alam.

sumber ; eramuslim 19 Juli 2010.

Minggu, 18 Juli 2010

IBU 2

seandainya semua semangatmu tidak aku catat,
pastilah air mata sudah tumpah ke danau,
lauti asa demi asa orang yang kalah...
kelembutan dan kasih sayangmu adalah kepak sayapku,
hingga aku bisa seperti ini...
Ibu, semangatmu selalu kujaga...

(Ujung Tanah, 19 Juli 2010 by abi.fildza)

KISAH ORANG BODOH

ORANG BODOH yang sukses memang mustahil. Tapi semua bisa terjadi. Dulu sering kita dengar pameo, pu taduek pu tapike, boh manok hana tangke (untuk apa kita duduk untuk apa kita piker, telur ayam tidak bertangkai). Tapi sekarang pameo itu terbantakan setelah beberapa waktu lalu di Aceh Utaram ditemukan, ternyata ada ‘boh manok yang memiliki tangkai”.

Memang ajaib, tapi semua itu bisa saja terjadi. Boleh jadi disebabkan faktor alam atau karena factor lainya. Dalam termonologi “kebodohan” bahwa tidak semua yang pandai itu sukses, berkuasa. Buktinya betapa orang yang dianggap umum “bodoh” mereka meraih sukses dan berkuasa. Tentu, sebagai orang bodoh tugas selanjutnya adalah merekrut orang-orang pintar Walhasil, boss-nya orang pintar adalah orang bodoh.

Orang bodoh identik dengan kesalahan, maka dia rekrut orang pintar yang tidak pernah salah untuk memperbaikinya. Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato, maka disuruh orang pintar untuk membuatnya. Walhasil orang bodoh yang memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh. Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan, dan orang pintar percaya. Selanjutnya, orang pintar menyesal karena telah mempercayai orang bodoh.

Karenanya, untuk apa orang pintar berdemo, apalagi meratap-ratap kepada orang bodoh. Karena sudah lazim bahwa kebodohan tidak mungkin bisa disandingkan dengan kepintaran. Kebodohan tetap saja dengan keadaannya, bodoh, dan bila ada kritik orang pintar sudah pasti akan dipandang sebagai sikap bodoh.

Alkisah tentang kebodohan terjadi di sebuah Negeri Peringgi. Pagi itu berkumpullah para petinggi negeri untuk membicarakan bagaimana membangun negeri demi kemakmuran rakyat. Untuk itu, diperlukan pembiayaan yang memadai sehingga seluruh rencana bisa berjalan dengan lancar. Dalam pertemuan tersebut, salah seorang petinggi negeri angkat bicara; bahwa untuk tahun ini Negeri Peringgi membutuhkan anggaran biaya dengan “plafon” mencapai 1 Trilyun. Mendengar itu, sontak seorang petinggi lainnya protes dan membantah dengan berteriak, “untuk apa uang sebesar itu kita hambur-hamburkan hanya untuk membuat plafon? Padahal plafon di kantor ini masih cukup baik dan belum perlu diganti! Lihatlah plafon yang di atas kepala tuan-tuan ini, bukankah masih cukup indah? Untuk apa kita habiskan sampai 1 Trilyun menggantinya? Itu kan gagasan bodoh, karena sangat tidak punya nurani kerakyatan!” tukasnya.

Mendengar bantahan tersebut, kini gilirannya petinggi yang menggagas menjadi bingung. Maka mulailah bertanya-tanya; apakah memang ia sudah bodoh? Boleh-jadi hal itu benar, apalagi selama ini dia sendiri sering berdiskusi bahkan “bertukar pikiran” dengan orang-orang bodoh, maka bisa saja pikiran yang dulu pintar sekarang sudah ditukar dengan milik orang bodoh. Maka wajar ketika jawaban tidak seperti dimaksudkannya.

Tentang kebodohan, sebenarnya bukanlah aib yang harus ditutup dengan berdiam diri. Hanya saja bodoh menuntut pergolakan agar ia dapat bungkam. Pergolakan inilah yang kemudian dijabarkan di dalam proses menuntut ilmu. Dan inilah yang dikisahkan, ketika ada dua seorang dalam satu masjid. Satunya sedang melaksanakan salat, dan satu lagi tidur. Lalu, ketika syetan masuk ingin mengganggu orang yang salat, ia melihat ada orang tidur. Lalu syetan pun lari lintang pukang. Ketika ditanya oleh mbah si setan; kenapa lari, yang dijawab si syetan karena ada orang tidur tapi berilmu. Ternyata setan lebih takut pada orang punya ilmu walaupun tidur daripada orang melek, bahkan sedang salat tapi tidak memiliki ilmu.

Maka wajar ketika realitas hari ini banyak orang melek, sukses secara materi bahkan berkuasa, tapi karena tidak memiliki ilmu alias bodoh, maka keadaan tetap tidak berubah malahan semakin menjadi semerawut, tak ada aturan karena sesungguhnya kita hanya memiliki keberanian dengan segala kebodohan. Ironinya, ketika al-jahlu (kebodohan) ini disadari, namun tidak upaya untuk memperbaikinya. Justru sebaliknya terlena dengan pikiran bodoh itu sendiri, mempertahankan karakteristik kebodohannya dimana emosinya selalu mengalahkan logikanya. Untuk itu kalau kita siap, mari kita “nikmati” saja kelakuan kebodohan itu sampai waktunya akan berubah

sumber : Hr.Serambi Indonesia, 18 Juli 2010. tulisan Ampuh Devayan.

MUALLAF-NYA MARYAM JAMEELA

Dunia mengenal tokoh yang satu ini sebagai seorang intelektual serta penulis ternama di bidang agama, filsafat, maupun sejarah. Maryam Jameela, demikian nama muslimnya. Ia telah menghasilkan sejumlah karya yang cukup penting dalam khazanah pemikiran Islam, antara lain Islam and Western Society: A Refutation of the Modern Way of Life, Islam and Orientalis, Islam in Theory and Practice, dan 'Islam and the Muslim Woman Today'.

Salah satu hal yang patut dicatat dari tulisan-tulisan serta pemikiran Maryam Jameela, adalah keyakinannya terhadap agama Islam yang dinilainya sebagai agama terbaik. Islam merupakan agama dengan keunggulan paripurna, sehingga merupakan satu-satunya jalan untuk menuju kehidupan lebih baik, baik di dunia maupun akhirat.

Melalui karyanya, Maryam ingin menyebarkan keyakinannya itu kepada segenap umat Muslim di seluruh dunia. Harapannya adalah agar umat semakin percaya diri untuk dapat mendayagunakan keunggulan-keunggulan agama Islam tersebut demi meraih kejayaan di berbagai bidang kehidupan.

Sikap dan pemikiran yang ‘trengginas’ itu tampaknya tak bisa dilepaskan dari latar belakang kehidupan cendekiawan ini. Sejatinya, wanita kelahiran 23 Mei 1934 tersebut adalah seorang Yahudi. Keislamannya berlangsung ketika masih berusia remaja.

Ia menyandang nama Margareth Marcus sebelum memeluk Islam. Berasal dari keluarga Yahudi, Margareth dibesarkan dalam lingkungan yang multietnis di New York, Amerika Serikat. Nenek moyangnya berkebangsaan Jerman. "Keluarga kami telah tinggal di Jerman selama empat generasi dan kemudian berasimilasi ke Amerika," papar Maryam, dalam buku Islam and Orientalism .

Margareth kecil sangat menyukai musik, terutama simphoni dan klasik. Prestasinya pada mata pelajaran musik pun cukup membanggakan karena selalu mendapatkan nilai tertinggi di kelas. Hingga suatu hari dia mendengarkan musik Arab di radio, dan langsung jatuh hati.

Kian hari dirinya makin menyukai jenis musik ini. Margareth pun tak sungkan meminta kepada ibunya agar dibelikan rekaman musik Arab di sebuah toko milik imigran Suriah. Sampai akhirnya, dia mendengar tilawah Alquran dari sebuah masjid yang berada tak jauh dari tempat tinggalnya di kota New York.

Margareth merasa ada kemiripan bahasa antara musik Arab dan Alquran tadi. Akan tetapi, yang didengarnya di masjid, jauh lebih merdu. Sehingga, demi untuk menikmati keindahan lantunan ayat-ayar Alquran itu, Margaret kecil rela menghabiskan waktu untuk duduk di depan masjid .

Ketika beranjak dewasa, barulah Margareth mengetahui bahwa pelantun irama yang merdu dan telah membuainya semenjak kecil, adalah pemeluk agama Islam. Sedikit demi sedikit dia lantas berusaha mencari informasi tentang Islam, tanpa pretensi apapun terhadap agama ini.

Persinggungan yang semakin intens dengan Islam baru terjadi saat menempuh pendidikan di New York University. Usianya 18 tahun kala itu. Pada tahun keduanya, Margareth mengikuti mata kuliah Judaism in Islam karena ingin mempelajari Islam secara formal.

Setiap perkuliahan, sang dosen kerap menjelaskan bahwa Islam merupakan agama yang diadopsi dari agama Yahudi. Segala yang baik dalam Islam pada dasarnya berasal dari kitab Perjanjian Lama, Talmud dan Midrash. Tak jarang pula diputar film-film tentang propaganda Yahudi. Intinya, yang dipaparkan di ruang kuliah sering kali menunjukkan inferioritas Islam dan umat Muslim.

Akan tetapi, Margareth tidak begitu saja termakan indoktrinasi ini. Dia merasa ada yang aneh dengan segala penjelasan tadi karena terkesan menyudutkan. Dirinya merasa tertantang untuk membuktikan bahwa segala yang diterimanya di perkuliahan ini lebih bernuansa kebencian kepada Islam.

Margareth menyediakan waktu, pikiran dan tenaga yang cukup panjang untuk mempelajari Islam secara mendalam, sekaligus membandingkannya dengan ajaran Yahudi. Apa yang terjadi? Dia justru banyak melihat kekeliruan dalam agama Yahudi, sebaliknya menemukan kebenaran pada Islam.

Hasil penelaahannnya dicurahkan dalam suratnya kepada Abul A'la al-Mawdudi, seorang ulama besar Pakistan. Di situ sia menulis, “Pada kitab Perjanjian Lama memang terdapat konsep-konsep universal tentang Tuhan dan moral luhur seperti diajarkan para nabi, namun agama Yahudi selalu mempertahankan karakter kesukuan dan kebangsaan. Sebagian besar pemimpin Yahudi memandang Tuhan sebagai agen real estate yang membagi-bagikan lahan untuk keuntungan sendiri. Maka, walau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Israel sangat pesat, namun kemajuan material yang dikombinasikan dengan moralitas kesukuan ini adalah suatu ancaman bagi perdamaian dunia."

Kecintaan Margareth kepada Islam tak terbendung lagi. Dirinya semakin mantap untuk memilih Islam sebagai jalan hidup. Akhirnya ketika berusia 19 tahun, Margareth resmi memeluk Islam, tepatnya pada tahun 1961. Dia mengganti namanya menjadi Maryam Jameela.

Seperti tertera dalam buku Islam and Orientalism, sebenarnya keinginan menjadi mualaf sudah sejak jauh-jauh hari, akan tetapi selalu dihalangi keluarganya. Mereka menakut-nakutinya dengan mengatakan bahwa umat Islam tidak akan bersedia menerimanya karena berasal dari keturunan Yahudi.

Namun, Margareth tidak gentar, dan dia mampu membuktikan bahwa apa yang dikatakan keluarganya tidaklah benar. Umat Muslim justru menyambutnya dengan hangat. Keputusan beralih menjadi Muslimah, diakuinya kemudian, juga turut dipengaruhi oleh kekagumannya pada dua karya terkenal dari Mohammad Assad, yakni The Road to Mecca dan Islam at Crossroad .

Setelah berislam, dia mengalami semacam transformasi pola pikir yang dia istilahkan sebagai ‘transformation from a kafir mind into a Muslim mind’ (transfomasi dari pikiran kafir ke pikiran Muslim). Menurut Maryam, perubahan pola pikir yang memengaruhi perilaku dan tutur kata dalam kehidupan sehari-hari, akan terjadi bila seseorang memasuki ruang keislaman. Ada perbedaan mendasar antara pemikiran dari seorang Muslim dan kafir.

Tak lama setelah itu, Maryam memulai kegiatan penuangan ide, gagasan dan pemikirannya sebagai penulis tetap pada majalah Muslim Digest terbitan Durban, Afrika Selatan. Artikel-artikelnya kerap menekankan inti ajaran tentang akhlak, takwa dan iman, serta kebenaran dalam agama Allah SWT. Dan melalui aktivitas di jurnal itu, dia semakin akrab dengan Mawlana Sayid Abu Ala Mawdudi, pendiri Jamaati Islami (Partai Islam) Pakistan, yang juga kontributor di jurnal yang sama.

Maryam sangat terkesan dengan karya dan pemikiran-pemikiran Mawdudi, sehingga memutuskan untuk berkorespondensi. Surat-menyurat antara keduanya dilakukan pada kurun waktu 1960 dan 1962, dan kemudian dibukukan dengan judul Correspondences Between Mawlana Mawdoodi and Maryam Jameela . Keduanya saling berdiskusi tentang banyak hal terkait kehidupan umat Muslim, hubungan Islam dan Barat, serta masih banyak lagi.

Sebenarnya, beberapa saat sebelum memeluk Islam, Maryam Jameela sudah aktif menulis sejumlah artikel yang intinya membela Islam. Dia juga gencar mengkritik berbagai paham modern yang seolah hendak dipaksakan untuk diterapkan kepada masyarakat Islam.

Atas undangan Mawdudi, di tahun 1962, Maryam datang ke Pakistan. Tak sekadar berkunjung, dia bahkan disarankan untuk menetap di Lahore agar bisa lebih fokus pada aktivitas intelektualnya. Beberapa waktu kemudian, dia menikah dengan Muhammad Yusuf Khan.

Sejak menetap di Pakistan, Maryam menghasilkan sejumlah karya yang berpengaruh, termasuk dalam menerjemahkan ideologi Jamaati Islami dengan bahasa yang sistematis sehingga diterima secara luas. Meski tidak secara formal terlibat dalam partai itu, Maryam adalah salah satu pembela paling gigih terhadap paham dan ideologi Jamaati Islami. Hingga kini, Maryam masih tinggal di Pakistan dan terus berkarya.

sumber: Hr.Republika

TIGA LANGKAH MENGASAH KEKUATAN SPRITUAL

Manusia sebagai makhluk tertinggi ciptaan Allah memiliki kemampuan tak terbatas. Tidak saja kemampuan fisik, intelektual, dan moral, tetapi juga kekuatan spiritual. Sebagian dari kekuatan itu telah dikenali dengan baik, tetapi sebagian lagi, terutama yang berhubungan dengan kekuatan rohani manusia (spiritual power), belum banyak yang diketahui dan dikembangkan. Tak heran bila ada pakar yang menyebut manusia sebagai The Unknown, yaitu makhluk yang belum sepenuhnya diketahui.

Kekuatan spiritual ini, menurut ulama besar dunia, Yusuf al-Qaradhawi, bermula dari penanaman (peniupan) roh ketuhanan atau spirit ilahi ke dalam diri manusia (QS Shad [38]: 71-72), yang menyebabkan manusia menjadi makhluk yang unggul dan unik. Firman-Nya, "Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka, Mahasucilah Allah, Pencipta yang paling baik." (QS Almu'minun [23]: 14).

Menurut al-Qaradhawi, ada beberapa cara yang perlu dilakukan untuk mengasah dan mempertinggi kekuatan spiritual ini. Pertama, al-iman al-`amiq, yaitu memperkuat iman kepada Allah SWT dengan selalu mengesakan dan menyandarkan diri hanya kepada-Nya.

Kedua, al-ittishal al-watsiq, yaitu membangun hubungan dan komunikasi yang kuat dengan Allah SWT. Komunikasi dilakukan dengan ibadah dan senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya melalui ibadah-ibadah wajib (al-mafrudhat) ataupun ibadah-ibadah sunah (al-mandubat).

Ketiga, tathhir al-qalb, yaitu upaya menyucikan diri dari berbagai penyakit hati. Kekuatan spiritual, menurut Qaradhawi, berpusat di hati atau qalb, fu`ad, atau al-ruh. Penyucian dilakukan agar hati atau kalbu sebagai "pusat kesadaran" manusia menjadi "sensitif" sehingga senantiasa ingat kepada Allah, takut akan ancaman dan siksa-Nya, serta penuh harap (optimistis) terhadap rahmat dan ampunan-Nya.

Menurut al-Qaradhawi, kekuatan spiritual ini adalah pangkal (al-asas), sedangkan kekuatan-kekuatan lain hanyalah penunjang (al-musa`id). Bahkan, menurut Sayyid Quthub, tak ada kekuatan lain yang bisa menandingi kekuatan yang satu ini. Nabi SAW dan kaum Muslim pada awal periode Islam diminta oleh Allah SWT agar mempertajam kekuatan ini dengan turunnya surah Almuzammil dan Almuddatstsir.

Oleh sebab itu, para aktivis perjuangan Islam, menurut Quthub, wajib hukumnya memiliki kekuatan spiritual ini. Dalam tafsir Fi Zhilal al-Qur'an, Sayyid Quthub menegaskan kedahsyatan kekuatan yang satu ini. Katanya, "Bekal mereka adalah iman. Perbendaharaan mereka juga iman. Sedangkan, sandaran mereka adalah Allah. Semua bekal, selain bekal iman, pasti habis. Semua perbendaharaan, selain perbendaharaan iman, juga habis. Sementara itu, setiap sandaran, selain sandaran Tuhan, bakal roboh."

Wallahu a'lam.

sumber: A.Ilyas Ismail, Hr.Republika 16 Juli 2010