Sabtu, 01 Februari 2014

APA KABAR LAUTKU?

apa kabar lautku kini?
apatah ombak masih menari-nari
mengejar buih tiada henti
masihkah
Peselancar mencuri keindahan
meliuk-liuk di lautku nikmati alam

aku merindukan lautku
aku rindu saat mentari terbenam
fatamorgana di laut perbatasan
menjadi sebuah kenangan
apa kabar lautku kini?

merindukan laut Samadua
adalah keniscayaan!

Bireuen, 31 Januari 2014 mukhlis aminullah
(Sebuah kerinduan masih kupendam, aku berjanji akan mengunjungi lautku, suatu saat!)

Kamis, 30 Januari 2014

MENYUNTING MALAM

kuingin menyunting malam
membawa ke pelaminan
berpasangan Zikir dengan Tahajjud
hati jadi tenteram
jiwa amat tenang

Bireuen, 30 Januari 2014 mukhlis aminullah
(puisi tertulis pada tengah malam)

Rabu, 29 Januari 2014

RENDAH HATI

A.Rendah Hati
 
Rendah hati, dalam istilah agama Islam disebut dengan tawadhu’. Yakni suatu sifat mulia yang menjadikan seseorang tidak merasa lebih baik, lebih hebat, lebih tinggi, atau lebih segala-galanya daripada orang lain.

Adapun kebalikan dari tawadhu’ adalah takabur, yang berarti sombong, tinggi hati, atau merasa diri paling baik, paling hebat, dan sebagainya daripada orang lain.

Allah SWT berfirman:

وعباد الرحمن الذين يمشون على الأرض هونا وإذا خاطبهم الجاهلون قالوا سلاما

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al-Furqan [25] : 63)

Rasulullah SAW juga bersabda:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
 

“Sedekah itu tidak mengurangi harta, dan tidaklah seseorang itu suka memberi maaf kecuali Allah angkat dia menjadi mulia, dan tidaklah seseorang berendah hati kecuali Allah akan angkat derajatnya.” (HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Hibban)

Filosofi padi mengatakan: “Semakin berisi, semakin merunduk.” Ya, seperti itulah gambaran rendah hati yang diibaratkan seperti padi.

B. Berbaik Sangka

Berbaik sangka, dalam istilah agama Islam disebut dengan husnuzhan. Adapun lawan dari husnuzhan adalah su’uzhan, yang berarti berburuk sangka.

Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.” (Q.S. Al-Hujurat: 12)

C. Belajar Rendah Hati dan Husnuzhan kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani

Termaktub dalam kitab Nasha’ihul Ibad karya Syaikh Muhammad an-Nawawi al-Jawi di Bab ats-Tsulatsi maqalah ke-21, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berkata: “Jika engkau bertemu dengan seseorang, hendaklah engkau memandang bahwa orang tersebut lebih utama daripada dirimu. Katakana dalam hatimu, ‘Boleh jadi dia lebih baik dan lebih tinggi derajatnya di sisi Allah daripada diriku.’”

Jika dia orang yang lebih kecil dan lebih muda umurnya daripada dirimu, maka katakanlah dalam hatimu, “Boleh jadi orang kecil ini tidak banyak berbuat dosa kepada Allah, sedangkan aku adalah orang yang telah banyak berbuat dosa. Maka tidak diragukan lagi bahwa derajat dirinya jauh lebih baik daripada aku.”

Jika dia orang yang lebih tua, maka hendaklah engkau mengatakan dalam hatimu, “Orang ini telah lebih dulu beribadah kepada Allah daripada diriku.”

Jika dia orang yang alim, maka katakanlah dalam hatimu, “Orang ini telah diberi oleh Allah sesuatu yang tidak bisa aku raih, telah mendapatkan apa yang tidak bisa aku dapatkan, telah mengetahui apa yang tidak aku ketahui, dan telah mengamalkan ilmunya.”

Jika dia adalah orang yang bodoh, maka katakana dalam hatimu, “Orang ini durhaka kepada Allah karena kebodohannya, sedangkan aku durhaka kepada-Nya padahal aku mengetahuinya (tidak bodoh). Aku tidak tahu dengan apa umurku akan diakhiri oleh Allah swt, apakah husnul khatimah atau su’ul khatimah. Boleh jadi orang bodoh itu mati husnul khatimah, sedangkan aku su’ul khatima.”

Jika dia adalah orang kafir, maka katakana dalam hati, “Aku tidak tahu, bisa jadi dia akan masuk Islam lalu menyudahi seluruh amalan buruknya dengan amal-amal shalih. Aku pun tidak tahu, bisa jadi pula aku justru terjerumus dalam kekafiran lalu menyudahi seluruh amalan baikku dengan amal-amal yang buruk.”

Semoga Allah mengangkat derajat kita sebagai hamba yang mulia di sisi-Nya. Kemuliaan di sisi Allah inilah yang kita cari dan tuju, bukan mencari-cari kemuliaan dengan segala cara di sisi manusia. Allah swt berfirman: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling takwa.” (QS. Al-Hujrat 13 )

Mukhlis Aminullah
sumber: dari berbagai web

Selasa, 28 Januari 2014

RINDUKU MENGAMBANG

tak bisa memelukmu
tak bisa menyapamu
telah hilang kesempatan
aku tak menemukan lagi
senyum penuh kesabaran
 

rinduku mengambang
sebatas menjangkau tanah kuburan
(dengan muka basah, tanah inipun basah,
aku selalu mendo'akanmu)

Bireuen, 28 Januari 2013 mukhlis aminullah

(Ayahanda, cucu bungsumu sudah bisa memanggil "Paknek" ketika melihat fotomu di dinding rumah kami)

BELUM MAMPU

aku tertatih letih
tak berdaya jiwa, untuk
menembus terowongan waktu

mempersingkat sisa usia
untuk sepenuhnya untukMu
masih menjadi cita-cita

Bireuen, 28 Januari 2014 mukhlis aminullah

Senin, 27 Januari 2014

MEMORI DUA PULUH ENAM JANUARI

aku ingat!
benar, aku ingat itu
pada dua puluh enam januari
aku kirimkan sebungkus martabak,
dan satu amplop buram
berisi bait demi bait pujian
puisi cintaku saat itu
seperti pungguk merindukan bulan
(aku hanya menulis khayalan)

aku ingat!
pada dua puluh enam januari
dua puluh tahun silam
mencuri pandang jilbabmu saja
seperti melihat bintang
jantungku bergetar kencang
adakah masa depan denganmu?
(aku hanya menulis pertanyaan, tanpa jawaban)

aku ingat!
catatan itu tertulis judul
"pada dua puluh enam januari"

Bireuen, 26 Januari 2014 mukhlis aminullah
sebuah kenangan tentang Ummi Fildza

Minggu, 26 Januari 2014

SENYUM BIMBANG (SI MISKIN)

pada siluet sore
kau hantarkan senyum bimbang
apakah anak-anak kita
dapat jatah makan
besok pagi
(sementara karung beras sudah kosong)

Bireuen 25 Januari 2014 mukhlis aminullah
sebuah puisi dari seorang suami kepada seorang isteri

Bersyukurlah kepada Allah SWT, bagi kita yang masih mendapat rezeki, sementara di luar sana, masih banyak orang yang belum jelas nasibnya