Sabtu, 15 Februari 2014

SUATU SIANG DI SEBERANG PENDOPO

suatu siang di seberang Pendopo
kami meneropong ketidakadilan

saat rakyat melarat
mereka masih menjarah
tentu saja sambil tersenyum

Banda Aceh, 13 Februari 2014 mukhlis aminullah

Rabu, 12 Februari 2014

MENGAPA BERBANGGA DIRI

apa yang kita sombongkan?
sementara hidup hanyalah
rangkaian tulang belulang
bersatu padan dengan tubuh
kemudian akan terpisah jua
ruh dengan badan

apa gunanya kita kaya raya?
sementara semua harta
akan sia-sia ketika kematian tiba
kecuali yang tertulis sebagai
zakat, infaq, sedekah dan
catatan derma lainnya

mengapa kita berbangga dirii?
padahal semua kehormatan
tiada artinya dihadapan Tuhan
bila hidup tanpa amalan
dan hati tidak beriman
bukankah semua akan percuma?

mengapa ?
jawablah pada nurani
(masing-masing kita ada jawabannya)

Bireuen, 12 Februari 2014 mukhlis aminullah
(edisi instropeksi diri)

Selasa, 11 Februari 2014

JANGAN NISTAKAN WAKTU!

jangan nistakan waktu
karena dia tidak pernah menunda
dia tidak terlambat

adalah sang waktu yang selalu
memberi kesempatan bagi kita
untuk selau memperbaiki keadaan
waktu jua yang memberi ruang
tempat kita belajar kehidupan
adalah sang waktu yang sudah
mengirimi kita nomor ujian
untuk ikut bertahap tes
kemudian kita lalui dengan sukses
akankah kita menistakan waktu?

sang waktu selalu datang
kita saja sering lalai memanfaatkannya
jangan nistkan waktu!

Gampong Cot Gapu Bireuen, 11 Februari 2014 mukhlis aminullah

BETAPA CINTA RASULULLAH KEPADA UMMATNYA

Sebelum malaikat Izrail diperintah Allah SWT untuk mencabut nyawa Nabi Muhammad SAW, Allah SWT telah berpesan kepada Jibril. "Hai Jibril, jika kekasih-Ku menolaknya, laranglah Izrail melakukan tugasnya!" Sungguh berharganya manusia yang satu ini.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam" kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?". "Tak tahulah ayahku, sepertinya orang baru, sekali ini aku melihatnya" tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

"Ketahuilah wahai anakku, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut" kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah SWT dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu" kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya" kata Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal" kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku" Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum (peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu)". Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii! (Umatku, umatku, umatku)".

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Allaahumma sholli 'alaa Muhammad wa'alaihi wasahbihi wasallim. Ya Allah, Berikanlah untuk Muhammad "al wasilah" (derajat) dan keutamaan. Dan tempatkanlah ia di tempat terpuji sebagaimana yang telah Engkau janjikan".

Betapa mendalam cinta Rasulullah kepada kita ummatnya, bahkan diakhir kehidupannya hanya kita yang ada dalam fikirannya. Sakitnya sakaratul maut itu tetapi sedikit sekali kita mengingatnya bahkan untuk sekedar menyebut namanya.

Semoga kita semakin cinta kepada Rasulullah SAW dengan cara mengikuti Sunnahnya.

salam,
mukhlis aminullah
dari sumber yang shahih