Jumat, 30 Mei 2014

GERIMIS

tarian tawon
menyambut gerimis
kotaku sudah sangat lelah
menghitung kemarau

terima kasih, Rabb-ku
atas nikmat sejuk ini

Bireuen, 30 Mei 2014 mukhlis aminullah

Kamis, 29 Mei 2014

MENGENAL 7 PENYAKIT HATI

“Di dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit tersebut, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih akibat apa yang mereka dustakan“. (QS. Al-Baqarah: 10)

Ada beberapa pelajaran dari ayat di atas, di antaranya:

Pertama:
Menurut al-Baidhowi di dalam tafsirnya (1/166), sakit adalah sesuatu yang mengganggu keseimbangan  badan sehingga membuat kerusakan di dalam beraktifitas. Sakit dibagi menjadi dua, sakit hati dan sakit fisik. Adapun sakit hati  meliputi: sakit ragu-ragu, nifak,  ingkar dan dusta. (lihat tafsir al-Qurthubi: 1/138).
Penyakit –penyakit hati seperti inilah yang menimpa orang-orang munafik.
Selain itu, terdapat penyakit hati dalam bentuk lain, seperti sakit hasad, dengki, iri, dan dendam yang kadang juga menimpa sebagian orang-orang Islam. Oleh karenanya, kita diperintahkan untuk berlindung kepada Allah dari penyakit hati tersebut, sebagaimana firman Allah dalam Qs. al-Falaq: 5, “Dan aku berlindung dari kejahatan  orang yang hasad jika dia hasad“

Kedua:
Penyakit hati jauh lebih berbahaya dari penyakit fisik, hal itu karena beberapa sebab:

1. Allah mencela orang yang mempunyai penyakit hati dan tidak pernah mencela orang yang mempunyai penyakit fisik.

2. Penyakit hati, seperti iri, dengki dan dendam bisa menyebabkan munculnya penyakit fisik, seperti stress, sesak nafas, pusing, jantung, tekanan darah tinggi dan kanker.

3. Penyakit hati menyebabkan orang celaka dunia dan akhirat, berbeda dengan penyakit fisik yang tidak menyebabkan celaka di akherat.

Ketiga: Allah menyebutkan: “Di dalam hati mereka ada penyakit“ ini menunjukkan bahwa penyakit tersebut sudah masuk ke dalam tubuh secara permanen, sehingga menjadi akut dan susah untuk dihilangkan, karena berada di dalam hati. Berbeda kalau menyebut: “ Mereka sakit “, mungkin masih bisa disembuhkan.

Keempat:
“Maka Allah menambah penyakit tersebut“, menunjukkan bahwa kekafiran, kenifak-an dan kemaksiatan itu bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana juga keimanan itu bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Kelima:  Ayat di atas juga menunjukkan bahwa kesesatan seorang hamba berasal dari perbuataannya sendiri. Jadi, Allah tidak mendzoliminya, tetapi hamba itulah yang mendzalimi dirinya sendiri. Orang-orang munafik telah membuat penyakit di dalam hati mereka sendiri dan pada hakekatnya mereka tidak menginginkan kebenaran dan kebaikan. Maka, Allah menambah penyakit tersebut sebagai hukuman atas perbuatan mereka sendiri. Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (1/179): “Hukuman sesuai dengan perbuatan”. Hal yang serupa telah dijelaskan Allah di beberapa ayat-Nya, seperti dalam Qs. al-Baqarah: 10, Qs. al-Maidah: 49,  Qs. al-An’am: 110 dan Qs. ash-Shof: 5.

Kelima:
Penyakit hati terdiri dari penyakit syahwat dan syubhat. Penyakit syahwat berhubungan dengan maksiat anggota badan, seperti berzina, membunuh, berbohong dan mencuri. Sedang penyakit syubhat berhubungan dengan hati dan pemikiran, seperti meragukan kebenaran Islam, menolak hadist shahih dan menyakini adanya nabi setelah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam. Penyakit syubhat inilah yang  lebih menonjol dalam diri orang munafik, (Ibnu Qayyim, Ighatsatu al-Lahfan: 165-166) dan ini lebih berbahaya dari penyakit syahwat. Karena penderitanya susah untuk disembuhkan. Lihat Qs. an-Nisa : 137 dan Qs. al-Munafiqun: 3.

Keenam: Penyakit syubhat bisa mengeluarkan seseorang dari keimanan sehingga menjadi kafir, seperti orang–orang liberal yang meragukan keaslian al-Qur’an  dan  menolak kebenaran ajaran Islam serta menyatakan bahwa semua agama benar dan mengantarkan penganutnya ke dalam Syurga. Begitu juga kelompok Ahmadiyah yang menyakini adanya nabi seteIah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kelompok Ingkar Sunnah yang menolak keberadaan as-Sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an.

Ketujuh: Untuk mengobati penyakit syhubhat, seseorang hendaknya belajar dan mencari ilmu syar’i, sebagaimana firman Allah di dalam Qs. Muhammad: 19; “Maka ketahuilah bahwa tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah“. Adapun untuk mengobati penyakit syahwat, seseorang hendaknya sering mengingat kematian dan menyakini bahwa dunia ini adalah fana, kesenangan di dalamnya adalah kesenangan sedikit dan menipu. Sedangkan kesenangan abadi hanyalah di akhirat kelak. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (kematian)”. HR. Tirmidzi “.  

Wallahu A’lam
 Dr. Ahmad Zain An Najah, MA

TIGA CIRI ORANG SHOLEH

“(Yaitu) orang-orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka," (Qs. Ali Imran: 16)

Hamba-hamba Allah jika berdoa mempunyai tiga ciri khas. Sebagaimana yang disebutkan pada ayat di atas, tiga ciri khas tersebut adalah:

Ciri Pertama: Mereka memulai dengan mengungkapkan kembali keimanan mereka kepada Allah, memperbaharui tauhid mereka, mengingkarkan kembali penghambaan mereka di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, dengan mengucapkan: “Rabbana Innana Amanna” (Ya Allah Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman kepada-Mu).

Ini seperti dalam surat al-Fatihah, sebelum berdoa meminta petunjuk jalan yang lurus, “Ihdina ash-shiratho al-mustaqim,” didahului dengan kata pengantar yang berisi pengikraran kembali ubudiyah (penyembahan ) kita kepada Allah dengan membaca : “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in“.

Begitu juga yang dilakukan oleh Nabi Yunus ‘alaihi as-salam, ketika berdoa di dalam tiga kegelapan (kegelapan perut ikan paus, kegelapan laut, dan kegelapan malam) beliau memulai doanya dengan mengikrarkan kembali kalimat tauhid “La Ilaha Illa Anta “ (Tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Engkau)

Kalimat tauhid adalah wasilah (sarana) dalam doa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya agar doa kita mustajab dan dikabulkan Allah. Dan ini merupakan wasilah yang dicintai oleh Allah, sebagaimana firman-Nya :

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (sarana) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.“
( Qs al-Maidah : 35 )

Ciri Kedua :
Ketika berdoa, yang menjadi pikiran utama mereka adalah ampunan Allah. Mereka tidaklah meminta dunia terlebih dahulu, tetapi yang diminta adalah ampunan Allah. Karena mereka yakin bahwa ampunan Allah  akan membawa berkah di dalam kehidupan mereka di dunia dan di akherat sekaligus.

Inilah yang dipahami oleh nabi Adam ‘alaihi as-salam, ketika berdoa kepada Allah sesaat setelah diturunkan dari surga :

Keduanya berdoa’a : "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi”.
(Qs al-A’raf : 23 )

Ini juga yang diajarkan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada istrinya Sayidah Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika bertanya kepada beliau tentang doa yang dibaca pada malam Lailatul Qadar, beliau mengajarkan kepadanya satu doa saja, yaitu  :

"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan senang memaafkan, maka maafkanlah kesalahanku." ( HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad. Hadis ini disahihkan Tirmidzi dan Hakim)

Ciri  Ketiga : Pada akhir doa,  mereka meminta agar dijauhkan dari api neraka. Itulah tujuan akhir dari kehidupan kita, setelah diampuni Allah, kita memohon untuk dijaga dari api neraka. Ini sesuai dengan firman Allah :

Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (Qs Al- Baqarah : 201)

Doa ini adalah doanya orang-orang yang pintar, para cerdik cendikia yang disebutkan Allah di akhir surat Ali Imran, yaitu pada ayat : 190-191,

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Qs. Ali Imran : 190-191)

Doa ini juga selalu diulang-ulang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana tersebut di dalam hadist  :

“Bahwasanya Rasulullah bertanya kepada salah seorang sahabatnya : “ Bagaimana anda berdoa di dalam sholat ? Dia menjawab : “ Saya membaca tasyahud kemudian saya berdoa : “Ya Allah saya memohon kepada-Mu syurga dan saya berlindung kepada-Mu dari api neraka,“  dan saya tidak pandai berdoa seperti doamu dan doanya Mu’adz.  Rasulullah bersabda : “Sekitar itulah kami berdoa “
(HR Abu Daud, Sahih )

Kenapa orang-orang pintar dan cerdik cendikia berdoa untuk selalu dijauhkan dari api neraka? Karena mereka mengetahui bahwa setiap orang yang dimasukkan syurga dan dijauhkan dari api neraka adalah orang-orang yang beruntung di dunia dan di akherat, sebagaimana firman-Nya :

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
(Qs Ali Imran : 185 )

Wallahu A’lam
Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA
Direktur PUSKAFI Jakarta

REKONSTRUKSI BANGSA DENGAN MEREKONSTRUKSI JIWA

Pada 2012 lalu masyarakat Mesir tengah mengadakan pesta demokrasi “pertamanya, disebut pertama karena pesta demokrasi ini dinilai jujur, adil, langsung dan bersih di mana mereka dapat menyuarakan aspirasi dan kandidat mereka tanpa ada intervensi dari pihak mana saja berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Usai memilih anggota legislatif, masa reformasi ini dilanjutkan dengan pemilihan calon presiden.

Beberapa kandidat telah mengajukan diri, baik secara individu atau dengan berkendaraan partai politik. Mereka juga berasal dari berbagai kalangan seperti politikus, cendikiawan, aktifis buruh, mantan mentri hingga dokter. Ada yang berasal dari kubu kiri (sekuler liberal), kubu kanan hingga poros tengah.

Beberapa nama muncul dalam bursa pencalonan presiden Mesir seperti Salim ‘Awa, Amr Musa, Husein Shobahi, Muhammad Mursi, Ahmad Syafik dan Abdu al-Muním Abu al-futuh.

Topik ini juga menjadi buah bibir yang sangat laris dibicarakan, baik di jejaring sosial, media komunikasi dan informasi, kampus, hingga kafe dan kendaraan umum. Seluruh masyarakat berusaha mencari sosok ideal yang akan membawa Mesir menuju kemajuan pada lima tahun kedepan. Sebuah kondisi serupa yang kita alami sekarang.

Di tengah kondisi politik yang tengah memanas ini salah satu guru kami Prof. Dr Yusri Sayyid Jabr melemparkan sebuah “kritik”, dimana kita tidak dapat merekonstruksi bangsa hanya dengan mengandalkan seorang pemimpin yang adil dan bijaksana saja namun dituntut dari seluruh lapisan untuk turut merekonstruksi lewat bidang yang mereka geluti dan memulainya dari diri kita masing-masing. Bahkan sebuah perubahan tidak akan muncul kalau kita hanya menuntut pemimpin tersebut untuk selalu berlaku baik, jujur dan adil namun nilai-nilai kebaikan itu nihil di tengah masyarakat.

Beliau bahkan memberi perumpaan, walau Umar bin Khattab atau siapapun pemimpin dunia yang terkenal adil dibangkitkan kembali untuk memimpin umat sekarang maka mereka akan mengangkat bendera putih (menyerah) jika elemen-elemen lain pada umat ini tidak memperbaiki diri dan ikut merekonstruksi umat, karena sejarah membuktikan bahwa kemajuan daulah Islam tidak hanya karena pemimpin yang adil namun ia juga ditopang oleh masyarakat yang disiplin, taat dan tertib.

Bagaimana pun hukum dan undang-undang dibuat, ia tidak akan mewujudkan perbaikan jika manusia yang dipimpin masih “bobrok”, karena hukum dan aturan manusia memiliki kelemahan hingga beberapa oknum akan selalu mencari jalan lain untuk dapat melanggar aturan dan undang-undang yang telah dibuat. Maka tidak salah jika rekonstruksi manusia menjadi prioritas utama untuk kemajuan sebuah bangsa, binâ al-insân qobla al-bunyân. Pada surat al-Taubah ayat 19, Al-Quran juga menegaskan bahwa rekonsturksi manusia (yang pada ayat ini digambarkan dengan proses keimanan dan jihad di jalan Allah) lebih utama dibandingkan dua ibadah yang sangat mulia, memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil haram.

Jika meninjau tujuan dari penciptaan alam dan pengiriman rosul ternyata itu semua hanya untuk kemaslahatan manusia. Oleh karenanya, rekonstruksi manusia dinilai amatlah urgen dalam kebangkitan suatu umat. Rosulullah sendiri telah memberi contoh bagaimana kita bagaimana membangun sebuah peradaban. Pada awal dakwahnya beliau pernah ditawarkan harta, jabatan, tahta hingga wanita namun beliau menolak semuanya dan lebih berkonsenterasi membina umat dan pengikutnya karena kemajuan Islam tidak hanya ditopang oleh poin-poin di atas namun yang terpenting adalah integritas para pemeluknya.  

Solusi Rekonstruksi Umat

Dalam mewujudkan rekonstruksi jiwa setidaknya ada beberapa cara yang dapat ditempuh. Pertama, selalu bermurôqobah. Murôqobah adalah wujud lain dari ihsan yaitu kita beraktifitas dan beribadah seakan merasakan keberadaan Allah bersama kita, ketika itu belum kita rasakan maka upayakan untuk selalu mengingat dan merasa bahwa Allah mengawasi seluruh gerak-gerik kita. Senada dengan hal ini, ketika manusia menjalani seluruh aturan atau undang-undang bukanlah karena adapolisi atau badan pengawas saja namun itu dilakukan berkesinambungan baik dengan adanya mereka ataupun tidak, karena ia yakin bahwa semua aktifitasnya akan selalu di awasi oleh Dzat yang maha melihat dan memperhatikan (bashîr dan  raqîb) yaitu Allah SWT. Hal ini sebenarnya telah dicontohkan oleh generasi sholeh kita terdahulu.

Imam Abu Daud pernah meriwayatkan bahwa suatu ketika nabi mampir ke rumah sahabatnya Abu Mas’ud, ketika masuk ternyata dia sedang memukul hambanya. Melihat hal itu nabi memperingatinya bahwa Allah juga mampu untuk berbuat hal yang sama kepadamu lalu nabi berpesan; “sesungguhnya Allah pada hari kiamat akan mengazab siapa saja yang mengazab manusia.” Sejak saat itu sahabat Abu Mas’ud selalu bermurôqobah dalam kesehariannya.

Pendidikan murôqobah juga hendaknya diterapkan sejak usia dini, dimana pengaruhnya akan sangat besar dirasakan pada masa depan kelak. Imam al-Junaid menyatakan ungkapan terima kasih kepada pamannya (Imam Sirri al-Sakhti) atas wasiatnya dimana manfaatnya sangat beliau rasakan seumur hidup. Suatu saat Imam Sirri al-Sakhti pernah berkata padanya; “wahai anakku, jika engkau hendak tidur maka katakan dan renungilah: “Allah ma’i (Allah selalu bersamaku), Allah nâdhirun ilayya (Allah selalu melihatku), Allah qâdirun ‘alayya (Allah mampu berbuat padaku seperti apa yang aku perbuat)”.  Jadikanlah itu rutinitasmu dan janganlah engkau tidur sebelum engkau mengulang-ulangi kata tersebut hingga kamu terlelap”.  Sayapun melaksanakan anjuran itu hingga akhirnya saya merasakan cahaya yang berasal dari hati dan mendapatkan murôqobah yang bersumber dari sanubari. 

Suatu ketika Syeikh Asyraf Hamid Hasanain pernah ditanya, bukankah dalam al-Quran Allah berjanji bahwa shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, namun mengapa kita sering mendapati orang Islam selalu melaksanakan sholat namun tak jarang berbuat maksiat dan kemungkaran? Sambil tersenyum beliau menjawab bahwa shalat  tidak akan memberi manfaat jika hanya menjadi ritual harian tanpa memahami intinya, karena inti shalat jelas tertulis pada lanjutan ayat tersebut yaitu murôqobah dan zikrullah (selalu mengingat Allah).

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut: 45)

Kedua, menanamkan ketakwaan. Takwa merupaka unsur penting dalam agama, ini dibuktikan dengan kewajiban seorang khotib jumat untuk selalu menganjurkan ketakwaan pada setiap khotbahnya. Ketakwaan sendiri dapat terwujud dengan adanya keimanan, dan keimanan diraih dengan mengenal Allah dan rosul-Nya serta melaksanakan syariat keduanya.

Manusia diciptakan dari dua unsur penting, ruh dan tanah. Ruh menggambarkan sisi kemalaikatan manusia dimana ia memiliki potensi untuk taat kepada Allah, sedangkan unsur tanah merupakan sisi kebinatangannya dan potensinya untuk bermaksiat. Pada asalnya manusia merupakan makhluk yang mulia namun itu akan berakhir ketika tidak dibarengi dengan ketakwaan (keimanan dan amal saleh) bahkan derajatnya akan berada dibawah hewan. Hal ini digambarkan dalam beberapa ayat seperti al-Tin ayat 4-5, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”. Begitu juga pada ayat 179 surat al-‘Araf “Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”

Ketiga, mencontoh para teladan hidup. Setiap orang yang ingin sukses syarat baginya untuk memiliki contoh dan idola hidup. Bagi umat Islam sendiri kehidupan Nabi Muhammad dan generasi setelahnya merupakan acuan primer. Kehilangan figur dan teladan hidup akan membuat manusia terombang-ambing tak menentu arah. Keadaan sangat miris sering kita temukan di tengah-tengah umat Islam, dimana mereka lebih mengenal para idola dan bintang pujaan mereka dibanding nabi dan pejuang agama mereka sendiri.

Berbagai cara dapat ditempuh dalam rangka menumbuhkan kecintaan dan pengenalan terhada para suri tauladan umat seperti mengkaji dan mengajarkan biografi, sejarah hidup serta keutamaan nabi dan para salaf al-sholeh, mengunjungi peninggalan-peninggalan sejarah mereka termasuk juga menghidupkan sunnah (kebiasaan) mereka yang sudah ditinggalkan.

Memulai dari diri sendiri dan lingkungan terdekat

Perubahan besar tidak akan terealisasi tanpa dimulai dari lingkungan terkecil. Tak heran jika nabi berpesan untuk memulai dari diri kita dan keluarga sebelum menyebarkannya ke khalayak yang lebih luas, ibda` bi nafsika tsumma biman ta’ûl. Al-Quran juga telah mengajarkan bagaimana mentransfer kebaikan kepada orang lain yaitu dengan memulainya dari orang tua, keluarga terdekat, tetangga kemudian kepada kerabat yang jauh, sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 215, “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.”

Semua yang diraih manusia tidak jauh dari apa yang ia dilakukan. Ketika manusia ingin mendapat pemimpin terbaik maka lakukanlah hal-hal terbaik pula, karena pemimpin yang adil dan bijaksana akan terlahir dari masyarakat yang serupa pula. Singkatnya pemimpin kita adalah gambaran masyarakat kita sendiri. Kalau masyarakat masih sering berbuat kotor seperti korupsi, kolusi dan bermalas-malasan maka jangan pernah berkhayal mendapat pemimpin yang bersih dan ideal. Tak salah jika Allah telah mengingatkan kita bahwa Ia jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi pemimpin bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan, QS. Al-An’am ayat 129.  

Mudah-mudahan Allah selalu membukakan pintu taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua serta menjadikan para pemimpin kita orang-orang yang selalu ingat pada-Nya. Wallahu ‘alam bi al-shawâb.

Bekasi, 10 Mei 2014
 H. Faza Abdu Robbih, Lc
Alumni Fakultas Ushuludin Universitas Al-Azhar Kairo
Mahasiswa Program Magister Konsentrasi Quran-Sunnah Fakultas Dirasat Islamiyah wal Arabiyah Universitas Islam  Negeri Jakarta

10 CIRI ORANG BERIMAN (MENURUT UST.ARIFIN ILHAM)

Assalaamu alaikum wa rahmatullaahi wa barkaatuhu.

Sahabatku tercinta fillah, orang-orang beriman selalu semangat beribadah, beramal sholeh, dan berakhlak mulia. Beginilah ciri-ciri orang beriman:

Pertama, ikhlas, benar benar ingin ridha Allah, buahnya "istimroriyyah" terus menerus disiplin taat. Allah Swt berfirman: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus." (QS Al Bayyinah 5)

Kedua, tahu benar hidup di dunia sesaat dan akan hidup di akhirat selama lamanya. Allah Swt berfirman:
“Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?" ia menjawab: "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS Al Baqarah 259).

Ketiga, sangat rindu dengan rahmat kasih sayang Allah, "Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan hamba-hamba Allah yang terus semangat taat dan berbuat baik" (QS Al A’raaf 156).

Keempat, memang hobbynya orang beriman itu Fastabiqul khoiroot, “...Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al Baqarah 148)

Kelima, semakin banyak ingat mati, semakin semangat taat, Rasulullah Saw bersabda, "Umatku yang paling cerdas adalah umatku yang paling banyak ingat mati lalu mempersiapkan hidup setelah mati".

Keenam, penyesalan luar biasa akibat ma'siyat yang diperbuat di dunia, "Dan jika sekiranya kamu melihat siksa yang dirasakan orang orang yang berbuat dosa selama di dunia menundukkan kepalanya dihadapan Tuhannya, mereka berkata dengan penuh penyesalan, "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia, niscaya kami akan mengerjakan amal sholeh, sesusungguhnya kami sudah yaqin" (QS As Sajadah12),

Ketujuh, kangen rindu Rasulullah dengan menteladaninya. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS Al Ahzab 21).

Kedelapan, sangat amat takut ma'siyat karena tahu akibatnya, “..Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku." (QS. Al An’am 15)

Kesembilan, sungguh hanya dengan istiqomah pertolangan Allah akan terjadi. Allah Swt berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.Fushshilat 30-32).

Dan yang terakhir, kesepuluh, kebahagiaan hakiki hanya dengan kesungguhan beriman dan taat. “Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (QS. Yunus 62-64).

Semoga Allah Swt senantiasa menjadikan kita hambaNya yang selalu rindu akan RidhoNya dan SyurgaNya... Aamiin.

by UstadzArifin Ilham

Minggu, 25 Mei 2014

WAKTU

waktu kian tergelincir
siapkah kau menjaga musim
almanak di rumah kian kusam
tanggal dua puluh lima
bulan ini
terasa baru terlewati
pada tahun kemarin
begitulah waktu
lincah dan licin
semoga Allah masih menyisakan
masamu,
untuk terus mengabdi kepadaNya

Bireuen, 25 Mei 2014 mukhlis aminullah
puisi ini saya persembahkan khusus kpd kakak saya, Nyak Tia Adam's.
HBD, semoga panjang umur