Selasa, 18 November 2014

TENTANG BUNGA

aku menulis puisi ini dua puluh tahun lalu
saat kita belum pernah bertegur sapa

sekuntum bunga datang kepadaku
pada suatu sore memerah jingga, dan berkata
"pergilah ke lembah, temukan sebuah taman, rawatlah!"
aku terkesima
aku adalah lelaki yang tak percaya mimpi
apalagi mimpi tentang mahligai bunga
entahlah, kemudian hati menggerakkan kaki
dan benar! taman indah tersenyum merona
laksana petani, aku menyiram
aku terus saja memupuk dan memelihara
berharap akulah pemilik bunga itu
pada suatu ketika...
duhai, sang pemuja cinta
akhirnya bunga jadi obat penawar duka
selalu saja ia-nya jadi teman setia
menuliskan tentangnya aku kehabisan kata

kuakhiri puisi ini dengan enam kata
"akan kujaga bunga sampai usia tua"

Takengon, 18 November 2014 mukhlis aminullah, edisi revisi
(kepada isteriku)

RINDU ISTERIKU

menulisi sore di tepi danau
aku merindukanmu
sepanjang waktu
senyum depik tak mampu juga
menyingkirkan bayangmu
(ketika tiba waktu petang seperti ini, pasti kau sedang bersantai di bangku dekat jendela bersama anak-anak kita)


Takengon, 17 November 2014 mukhlis aminullah
Depik= sejenis ikan khas Danau Laut Tawar

PERTANYAAN TENTANG KEMATIAN

bagaimana perasaan kita mengunjungi
sebuah acara kematian?
apakah terbayang tentang daftar antri
kita yang selanjutnya mengisi tanah kuburan
haruskah hati kita menjadi batu
tak peduli bahwa ada masa depan sesudah mati?
tak mudah lagi air mata mengalirkan pilu
musibah di sekeliling kita bukan lagi pelecut diri
ah,
bagaimana perasaan kita melihat kematian?
adakah kita sadar nyawa adalah titipan
yang harus kita jaga, kita rawat dan akan kita kembalikan
dengan kondisi suci kepada Tuhan?
bagaimana semua dapat kita pertanggung-jawabkan
kalau dunia kita telah menina-bobokkan iman
bagaimana tentang semua itu??? bagaimana
hanya kita masing-masing yang bisa memberi jawaban


Bireuen, 16 November 2014 mukhlis aminullah
(REFLEKSI HATI setelah mengunjungi sebuah kematian mendadak seorang teman)